“Yun, hari ini kamu nggak ke lokasi proyek
kan?” tanya Yeriko saat jam makan siang.
“Nggak. Kenapa?”
“Nggak papa. Aku khawatir aja kalau kamu
harus ke lokasi. Kamu harus jaga diri dan jaga kesehatan.”
Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Kamu tenang
aja! Nggak usah terlalu khawatir. Di tempat kerja sangat menyenangkan.”
“Baguslah.”
Yuna tersenyum. Ia langsung merogoh ponsel
dari dalam tas karena berdering.
“Siapa?” tanya Yeriko.
“Kakek.” Yuna langsung menjawab panggilan
telepon. “Halo, Kek!” sapa Yuna penuh ceria.
“Bisa temui Kakek?”
“Eh!?” Yuna menoleh ke arah Yeriko. Ia tidak
mungkin menolak keinginan kakek. “Bisa, kek. Kakek di rumah?”
“Kakek ada di Jamoo.”
“Oke. Kami nyusul ke sana.”
“Kakek tunggu!”
“Siap, kek.” Yuna langsung mematikan
panggilan teleponnya.
“Kenapa?” tanya Yeriko begitu Yuna menyimpan
ponselnya kembali.
“Kakek nyuruh kita ke Jamoo.”
“Kebetulan kalau gitu. Kita sekalian makan
siang di sana.” Yeriko menambah kecepatan mobilnya.
Yuna mengangguk. “Kira-kira, ada apa ya?
Tumben banget kakek ngajak kita makan di luar.”
Yeriko mengedikkan bahu. “Pengen traktir kita
makan kali.”
“Kamu masih suka makan gratisan?”
Yeriko menaikkan kedua alisnya. “Suka.
Apalagi ditraktir sama kakek.”
Yuna tertawa kecil.
Yeriko menarik napas beberapa kali.
“Kamu kenapa?” tanya Yuna yang mulai
menyadari kegelisahan di wajah Yeriko.
“Eh, nggak papa.”
“Kamu nervous mau ketemu kakek?” tanya Yuna
sambil menahan tawa.
Yeriko menggeleng kecil.
“Halah ... ngaku aja!” goda Yuna.
“Huft, kamu tahu sendiri kakek itu gimana. Pasti mau bahas soal
perusahaan.”
“Baik-baik aja kan?” tanya Yuna.
Yeriko mengangguk.
“Kalau semua baik-baik aja. Kenapa harus
khawatir kayak gini?”
Yeriko menggelengkan kepala. “Kakek nggak
pernah ngajak makan di luar kalau nggak ada sesuatu di baliknya.”
“Hah!? Serius?”
Yeriko mengangguk.
Yuna ikut gelisah karena yang ditelepon oleh
kakek adalah dirinya.
Beberapa menit kemudian, Yuna dan Yeriko
sudah sampai di Sangri-La dan langsung masuk ke Jamoo Restaurant.
“Siang, Kek!” sapa Yuna begitu ia sampai di
depan meja makan, tempat kakeknya sedang duduk bersama salah satu ajudannya.
“Siang!” Nurali menyambut kedatangan Yuna dan
Yeriko dengan ramah. “Ayo, duduk!”
Yuna dan Yeriko duduk berdampingan di hadapan
Nurali.
“Pelayan!” seru Nurali. Ia memanggil beberapa
pelayan untuk melayaninya.
Usai memesan makanan, ajudan Nurali beranjak
dari tempat duduknya. Bergabung dengan teman-teman ajudannya di meja lain.
Yuna tersenyum. Baru kali ini ia makan di
luar bersama kakek. Mereka terlihat sangat mencolok karena didampingi beberapa
pengawal di ruangan tersebut. Kakek Nurali adalah pensiunan jenderal dan sangat
disegani di dunia militer. Tak heran jika ia selalu dikawal saat keluar dari
rumah. Perasaan Yuna tidak tenang mendapat perlakuan yang sangat istimewa.
“Yer, Kakek perhatikan, perkembangan bisnismu
tahun ini sangat cepat,” tutur Nurali membuka pembicaraan.
Yeriko tersenyum. “Semua berkat didikan kakek
juga.”
Nurali tergelak. “Tapi, kamu belum pernah
bergerak secepat ini.”
“Kakek harusnya senang kan?”
Nurali mengangguk-anggukkan kepala. “Kamu
sudah mulai mengembangkan bisnismu semakin besar. Ke depannya, kamu akan
menghadapi tantangan yang lebih besar lagi.”
Yeriko mengangguk sambil tersenyum.
“Yuna ...!”
“Iya, Kek.”
“Kamu harus belajar mengelola perusahaan!”
pinta Nurali. “Sekarang, kamu bekerja di perusahaan orang lain. Pasti lebih
nyaman mempelajari banyak hal baru daripada mengandalkan perusahaan suami kamu.
Kakek sangat senang dengan pemikiran kamu ini. Walau bagaimanapun, perempuan
harus lebih pandai menjaga aset keluarga.”
Yuna mengangguk.
“Saat sudah siap, kaku harus membantu
Yeriko!” pinta Kakek lagi.
Yuna mengangguk. Ia menoleh ke arah Yeriko
dan tersenyum manis. Asa banyak hal yang harus ia pelajari. Terlebih,
perusahaan suaminya adalah perusahaan besar. Ia harus benar-benar mempersiapkan
diri jika harus ikut berkecimpung di perusahaan suaminya itu.
“Ah, sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan!”
tutur Nurali sambil menatap Yuna. “Kamu masih sangat muda. Masih banyak waktu
untuk bermain-main. Kakek terlalu khawatir dengan masa depan perusahaan. Huft,
usia Kakek sudah semakin tua. Kakek hanya khawatir, Yeriko akan menanggung
beban seorang diri saat Kakek sudah tidak ada.”
“Kek, Kakek jangan bilang begitu!” tutur Yuna
murung. Ia tidak bisa membayangkan jika suatu hari kakek tidak ada dan suaminya
harus menghadapi masalah perusahaan seorang diri.
“Kakek tenang aja! Aku pasti bisa mengurus
semuanya dengan mudah.”
“Hahaha. Ya, ya, ya. Percaya diri kamu memang
sangat besar.”
Yuna dan Yeriko ikut tersenyum saat melihat
Kakek Nurali terus tertawa.
“Selamat siang, Kek!” Bellina tiba-tiba sudah
berdiri di belakang Yuna.
Kakek Nurali menengadahkan kepala menatap
Bellina.
Yuna dan Yeriko juga ikut memutar kepalanya
begitu mendengar suara yang sudah tak asing lagi di telinga mereka.
“Mau apa kamu ke sini? Bukannya sudah saya
katakan kalau saya nggak mau ketemu sama kamu?” Kakek Nurali bertanya pada
Bellina sambil menatap gelas minuman yang ada di hadapannya.
“Maaf, Kek. Aku terpaksa harus ikuti Kakek
sampai sini. Ada hal penting yang harus aku beritahukan ke keluarga Kakek.”
“Oh ya? Apa itu?”
“Keluarga kalian sudah salah mengambil Yuna
sebagai menantu. Dia bukan perempuan baik-baik seperti yang kalian lihat!”
Yuna dan Yeriko mengernyitkan dahi, mereka
saling pandang dan kembali menatap Bellina.
Yeriko menopang kepala dengan telapak
tangannya. Tangan satunya menahan lengan Yuna yang ingin bangkit dan melawan
Bellina. “Nggak usah diladeni!” bisik Yeriko. “Kita lihat, dia mau ngomong apa
di depan kakek.”
Yuna mengangguk kecil. Ia memilih untuk diam.
Memberikan kesempatan pada Bellina untuk menunjukkan seperti apa dirinya di
depan Kakek Nurali.
Nurali tertawa kecil. “Terus, perempuan yang baik-baik itu
seperti apa? Seperti kamu yang sudah menerobos masuk ke sini dan
berbicara keras tanpa melihat situasi?”
Bellina gelagapan. Ia tak menyangka kalau
Kakek Nurali justru akan merendahkan dirinya. “Gimana bisa Yuna dapet
dukungan sebesar ini dari keluarga Hadikusuma?” batin Bellina.
“Kek, Kakek nggak tahu aja siapa dia
sebenarnya. Dia cuma ngincar harta keluarga kalian. Secara, dia nggak punya
apa-apa. Bahkan, tempat tinggal aja dia nggak punya. Makanya, dia cuma bisa
hidup dengan menempel ke keluarga Hadikusuma,” cerocos Bellina.
Mulut Yuna menganga lebar mendengar fitnah
yang keluar dari mulut Bellina. Ia ingin bangkit dan memaki Bellina, namun
tangan Yeriko menahan dirinya.
Yeriko menarik tubuh Yuna ke pelukannya,
sengaja menunjukkan kemesraan di depan Bellina, membuat emosi Bellina semakin
tinggi dan tidak bisa mengendalikan dirinya lagi.
Kakek Nurali mendengarkan semua ucapan
Bellina tentang kehidupan Ayuna, cucu menantu kesayangannya itu. Ia hanya
manggut-manggut menanggapi semua perkataan buruk yang ditujukan kepada Yuna.
“Kakek harus percaya sama aku! Aku nggak
tahan lihat kejahatan dan kelicikan Yuna. Dia bahkan menipu seluruh keluarga
Hadikusuma dengan berpura-pura baik,” lanjut Bellina sambil melirik Yuna yang
berada dalam pelukan Yeriko.
“Sudah selesai bicaranya?” tanya Kakek
Nurali.
“Eh!?” Bellina menganggukkan kepala.
“Boleh keluar sekarang!”
“Apa!?” Bellina mengerutkan keningnya. “Kek,
dia itu bukan perempuan baik-baik. Kalian mau melihara orang seperti dia dalam
keluarga kalian?”
“Saya percaya sama Yuna sepenuhnya. Kamu ke
sini cuma buang-buang waktu. Lebih baik pergi saja!” pinta Kakek Nurali.
“Tapi, Kek ... yang aku omongin ini emang
bener. Yuna ...,”
BRAAAK ...!!!
Kakek Nurali menggebrak meja dan mengagetkan
semua orang. “Aku bilang, PERGI DARI SINI!” serunya.
Bellina terdiam. Ia mengedarkan pandangannya
ke seluruh ruangan. Semua orang menatapnya. Ajudan yang ada di meja makan
berbeda juga langsung menghampiri mereka. “Sialan!” maki Bellina dalam hati.
(( Bersambung ))
Terima kasih yang selalu mendukung Ye Couple. Jangan lupa kasih Star Vote
juga biar aku makin semangat nulisnya ya... I Love you double-double...
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment