Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 218 - The Power of Grandpa || a Romance Novel by Vella Nine

 



“Yun, hari ini kamu nggak ke lokasi proyek kan?” tanya Yeriko saat jam makan siang.

 

 

 

“Nggak. Kenapa?”

 

 

 

“Nggak papa. Aku khawatir aja kalau kamu harus ke lokasi. Kamu harus jaga diri dan jaga kesehatan.”

 

 

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Kamu tenang aja! Nggak usah terlalu khawatir. Di tempat  kerja sangat menyenangkan.”

 

 

 

“Baguslah.”

 

 

 

Yuna tersenyum. Ia langsung merogoh ponsel dari dalam tas karena berdering.

 

 

 

“Siapa?” tanya Yeriko.

 

 

 

“Kakek.” Yuna langsung menjawab panggilan telepon. “Halo, Kek!” sapa Yuna penuh ceria.

 

 

 

“Bisa temui Kakek?”

 

 

 

“Eh!?” Yuna menoleh ke arah Yeriko. Ia tidak mungkin menolak keinginan kakek. “Bisa, kek. Kakek di rumah?”

 

 

 

“Kakek ada di Jamoo.”

 

 

 

“Oke. Kami nyusul ke sana.”

 

 

 

“Kakek tunggu!”

 

 

 

“Siap, kek.” Yuna langsung mematikan panggilan teleponnya.

 

 

 

“Kenapa?” tanya Yeriko begitu Yuna menyimpan ponselnya kembali.

 

 

 

“Kakek nyuruh kita ke Jamoo.”

 

 

 

“Kebetulan kalau gitu. Kita sekalian makan siang di sana.” Yeriko menambah kecepatan mobilnya.

 

 

 

Yuna mengangguk. “Kira-kira, ada apa ya? Tumben banget kakek ngajak kita makan di luar.”

 

 

 

Yeriko mengedikkan bahu. “Pengen traktir kita makan kali.”

 

 

 

“Kamu masih suka makan gratisan?”

 

 

 

Yeriko menaikkan kedua alisnya. “Suka. Apalagi ditraktir sama kakek.”

 

 

 

Yuna tertawa kecil.

 

 

 

Yeriko menarik napas beberapa kali.

 

 

 

“Kamu kenapa?” tanya Yuna yang mulai menyadari kegelisahan di wajah Yeriko.

 

 

 

“Eh, nggak papa.”

 

 

 

“Kamu nervous mau ketemu kakek?” tanya Yuna sambil menahan tawa.

 

 

 

Yeriko menggeleng kecil.

 

 

 

“Halah ... ngaku aja!” goda Yuna.

 

 

 

“Huft, kamu tahu sendiri kakek itu gimana. Pasti mau bahas soal perusahaan.”

 

 

 

“Baik-baik aja kan?” tanya Yuna.

 

 

 

Yeriko mengangguk.

 

 

 

“Kalau semua baik-baik aja. Kenapa harus khawatir kayak gini?”

 

 

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Kakek nggak pernah ngajak makan di luar kalau nggak ada sesuatu di baliknya.”

 

 

 

“Hah!? Serius?”

 

 

 

Yeriko mengangguk.

 

 

 

Yuna ikut gelisah karena yang ditelepon oleh kakek adalah dirinya.

 

 

 

Beberapa menit kemudian, Yuna dan Yeriko sudah sampai di Sangri-La dan langsung masuk ke Jamoo Restaurant.

 

 

 

“Siang, Kek!” sapa Yuna begitu ia sampai di depan meja makan, tempat kakeknya sedang duduk bersama salah satu ajudannya.

 

 

 

“Siang!” Nurali menyambut kedatangan Yuna dan Yeriko dengan ramah. “Ayo, duduk!”

 

 

 

Yuna dan Yeriko duduk berdampingan di hadapan Nurali.

 

 

 

“Pelayan!” seru Nurali. Ia memanggil beberapa pelayan untuk melayaninya.

 

 

 

Usai memesan makanan, ajudan Nurali beranjak dari tempat duduknya. Bergabung dengan teman-teman ajudannya di meja lain.

 

 

 

Yuna tersenyum. Baru kali ini ia makan di luar bersama kakek. Mereka terlihat sangat mencolok karena didampingi beberapa pengawal di ruangan tersebut. Kakek Nurali adalah pensiunan jenderal dan sangat disegani di dunia militer. Tak heran jika ia selalu dikawal saat keluar dari rumah. Perasaan Yuna tidak tenang mendapat perlakuan yang sangat istimewa.

 

 

 

“Yer, Kakek perhatikan, perkembangan bisnismu tahun ini sangat cepat,” tutur Nurali membuka pembicaraan.

 

 

 

Yeriko tersenyum. “Semua berkat didikan kakek juga.”

 

 

 

Nurali tergelak. “Tapi, kamu belum pernah bergerak secepat ini.”

 

 

 

“Kakek harusnya senang kan?”

 

 

 

Nurali mengangguk-anggukkan kepala. “Kamu sudah mulai mengembangkan bisnismu semakin besar. Ke depannya, kamu akan menghadapi tantangan yang lebih besar lagi.”

 

 

 

Yeriko mengangguk sambil tersenyum.

 

 

 

“Yuna ...!”

 

 

 

“Iya, Kek.”

 

 

 

“Kamu harus belajar mengelola perusahaan!” pinta Nurali. “Sekarang, kamu bekerja di perusahaan orang lain. Pasti lebih nyaman mempelajari banyak hal baru daripada mengandalkan perusahaan suami kamu. Kakek sangat senang dengan pemikiran kamu ini. Walau bagaimanapun, perempuan harus lebih pandai menjaga aset keluarga.”

 

 

 

Yuna mengangguk.

 

 

 

“Saat sudah siap, kaku harus membantu Yeriko!” pinta Kakek lagi.

 

 

 

Yuna mengangguk. Ia menoleh ke arah Yeriko dan tersenyum manis. Asa banyak hal yang harus ia pelajari. Terlebih, perusahaan suaminya adalah perusahaan besar. Ia harus benar-benar mempersiapkan diri jika harus ikut berkecimpung di perusahaan suaminya itu.

 

 

 

“Ah, sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan!” tutur Nurali sambil menatap Yuna. “Kamu masih sangat muda. Masih banyak waktu untuk bermain-main. Kakek terlalu khawatir dengan masa depan perusahaan. Huft, usia Kakek sudah semakin tua. Kakek hanya khawatir, Yeriko akan menanggung beban seorang diri saat Kakek sudah tidak ada.”

 

“Kek, Kakek jangan bilang begitu!” tutur Yuna murung. Ia tidak bisa membayangkan jika suatu hari kakek tidak ada dan suaminya harus menghadapi masalah perusahaan seorang diri.

 

“Kakek tenang aja! Aku pasti bisa mengurus semuanya dengan mudah.”

 

“Hahaha. Ya, ya, ya. Percaya diri kamu memang sangat besar.”

 

Yuna dan Yeriko ikut tersenyum saat melihat Kakek Nurali terus tertawa.

 

“Selamat siang, Kek!” Bellina tiba-tiba sudah berdiri di belakang Yuna.

 

Kakek Nurali menengadahkan kepala menatap Bellina.

 

Yuna dan Yeriko juga ikut memutar kepalanya begitu mendengar suara yang sudah tak asing lagi di telinga mereka.

 

“Mau apa kamu ke sini? Bukannya sudah saya katakan kalau saya nggak mau ketemu sama kamu?” Kakek Nurali bertanya pada Bellina sambil menatap gelas minuman yang ada di hadapannya.

 

“Maaf, Kek. Aku terpaksa harus ikuti Kakek sampai sini. Ada hal penting yang harus aku beritahukan ke keluarga Kakek.”

 

“Oh ya? Apa itu?”

 

“Keluarga kalian sudah salah mengambil Yuna sebagai menantu. Dia bukan perempuan baik-baik seperti yang kalian lihat!”

 

Yuna dan Yeriko mengernyitkan dahi, mereka saling pandang dan kembali menatap Bellina.

 

Yeriko menopang kepala dengan telapak tangannya. Tangan satunya menahan lengan Yuna yang ingin bangkit dan melawan Bellina. “Nggak usah diladeni!” bisik Yeriko. “Kita lihat, dia mau ngomong apa di depan kakek.”

 

Yuna mengangguk kecil. Ia memilih untuk diam. Memberikan kesempatan pada Bellina untuk menunjukkan seperti apa dirinya di depan Kakek Nurali.

 

Nurali tertawa kecil. “Terus, perempuan yang baik-baik itu seperti apa? Seperti kamu yang sudah menerobos masuk ke sini dan berbicara keras tanpa melihat situasi?”

 

Bellina gelagapan. Ia tak menyangka kalau Kakek Nurali justru akan merendahkan dirinya. “Gimana bisa Yuna dapet dukungan sebesar ini dari keluarga Hadikusuma?” batin Bellina.

 

“Kek, Kakek nggak tahu aja siapa dia sebenarnya. Dia cuma ngincar harta keluarga kalian. Secara, dia nggak punya apa-apa. Bahkan, tempat tinggal aja dia nggak punya. Makanya, dia cuma bisa hidup dengan menempel ke keluarga Hadikusuma,” cerocos Bellina.

 

Mulut Yuna menganga lebar mendengar fitnah yang keluar dari mulut Bellina. Ia ingin bangkit dan memaki Bellina, namun tangan Yeriko menahan dirinya.

 

Yeriko menarik tubuh Yuna ke pelukannya, sengaja menunjukkan kemesraan di depan Bellina, membuat emosi Bellina semakin tinggi dan tidak bisa mengendalikan dirinya lagi.

 

Kakek Nurali mendengarkan semua ucapan Bellina tentang kehidupan Ayuna, cucu menantu kesayangannya itu. Ia hanya manggut-manggut menanggapi semua perkataan buruk yang ditujukan kepada Yuna.

 

“Kakek harus percaya sama aku! Aku nggak tahan lihat kejahatan dan kelicikan Yuna. Dia bahkan menipu seluruh keluarga Hadikusuma dengan berpura-pura baik,” lanjut Bellina sambil melirik Yuna yang berada dalam pelukan Yeriko.

 

“Sudah selesai bicaranya?” tanya Kakek Nurali.

 

“Eh!?” Bellina menganggukkan kepala.

 

“Boleh keluar sekarang!”

 

“Apa!?” Bellina mengerutkan keningnya. “Kek, dia itu bukan perempuan baik-baik. Kalian mau melihara orang seperti dia dalam keluarga kalian?”

 

“Saya percaya sama Yuna sepenuhnya. Kamu ke sini cuma buang-buang waktu. Lebih baik pergi saja!” pinta Kakek Nurali.

 

“Tapi, Kek ... yang aku omongin ini emang bener. Yuna ...,”

 

 

 

BRAAAK ...!!!

 

Kakek Nurali menggebrak meja dan mengagetkan semua orang. “Aku bilang, PERGI DARI SINI!” serunya.

 

Bellina terdiam. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Semua orang menatapnya. Ajudan yang ada di meja makan berbeda juga langsung menghampiri mereka. “Sialan!” maki Bellina dalam hati.

 

(( Bersambung ))

 

Terima kasih yang selalu mendukung Ye Couple. Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulisnya ya... I Love you double-double...

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas