Bellina menatap tubuh Lian yang berbaring membelakangi
dirinya. Akhir-akhir ini, Lian tidak begitu bergairah terhadap dirinya. Ia semakin membenci Yuna yang telah merenggut
perhatian Lian secara perlahan.
Bellina menarik napas perlahan, ia berbalik dan
memejamkan matanya.
“Bel ...!” Bellina tak asing dengan suara yang
memanggilnya. Ia berbalik dan mendapati seorang wanita sudah berdiri di
belakangnya.
“Yuna? Kamu ngapain di sini?”
“Menurut kamu? Apa yang bisa aku lakuin di sini?” tanya
Yuna sambil tersenyum sinis.
Bellina gemetaran mendapati tatapan Yuna yang berapi-api.
“Kenapa? Kamu takut sama aku?” tanya Yuna sambil
mendelik.
“Kenapa kamu bisa masuk ke rumah ini?” tanya Bellina.
“Kenapa nggak bisa?” tanya Yuna balik sambil menekan
tubuh Bellina ke dinding. “Apa yang kalian miliki sekarang, semuanya punyaku!
Aku bakal ngerebut semuanya kembali!” seru Yuna.
“Nggak!” Bellina menggelengkan kepala. “Kamu nggak akan
bisa ambil semuanya dari aku!”
Yuna tersenyum sinis. “Kamu udah ngambil Lian dari aku.
Kamu harus tahu gimana rasanya kehilangan dia!” seru Yuna.
Bellina menggelengkan kepala. Ia berusaha melepaskan diri
dan berlari keluar dari kamarnya.
Yuna terus mengikuti langkah Bellina.
“Li, Lian!” seru Bellina melihat Lian yang sudah
tersungkur di lantai bersimbah darah. “Apa yang udah kamu lakuin ke Lian?”
teriak Bellina sambil menatap Yuna. Ia menangis histeris sambil memeluk tubuh
Lian.
Di sudut ruangan, juga tergeletak sosok Melan dan Tarudi
yang sudah tidak berdaya.
“Kamu bunuh mereka, Yun?” Bellina mengernyitkan dahi
menatap Yuna.
“Hahaha. Aku pasti membalaskan dendam orang tuaku. Kalian
udah bunuh bunda!” seru Yuna. “Kali ini, kamu harus ngerasain kehilangan
orang-orang yang kamu sayang! Kamu harus ngerasain kehilangan segalanya!
Hahaha.”
Bellina menatap Yuna penuh kebencian. Ia bangkit dan
berusaha menyerang Yuna.
Yuna langsung mengacungkan pisau berlumuran darah yang
ada di tangannya. “Kamu udah siap mati?” Matanya mendelik ke arah Bellina.
Bellina terpaku menatap Yuna. Ia tidak mengerti kenapa
Yuna berubah menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Ia berusaha mencari
barang-barang di sekitar yang bisa ia gunakan untuk menyerang Yuna.
“Hahaha ...!” Yuna tertawa puas melihat Bellina sangat
ketakutan.
“Aku bakal ambil semuanya! Semuanya yang seharusnya jadi
milikku!” seru Yuna.
“Nggak, Yun. Kamu nggak boleh kayak gini sama aku. Aku
masih kakak kamu,” tutur Bellina pelan.
Yuna tersenyum, ia terus melangkah mendekati Bellina. Ia
terus menekan tubuh Bellina ke dinding. “Sudah selesai, Bel! Kamu bukan kakak
aku lagi!” seru Yuna sambil menghunuskan pisau ke dada Bellina.
“Aargh ...!” Bellina memejamkan mata sambil berteriak
sekuat-kuatnya. Ia tidak ingin mati di tangan Yuna. Yuna tidak bisa mengambil
semua yang sudah ia miliki.
“Bel, Bellina ...!” panggil Lian.
Bellina membuka mata, ia langsung bangkit dari tidurnya.
“Cuma mimpi? Untungnya Cuma mimpi ...”
“Kamu mimpi buruk?” tanya Lian.
Bellina mengangguk.
Lian bangkit dari tempat tidur. Bergegas mengambilkan air
minum untuk Bellina.
“Kamu mimpi apa?” tanya Lian.
“Nggak papa. Cuma mimpi,” jawab Bellina sambil memeluk
kakinya sendiri.
Mimpi kali ini benar-benar mengganggunya. Ia tidak bisa
membiarkan Yuna mengambil semua yang telah ia miliki.
Kini, Yuna sudah masuk ke keluarga Hadikusuma yang sangat
kaya. Yuna memiliki kekuatan yang sangat besar untuk membalas dendam kepada
keluarganya.
“Nggak boleh! Ini nggak boleh terjadi. Yuna nggak boleh
lama-lama ada dalam keluarga itu. Aku harus bikin Yuna keluar dari keluarga
Hadikusuma!” batin Bellina.
“Bel, kamu baik-baik aja?” tanya Lian saat melihat
Bellina tidak bergerak dan masih termenung di tempat tidur selama beberapa
menit.
Lian menghela napas. Ia bergegas pergi ke kamar mandi dan
bersiap berangkat ke kantornya.
“Bel, kamu belum siap-siap? Nggak masuk kerja?”
Bellina menggeleng kecil. “Aku nggak enak badan,”
tuturnya lemah.
“Oke. Kalo gitu, aku berangkat kerja dulu!” pamit Lian.
Ia bergegas memakai jas dan sepatunya, kemudian keluar dari kamar. Sepanjang
perjalanan, ia terus memikirkan mimpi yang menghantui Bellina. Sebelumnya,
Bellina tidak pernah setakut itu.
Bellina turun dari tempat tidur. Ia bergegas mandi dan
bersiap melakukan perlawanan. Ia harus bergerak cepat sebelum terlambat.
Sebelum Yuna benar-benar membalas dendam terhadap dirinya dan keluarganya. Ia
tidak akan membiarkan Yuna mendapatkan dukungan dan kekuatan yang besar dari
keluarga Hadikusuma.
Usai sarapan, Bellina bergegas menuju rumah besar
keluarga Hadikusuma yang berada di kawasan Virginia Regensi.
Beberapa menit kemudian, Bellina sudah sampai di depan
rumah keluarga Hadikusuma. Ia menekan klakson beberapa kali agar penjaga
membukakan pintu gerbang untuknya.
“Cari siapa, Mbak?” tanya seorang penjaga sambil
menghampiri Bellina.
“Kamu kenal sama Ayuna, kan?” tanya Bellina balik.
“Iya. Tapi, Nyonya Muda sedang tidak ada di rumah ini.”
“Aku kakak sepupunya Ayuna. Mau ketemu sama kakek,” tutur
Bellina.
“Tapi ...”
“Nggak percaya?” tanya Bellina sambil menatap penjaga
gerbang itu. “Perlu aku telepon Yuna sekarang?”
“Nggak usah, Mbak!” Penjaga gerbang tersebut membukakan
pintu gerbang lebih lebar lagi agar mobil Bellina bisa masuk ke pekarangan
rumah keluarga Hadikusuma yang sangat luas.
Bellina mengedarkan pandangannya menatap rumah bercat
putih yang sangat besar dan mewah. Ia semakin iri dengan Yuna yang telah
mendapatkan kebahagiaan dan kemewahan dari keluarga Hadikusuma.
Bellina melangkahkan kakinya menuju pintu masuk, tapi
langkahnya dihadang oleh seorang pria bertubuh kekar dengan setelan jas rapi.
“Maaf, Mbak! Cari siapa?” tanya pria tersebut.
Bellina menarik napas, ia sangat kesal karena rumah
keluarga Hadikusuma sangat sulit ia masuki. Ia harus berhadapan dengan beberapa
penjaga di rumahnya.
“Aku mau ketemu kakek Nurali,” jawab Bellina sambil
melangkah.
“Maaf, Mbak! Apa sudah ada janji?” tanya pria itu lagi
sambil menghadang tubuh Bellina.
“Aku ini kakaknya Yuna. Cucu menantunya kakek. Apa harus
buat janji dulu buat ketemu dia?”
“Maaf, Mbak! Kami tidak bisa membiarkan sembarang orang
masuk ke dalam rumah ini. Kakek tidak memberitahukan kepada kami sebelumnya
untuk menerima Anda masuk.”
“Apa!? Ribet banget sih mau masuk ke rumah ini aja?”
gumam Bellina. “Oke, bilangin sama kakek. Aku, Bellina Widya Linandar, kakak
dari Fristi Ayuna Linandar, mau ketemu sama kakek sekarang juga!”
Pria itu mengangguk. Ia bergegas masuk ke dalam rumah.
Bellina ingin melangkah mengikuti pria tersebut. Namun,
lagi-lagi langkahnya dihentikan oleh dua orang yang berjaga di pintu depan.
“Sialan banget!” maki Bellina kesal. “Ini rumah atau
penjara? Penjaganya banyak banget?” batinnya dalam hati.
Beberapa menit kemudian, pria bertubuh kekar itu keluar
dari pintu rumah dan menghampiri Bellina.
“Maaf, Mbak! Kakek tidak bisa menemui Anda.”
“Apa?” Bellina mengernyitkan dahi. “Aku ini kakaknya
Ayuna, menantunya keluarga Hadikusuma.”
“Sudah saya sampaikan. Kakek tetap tidak mau bertemu
dengan Anda. Sebaiknya, Anda segera pergi dari sini!”
Bellina membuka mulutnya lebar-lebar. Ia tak menyangka
kalau akan diperlakukan seperti ini. Bukannya bertemu dengan kakek Nurali, ia
justru diusir oleh pengawal keluarga Hadikusuma, bahkan ia belum sempat
menginjakkan kakinya ke rumah keluarga itu.
“Aku nggak terima sama perlakuan kalian yang kayak gini!”
batin Bellina sambil mengepalkan tangannya. Ia kembali masuk ke dalam mobil dan
bergegas keluar dari pekarangan rumah keluarga Hadikusuma.
Bellina menepikan mobilnya tak jauh dari rumah keluarga
Hadikusuma sambil terus memikirkan cara untuk bisa masuk ke rumah tersebut.
Beberapa menit kemudian, mobil Lincoln Limousine keluar
dari pintu gerbang. Bellina tersenyum lega, tanpa pikir panjang, ia langsung
mengikuti mobil tersebut dari kejauhan.
(( Bersambung ))
Terima kasih yang selalu mendukung Ye Couple. Jangan lupa kasih Star Vote
juga biar aku makin semangat nulisnya ya... I Love you double-double...
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment