“Ikut
aku, yuk!” ajak Yeriko sambil menatap Yuna yang sedang menyisir rambut di depan
meja riasnya.
“Ke mana?”
“Ke bawah.”
“Bentar, aku ikat rambut dulu.”
Yeriko meraih pergelangan tangan Yuna dan langsung
membawanya turun dari kamar.
“Ada apa, sih?” tanya Yuna sambil menuruni anak tangga.
“Nggak ada apa-apa. Duduk!” perintah Yeriko sambil
menunjuk sofa yang ada di ruang tamunya.
Yuna mengerutkan dahi sambil menatap Yeriko. Ia perlahan
duduk di sofa tanpa mengalihkan pandangannya. “Ini suamiku kenapa? Aneh
banget?” gumam Yuna.
Yeriko merebut sisir dari tangan Yuna dan melompat ke
atas sofa. Ia duduk di belakang Yuna dan membantu menyisir rambut istrinya.
“Yer, nyisir rambut kan bisa di kamar. Kenapa harus ke
sini sih?” tanya Yuna sambil menengadahkan kepala menatap Yeriko yang duduk di
belakangnya.
Yeriko tersenyum sambil mengecup kening Yuna. “Nurut
aja!” pintanya.
Yuna tersenyum. Ia tidak bertanya lagi dan membiarkan
Yeriko menyisir rambutnya.
“Bi, tolong bukain pintu! Ada tamu,” perintah Yeriko pada
Bibi War yang kebetulan melintas di belakang mereka.
“Eh!? Ada tamu? Kenapa nggak bilang dari tadi? Aku bisa
bukain pintu.”
“Kamu diam aja di sini!” pinta Yeriko sambil menahan
pundak Yuna agar tidak bergerak dari tempatnya.
“Baik, Mas.” Bibi War bergegas menuju pintu.
Yeriko terus memerhatikan pintu rumahnya, menunggu tiga
orang yang berdiri di halaman rumahnya itu masuk.
“Yun, kamu hitung sampai sepuluh!” perintah Yeriko.
“Eh!?” Yuna melongo mendengar permintaan Yeriko.
“Hitung mundur dari sepuluh!”
“Sepuluh ... sembilan ... delapan ... tujuh ... enam ...
lima ... empat ....”
“Tiga ... dua ... satu ...” Yeriko langsung menjentikkan
jari. Tiga orang yang ia tunggu sudah berdiri di depan pintu rumah Yeriko.
“Kamu tahu kalau mereka mau datang?” tanya Yuna sambil
menengadahkan kepalanya menatap Yeriko.
Yeriko mengangguk kecil. “Mereka sudah ada di depan sejak
dua puluh menit yang lalu.”
“What!? Kenapa nggak kamu suruh masuk?”
“Biar mereka tahu kalau masuk ke rumah ini nggak mudah,”
jawab Yeriko sambil tersenyum sinis.
Yuna terdiam. Ia langsung menoleh ke arah Yulia dan dua
orang yang bersamanya. “Mereka orang tua Yulia?”
“He-em.” Yeriko mengangguk kecil.
“Aku harus gimana?” tanya Yuna dengan jantung berdebar.
“Diam dan senyum. Cukup,” jawab Yeriko singkat.
Yuna mengangguk, ia mengerti maksud suaminya itu.
Yeriko tersenyum kecil. Ia menyisir rambut Yuna penuh
kelembutan. Ia sengaja mengacuhkan kehadiran Yulia dan orang tuanya.
“Selamat sore, Pak Yeri!” sapa Agung dengan ramah.
Ratih ikut menunduk hormat dan tersenyum ke arah Yeriko.
Yeriko masih enggan menyapa tiga orang yang berdiri di
hadapannya.
Yulia
menatap Yuna penuh kebencian. Ia merasa, Yeriko sengaja menunjukkan kemesraannya.
“Mmh ... ini, kami bawakan oleh-oleh untuk Pak Yeri dan
istri. Semoga suka dengan oleh-oleh yang kami bawakan.” Ratih meletakkan
beberapa paper bag ke hadapan Yuna.
Yuna hanya tersenyum. Ia tidak tahu bagaimana harus
bersikap di saat seperti ini.
Agung memerhatikan wajah Yuna. Ia merasa, wajah Yuna
sangat familiar. “Sebenarnya dia siapa? Kenapa mirip sekali dengan ...?” Ia
sibuk berdialog dalam hati. Merasa bahwa Yuna bukanlah orang biasa.
“Angkuh banget! Mentang-mentang kaya, memperlakukan orang
lain seenaknya,” gumam Yulia.
Agung langsung menoleh ke arah Yulia yang berdiri di
sampingnya.
“Pak Ye, atas nama puteri saya. Saya meminta maaf karena
telah berbicara lancang kepada Pak Yeri!” Agung membungkukkan badannya di
hadapan Yeriko.
Yeriko hanya tersenyum kecil sambil mengikat rambut Yuna.
“Anda sudah tahu kesalahan puteri Anda ini apa?” tanya Yeriko dingin.
Agung menarik napas sambil menundukkan kepala. “Saya
tahu, sikap anak saya memang sudah keterlaluan. Sudah merendahkan keluarga Pak
Yeri. Saya janji, akan memberikan pelajaran untuk puteri saya!”
“Puteri Anda, bukan cuma mengatakan saya miskin. Tapi
juga sudah menuduh istri saya berselingkuh dengan tunangannya dia.”
Agung membelalakkan mata dan langsung menatap Yulia.
“Kamu bener ngelakuin itu?”
“Aku nggak bilang dia selingkuh. Aku cuma bilang kalau
dia godain Andre terus, Pa!” sahut Yulia.
“Apa bedanya?” tanya Yeriko. “Kamu bilang ke semua orang
kalau Yuna yang godain Andre!” sentak Yeriko. “Jelas-jelas Andre yang selalu
ngejar-ngejar Yuna. Kamu bisa lihat sendiri Porsche yang ada di garasi itu
punya siapa. Punya Andre. Dia bahkan mempertaruhkan mobilnya untuk mendapatkan
istriku.”
“Andre itu masih muda. Dia juga sukses dan tampan. Dia
nggak mungkin mau sama istri orang kalau perempuannya nggak kecentilan gangguin
dia duluan,” sahut Yulia kesal.
“Kamu!?” Yuna mendelik sambil menunjuk wajah Yulia.
Yeriko menahan bahu Yuna agar tidak bergerak dari tempat
duduknya.
“Yul, kamu jangan nambah masalah!” pinta Agung berbisik.
“Lebih baik, kamu minta maaf!”
“Aku nggak mau minta maaf! Aku nggak salah, Pa!” sahut
Yulia.
Agung hampir kehilangan wajah di depan Yeriko. Sikap
Yulia benar-benar membuatnya malu.
“Kamu ke sini malah cari masalah sama kami!?” Yeriko
menunjuk wajah Yulia sambil menahan geram.
“Bibi, panggilkan satpam di depan!”perintah Yeriko pada
Bibi War.
Bibi War mengangguk dan langsung bergegas pergi. Tak
butuh waktu lama untuk membawa dua satpam rumahnya itu masuk.
“Pak Ye, tolong maafin sikap puteri saya!” pinta Agung.
“Pak, tolong bawa mereka keluar dari rumah ini!” pinta
Yeriko pada dua orang satpam yang bertugas.
“Pak Ye, tolong beri kami kesempatan!”
“Kami merasa sangat bersalah karena tidak bisa mendidik
anak kami dengan baik. Kami minta maaf, Pak Ye ...”
Agung dan Ratih merosot ke lantai. Mereka berlutut si
hadapan Yeriko.
Yulia melihat ke langit-langit ruangan. Ia merasa dirinya
tidak bersalah. Untuk apa dia meminta maaf pada Yuna dan Yeriko.
“Yulia, cepet minta maaf sama Pak Yeri!” pinta Agung.
“Pa, aku nggak salah. Buat apa minta maaf. Emang
kenyataannya kayak gitu. Aku tahu semuanya dari Bellina. Bahkan, Yuna juga
godain tunangannya Bellina sampai sekarang.”
Yuna melongo mendengar ucapan Yulia. “Kamu nggak tahu
apa-apa. Jangan asal ngomong!” sentak Yuna.
Yulia terdiam menghadapi Yuna yang penuh amarah.
Yeriko merangkul leher istrinya dengan mesra. “Jangan
marah-marah, Sayang!” pintanya berbisik. “Ntar cantiknya luntur,” ucapnya
sambil mengecup pelipis Yuna.
Pandangan Yeriko beralih pada Yulia dan kedua orang
tuanya. Ia kini mengerti kenapa Yulia tiba-tiba menyerang istrinya. “Oh, kamu
kayak gini karena dipengaruhi sama Bellina? Sebaiknya, kamu lebih berhati-hati
dan tidak mudah terpengaruh omongan orang!”
Pak Agung menatap wajah Yulia, ia memberi isyarat agar
puterinya segera meminta maaf pada Yeriko.
“Pak Agung, saya sarankan untuk Anda lebih berhati-hati
lagi dalam menjaga puteri Anda. Jangan sampai tertipu oleh kejahatan dan
kebohongan Bellina. Sepertinya, puteri Anda sudah diperalat oleh dia.”
“Baik, Pak. Terima kasih atas sarannya. Kami pasti akan
memberi dia pelajaran. Mohon, maafkan kami dan sikap puteri kami!” Agung
menunduk hormat.
Yeriko sama sekali tidak tersentuh melihat ekspresi wajah
Yulia yang masih saja merasa tidak bersalah.
“Pak, bawa mereka keluar dari rumah ini!” pinta Yeriko
pada satpam yang masih menunggu perintah Yeriko selanjutnya.
Dua orang satpam itu langsung meraih lengan Agung dan
Yulia, membawanya keluar dari rumah Yeriko.
“Maaf, Pak!” Satpam tersebut menarik lengan Agung agar
bangkit dan membawanya keluar.
“Pak Ye, tolong maafkan kami!” Agung terus menoleh ke
belakang, melihat ekspresi wajah Yeriko yang begitu dingin. Ia tidak berhasil
membuat suasana hati Yeriko membaik, sikap anaknya justru memancing kemarahan
Yeriko lebih besar lagi.
(( Bersambung ))
Terima kasih yang selalu mendukung Ye Couple. Jangan lupa kasih Star Vote
juga biar aku makin semangat nulisnya ya... I Love you double-double...
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment