Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 215 - Tamparan Keras || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yulia, apa yang sudah kamu lakuin di luar sana?” tanya Agung begitu puterinya kembali ke rumah.

 

“Aku nggak bikin apa-apa,” jawab Yulia santai.

 

“Kamu masih bilang nggak bikin apa-apa, hah!? Galaxy bisa dengan mudah mengakuisisi perusahaan keluarga kita karena sikap kamu.” Ratih, mama Yulia angkat bicara.

 

“Sikap aku yang mana?”

 

“Apa yang udah kamu bikin di acara ulang tahun istri walikota? Andre sudah menceritakan semuanya dan membatalkan perjodohan kalian.”

 

“Apa? Ngebatalin perjodohan?” Yulia mengernyitkan dahi. “Nggak mungkin. Ma, perjodohanku sama Andre nggak boleh batal. Please, bantu aku, Ma!”

 

“Kamu udah bikin malu keluarga. Bisa-bisanya kamu bikin kekacauan di pesta orang penting. Sekarang, Galaxy sudah mengambil alih semua perusahaan kita. Kalau bukan karena ulah kamu. Proses negosiasi perusahaan kita masih berjalan sampai sekarang. Kita nggak akan jadi seperti ini!” seru Ratih.

 

“Ma, aku nggak ngapa-ngapain. Dia memang licik banget. Aku nggak akan diam aja! Aku bakal balas dia.”

 

“Mau balas gimana? Penghindaran pajak perusahaan keluarga kita sudah diselidiki. Kamu tahu, kita bukan Cuma kehilangan saham perusahaan. Tapi juga harus membayar dalam jumlah yang sangat besar,” tutur Ratih sambil mendelik ke arah Yulia.

 

“Ma, aku nggak pernah ngurusin pajak perusahaan. Jadi, hal ini nggak ada hubungannya sama sekali sama aku!” sahut Yulia kesal.

 

“Kalau kamu nggak cari gara-gara sama Direktur Galaxy, semua nggak akan seperti ini!”

 

“Aku nggak tahu apa-apa,Ma. Yeriko bisa nyelidiki kasus pajak di Duta Group, itu karena dia berkolusi sama walikota!” tutur Yulia kesal. Ia tidak terima karena kedua orang tua justru menyalahkannya terus menerus.

 

 

 

PLAK ...!

 

Telapak tangan Ratih langsung mendarat di pipi Yulia. “Anak kurang ajar! Mama besarin kamu sampai bisa kayak gini, buat apa? Buat ngancurin keluarga kamu sendiri, hah!?”

 

Seumur hidupnya, Yulia tidak pernah ditampar oleh mamanya sendiri. Kali ini, Yulia benar-benar membenci mamanya sendiri. Ia tidak terima karena menjadi satu-satunya orang yang disalahkan dalam masalah ini.

 

“Ma, penghindaran pajak itu bukan aku yang buat. Itu semua keputusan Papa. Kalau aja Papa bisa jujur, semua nggak akan seperti ini!” seru Yulia dengan mata berkaca-kaca.

 

 

 

PLAK  ...!!!

 

Tangan Ratih kembali mendarat di pipi Yulia. “Papa kamu ngelakuin ini semua buat keluarga. Buat kamu!” sentaknya. “Masih aja nggak tahu diri!”

 

“Udah, Ma. Nggak ada gunanya Mama mukulin Yulia!” Agung menengahi pertengkaran istri dan anaknya.

 

Yulia dan mamanya saling pandang penuh kebencian.

 

Agung menarik napas panjang. “Lebih baik, kita pikirkan gimana minta maaf sama Pak Yeri.”

 

“Pak Yeri? Dia masih muda, Pa. Papa manggil dia ‘Pak’? Yeriko itu nggak pantas buat dihormati. Papa nggak bisa kayak gini!?” protes Yulia.

 

“Yulia!” sentak Agung. “Kamu ngerti etika sedikit atau nggak? Papa sekolahin kamu jauh-jauh, ini hasilnya?”

 

Yulia semakin kesal mendapati makian dari kedua orang tuanya.

 

“Kita nggak punya pilihan lain. Kita harus minta maaf sama dia!” pinta Agung.

 

“Pa, aku nggak sudi minta maaf sama dia!” tegas Yulia.

 

“Di saat seperti ini, kamu masih bisa mikirin diri kamu sendiri? Semua ini karena ulah kamu juga. Kalau bukan karena kamu, Yeriko nggak akan ambil alih perusahaan kita secepat ini!” Agung menatap kesal ke arah Yulia.

 

Agung menarik napas beberapa kali. Ia khawatir tidak bisa mengendalikan emosinya dan justru akan menyakiti puterinya.

 

“Ma, kamu siapin hadiah sebagai permintaan maaf!” pinta Agung pada istrinya. “Kamu, ikut kami ke rumah Yeriko!” pintanya sambil menatap Yulia.

 

Yulia terdiam. Ia tidak menolak, juga tidak mengiyakan perintah papanya. Pikirannya semakin kacau. Ia tidak bisa mendapatkan Andre, keluarganya juga dibuat berantakan oleh Yeriko. Kini, ia mengerti kenapa Yeriko begitu disegani dan ditakuti oleh para pebisnis besar di kota ini.

 

Ratih dan Agung menyiapkan banyak hadiah sebagai permintaan maafnya kepada Yeriko. Setelah semuanya siap, mereka bergegas pergi menuju rumah villa Yeriko.

 

“Semoga aja, Yeriko mau maafin keluarga kita. Setidaknya, Papa masih bisa ikut mengelola perusahaan walau sudah diambil alih,” tutur Ratih saat mereka sudah tiba di depan halaman rumah Yeriko.

 

Agung menarik napas panjang. “Semoga, Ma!”

 

Mereka bergegas keluar dari mobil.

 

Yulia tetap memasang wajah tak bersahabat. Ia merasa, harga dirinya begitu terinjak karena harus meminta maaf pada Yeriko dan istrinya.

 

“Pa ...!” Ratih menyenggol lengan Agung sambil menengadahkan kepalanya. Matanya tertuju pada sosok Yeriko yang berdiri di atas balkon. Menatap mereka tanpa ekspresi.

 

Agung dan Yulia ikut menatap Yeriko.

 

“Selamat sore, Pak Ye!” Agung menunduk hormat kepada Yeriko yang sedang menatapnya.

 

Yeriko melipat kedua tangan sambil menatap tiga orang yang berdiri di halaman rumahnya. Ia tak membuka mulut sedikitpun. Mata dan wajahnya membeku, membiarkan tiga orang tersebut berdiri di bawah terik matahari.

 

Yeriko melirik arloji di tangannya. Terik matahari jam empat sore cukup untuk memberi mereka kehangatan selama dua puluh menit. Yeriko tersenyum sinis dan masuk ke rumahnya.

 

“Ma, lihat! Dia sombong banget. Kita udah lima belas menit berdiri di sini, dia cuma ngelihatin kita aja. Bahkan, salam papa aja nggak dihiraukan. Kulitku udah gosong kayak gini,” omel Yulia.

 

“Diam, Yul!” pinta Agung. “Kita nggak boleh pergi sebelum dia menerima permintaan maaf keluarga kita.”

 

“Pa, kenapa dia belum keluar juga?” tanya Ratih. Ia mulai cemas karena pintu rumah Yeriko tak kunjung terbuka.

 

“Sabar, Ma. Kita harus menunjukkan kalau kita memang bersungguh-sungguh meminta maaf pada keluarga Yeriko.”

 

“Udahlah, Pa. Aku males harus kayak gini. Kenapa sih Mama sama Papa mau menjatuhkan harga diri buat dia?” tutur Yulia.

 

“Yulia, kami ngelakuin ini buat kamu juga. Kamu mau keluarga kita bener-bener jatuh miskin? Jadi gembel di jalanan?” sahut Agung sambil menatap Yulia.

 

Yulia menggelengkan kepala.

 

“Selama ini, papa kamu bekerja keras membangun sebuah perusahaan, supaya kita semua bisa hidup layak dan bahagia. Kamu malah menghancurkan perusahaan papa kamu gara-gara kelakuan kamu ini.”

 

Yulia terdiam. Ia tak memiliki pilihan lain selain menuruti perkataan kedua orang tuanya. Sebenarnya, ia muak berada di depan rumah Yuna dan Yeriko. Apalagi harus masuk dan meminta maaf.

 

“Pa, lihat! Ada yang lagi bukain pintu,” tutur Ratih sambil menatap pintu rumah Yeriko yang terbuat dari kaca.

 

“Ayo, Ma!” Agung mengajak Ratih dan Yulia melangkah menuju pintu rumah Yeriko.

 

Mereka akhirnya bisa bernapas lega karena pintu rumah Yeriko terbuka dan mau menerima kehadiran mereka. Bagi Agung, asal sudah bisa masuk ke rumah Yeriko, ia memiliki kesempatan baik untuk meminta maaf atas nama puterinya.

 

Yulia menarik napas. Ia mengikuti langkah kedua orang tuanya tak bersemangat. Ini adalah hal paling memalukan yang ia lakukan seumur hidup. Ia sama sekali tak menyangka kalau akan bertemu dengan orang sekuat Yeriko. Bahkan semua orang, mengenalnya sebagai.

 

(( Bersambung ... ))

 

Awal bulan nih, semua balik ke nol lagi. Dukung terus cerita ini dengan cara kasih Star, hadiah atau review ya. Kasih peluk_kiss juga boleh, biar aku makin semangat bikin cerita yang lebih seru dan lebih manis lagi. Jiayou!

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas