“Jhen,
ibu itu tahu dari mana ya kalo aku punya masalah sama rahimku ya?” tanya Yuna
sambil menatap kartu nama yang ada di tangannya.
“Temen
mama mertua kamu kali, Yun.”
“Mama
nggak akan nyebarin gosip ke mana-mana.”
Jheni
mengedarkan pandangannya. Ia menangkap tubuh Bellina yang sedang berbincang
dengan seorang ibu yang memberikan kartu kepada Yuna. Ia perlahan mendekatkan
tubuhnya hingga bisa menangkap pembicaraan Bellina dengan baik.
Jheni
menarik napas dalam-dalam. Dugaannya benar, Bellina yang menyebarkan rumor
kalau Yuna tidak bisa memiliki anak. Ia geram melihat tingkah Bellina yang
sengaja menyebarkan rumor ke para tamu tentang kondisi Yuna.
“Heh!?
Tukang gosip!” sentak Jheni sambil menarik pundak Bellina agar berbalik ke
arahnya.
Bellina
langsung berbalik dan menatap Jheni yang berdiri di belakangnya. “Oh ...
sahabatnya Yuna kan? Pasti kamu lebih tahu kondisi Yuna yang sebenarnya. Apa
bener dia mandul? Kenapa sampai sekarang masih belum hamil juga?”
Jheni
gelagapan mendengar pertanyaan Bellina. “Kamu jangan ngomong macem-macem! Kata
siapa Yuna nggak bisa hamil?”
Bellina
tersenyum sinis. “Masalah kayak gini nggak bisa disembunyikan. Bukannya, Yuna
lagi program hamil? Dia pasti bakal ngelakuin banyak cara supaya bisa hamil,
kan?”
“Belum
hamil bukan berarti nggak bisa hamil!” tegas Jheni.
“Ya
udah sih, lebih baik bilang aja ke semua orang kalau Yuna memang lagi program
buat cepet hamil. Siapa tahu, ada banyak orang yang bisa bantu. Sebagai
sahabat, kamu harusnya peduli kan?”
“Mulutmu
rombeng banget sih?” Jheni menatap sengit ke arah Bellina. “Sama murahnya kayak
badanmu!”
“Kamu
...!?” Bellina menunjuk wajah Jheni dengan jari telunjuknya.
“Apa!?”
Jheni semakin menantang Bellina untuk berkelahi. “Kalo mau ngata-ngatain orang,
ngaca dulu!” sentak Jheni.
Yuna
langsung meletakkan gelas jusnya ke meja dan menghampiri Jheni yang terlihat
akan berkelahi dengan kakak sepupunya.
“Jhen
...!” Yuna menarik lengan Jheni agar menghentikan perdebatannya dengan Bellina.
“Nggak usah diladeni!” pinta Yuna.
Bellina
tersenyum sinis. “Kenapa? Kamu takut kalau semua orang tahu, istri Tuan Ye yang
terhormat ini nggak bisa ngasih keturunan alias mandul?”
Yuna
mengeratkan gigi dan bibirnya. Ia menatap tajam ke arah Bellina. “Bukan urusan
kamu!” sentaknya.
“Jelas
jadi urusan aku, dong. Aku peduli sama kamu. Makanya, aku carikan orang
sebanyak mungkin yang bisa bantu kamu. Kalau mandul, masih bisa program bayi
tabung kan?”
Yuna
terdiam. Ia tidak bisa mengingkari kalau ia butuh banyak referensi untuk
mendukung program kehamilannya. Tapi, ia juga merasa sakit ketika Bellina
menyebutnya mandul. Ia masih bisa memiliki seorang anak, bukan seorang wanita
yang mandul.
“Bel,
aku nggak mandul. Kamu jangan nyebarin gosip aneh-aneh!” pinta Yuna.
Bellina
tersenyum sinis. “Nggak bisa hamil, apa namanya kalo bukan mandul?”
“Aku
masih bisa hamil. Yang bilang aku nggak bisa hamil siapa?” tanya Yuna balik.
“Kamu jangan suka mengada-ngada ya!”
“Kalo
bisa hamil, buat apa kamu nerima kartu rumah sakit infertilitas itu? Mau
program bayi tabung?”
“Emang
kenapa? Masalah buat kamu?”
Bellina
tertawa kecil. “Yuna, Yuna … kamu harusnya udah mulai sadar kamu ini siapa.
Nggak cocok jadi keluarga Hadikusuma. Kamu nggak bisa ngasih keturunan.
Sebentar lagi, bakal didepak sama keluarga Yeriko.”
“Kata
siapa? Aku nggak seburuk kamu, Bel. Yang ngelakuin semua cara demi dapetin
harta keluarga Wijaya. Suatu saat, kamu bakal dapet balasan atas semua yang
udah kamu lakuin ke aku selama ini!” Yuna meninggikan nada suaranya.
“Kamu
pikir aku takut sama ancaman kamu? Kalo nggak dipungut sama Yeriko, kamu Cuma
gembel di jalanan. Nggak usah ngancam-ngancam aku!”
“Heh,
jaga mulutmu, Bel!” Jheni mendorong pundak Bellina. “Kamu nggak sadar lagi
berhadapan sama siapa?”
Rullyta
dan Yana yang melihat perselisihan antara Bellina dan Yuna, langsung bergegas
menghampiri Yuna.
“Ada
apa ini?” tanya Rullyta.
“Dia
tuh, Tante!” Jheni menunjuk Bellina dengan dagunya. “Nggak ada bosen-bosennya
cari masalah sama Yuna.”
“Bel,
kamu masih gangguin Yuna terus? Jangan bikin kesabaran kami habis!” pinta
Rullyta.
“Tante,
aku nggak gangguin Yuna sama sekali. Aku cuma ngomong apa adanya. Menantu
kesayangan Tante ini mandul, nggak bakal bisa ngasih keturunan buat Yeriko.
Emangnya, mau pelihara menantu nggak berguna kayak gini!”
“Jaga
mulutmu, Bel!” sentak Jheni. “Pengen kusobek bener ini mulut,” ucapnya geram.
“Yuna
bisa hamil dan bakal ngasih keturunan buat Yeriko. Kamu nggak perlu ikut sibuk
ngurusin dia. Lebih baik, kamu urus dirimu sendiri dengan baik!” tutur Rullyta
sambil tersenyum penuh arti.
“Bener
banget! Lebih baik, kamu fokus urus bayi yang ada dalam perut kamu itu. Jangan
keseringan gangguin Yuna, kualat baru tahu rasa!” Jheni menjulurkan lidahnya ke
arah Bellina.
“Kalian
berkomplot buat nyerang aku?”
“Kami
bakal belain Yuna sampai titik darah penghabisan. Aku nggak akan biarin kamu
menindas Yuna lagi!” tegas Jheni. “Selama ini, kamu masih belum puas sama apa
yang udah kamu lakuin ke Yuna, hah!?”
“Aku
nggak akan puas sebelum lihat dia bener-bener menderita,” bisik Bellina di
telinga Jheni.
Jheni
melebarkan kelopak matanya. Ia sangat mengetahui bagaimana keluarga Bellina
memperlakukan Yuna sebelum akhirnya Yuna bisa pergi ke luar negeri.
“Kali
ini, aku nggak akan ngebiarin kamu nyakitin Yuna!” tegas Jheni sambil mendorong
pundak Bellina.
Bellina
tertawa kecil. “Kalian berdua ino cocoknya jadi preman pasar. Di tempat seperti
ini, kamu masih aja berani main kasar.”
“Kami
nggak akan main kasar kalau kamu nggak cari gara-gara duluan!” tegas Rullyta.
“Kamu nggak tahu lagi berhadapan sama siapa? Kalau sampai terjadi apa-apa sama
Yuna. Aku bikin perhitungan sama kamu!”
Belina
menatap empat wanita yang berdiri di depannya. Ia semakin membenci Yuna karena
perhatian dan dukungan semua orang mengarah pada Yuna.
“Ada
apa ini?” tanya Yeriko. Ia merangkul pinggang Yuna dengan mesra.
“Nggak
ada apa-apa,” sahut Bellina.
“Heh,
kamu tadi abis ngata-ngatain Yuna. Sekarang bilang nggak papa. Dasar penjilat!”
Jheni langsung memaki Bellina.
“Kenapa
kamu masih aja menindas Yuna?” tanya Yeriko dingin.
“Aku
nggak menindas dia. Aku cuma mau dia sadar kalo dia itu nggak pantes buat kamu.
Emangnya kamu mau hidup selamanya sama perempuan yang nggak bisa ngasih
keturunan buat kamu?”
Yeriko
tersenyum kecil. “Bisa ngasih keturunan atau nggak. Cintaku sama dia nggak akan
berubah!” tegasnya.
Yuna
terharu mendengar ucapan Yeriko. Ia tak menyangka kalau suaminya yang begitu
sempurna, bisa menerima dirinya yang memiliki banyak kekurangan.
“Jangan
ganggu Yuna lagi! Lebih baik, kamu fokus ngurusin bayi yang ada di dalam perut
kamu!” pinta Yeriko.
Rullyta
menatap perut Bellina. “Kamu hamil? Bukannya kamu belum nikah?”
Bellina
terdiam. Ia tidak bisa menjawab apa-apa ketika semua mata tertuju padanya.
Rullyta
tersenyum sinis. “Daripada kami sibuk ngurusin masalah kehamilan Yuna, lebih
baik kamu urus anak kamu itu dengan baik!”
Bellina
menundukkan kepala, ia menahan air mata dan rasa malunya karena dipermalukan di
depan umum.
(( Bersambung ... ))
Awal bulan nih, semua balik ke nol lagi. Dukung terus cerita ini dengan
cara kasih Star, hadiah atau review ya. Kasih peluk_kiss juga boleh, biar aku
makin semangat bikin cerita yang lebih seru dan lebih manis lagi. Jiayou!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment