Yuna
dan Yeriko langsung menjadi pusat perhatian begitu mereka turun dari mobil.
Yeriko
menggandeng tangan Yuna dengan mesra, memasuki venue perlahan.
Yuna
menyunggingkan senyum manisnya kepada semua orang yang menatap kehadiran
mereka.
“Yer,
kenapa semua orang lihatin kita?” bisik Yuna.
“Nggak
papa. Nanti juga terbiasa diperhatikan.” Yeriko tersenyum ke arah Yuna. Ia
sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, berbeda dengan istrinya yang lebih
memilih untuk bersembunyi dari keramaian dan tidak terbiasa menjadi pusat
perhatian banyak orang.
Yuna
tersenyum, ia langsung menghampiri Bunda yana yang berdiri di antara tamu-tamu
yang sudah datang di pesta tersebut.
“Halo
... Bunda!” sapa Yuna sambil menghampiri Bunda Yana.
“Halo,
cantik! Udah dari tadi datangnya?” balas Bunda Yana, ia tersenyum ramah dan
mengajak Yuna bersalaman pipi.
“Selamat
ulang tahun, Bunda!” tutur Yeriko sambil mengulurkan tangannya.
“Iya.
Makasih!” Bunda Yana menyambut uluran tangan Yeriko.
“Selamat
ulang tahun ya, Bunda. Semoga sehat selalu, diberi umur yang bermanfaat dan
makin disayang sama suami,” tutur Yuna sambil menyodorkan hadiahnya ke hadapan
Yana.
“Ah,
kamu repot-repot sekali. Makasih banyak ya, anak Bunda yang cantik!”
Yuna
tersenyum sambil menganggukkan kepala.
“Yana,
selamat ulang tahun!” Rullyta tiba-tiba datang dan langsung menghambur ke
pelukan Yana.
“Makasih,”
sahut Yana sambil membalas pelukan Rullyta.
“Ini
hadiah buat kamu. Kamu suka hadiah yang kecil kayak gini kan?” Rullyta
memberikan sebuah kotak kecil yang hanya berukuran lima sentimeter persegi.
“Ah,
kamu bisa aja,” tutur Yana sambil tersenyum menatap Rullyta.
Yuna
tersenyum melihat kehangatan pertemanan mama mertua dengan sahabatnya itu.
Semua
orang menatap Rullyta dan Yuna yang berdiri di sebelah Yeriko. Berbincang
hangat dengan istri walikota.
Di
saat yang sama, Lian dan Bellina juga datang ke acara perjamuan tersebut. Yuna
menarik napas, ia langsung memeluk lengan Yeriko dan tidak ingin sama sekali
berhubungan dengan Bellina.
“Yer,
kita ke sana yuk!” bisik Yuna sambil menunjuk meja prasmanan yang berisi banyak
makanan enak.
Yeriko
mengangguk.
“Bunda,
aku ke sana dulu ya!” pamit Yuna.
“Iya.
Banyak makanan enak. Makan apa aja yang kamu suka!”
Yuna
mengangguk sambil tersenyum manis. Ia berbalik sambil menggandeng tangan
Yeriko. Ia melangkah perlahan sambil mengangkat dagu penuh percaya diri dan
bersikap seolah tidak melihat Bellina yang berpapasan dengannya.
Ke
mana pun Yuna melangkah, semua mata tertuju padanya. Berparas cantik, memiliki
tubuh yang indah dan mengenakan pakaian yang berkelas. Siapa yang bisa
melewatkannya begitu saja.
Yeriko
tersenyum, ia sangat mengerti kalau Yuna sedang berusaha menghindari konflik
dengan sepupunya.
Yuna
langsung menatap Jheni dan Chandra yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Ia
melambaikan tangan ke arah Jheni.
Jheni
balas melambaikan tangannya dan menghampiri Yuna yang sedang bersama dengan
Yeriko.
“Udah
lama, Yun?” tanya Jheni sambil menghampiri Yuna.
Yuna
mengangguk. “Kenapa nggak bilang kalau ke sini juga? Kalo tahu, kita bisa
berangkat bareng.”
Jheni
tersenyum sambil menatap Yuna. “Chandra ngajakin aku ke sini, mendadak banget.
Aku nggak sempat kabarin kamu.”
“Hihihi.
Iya juga, sih. Aku juga dapet undangannya baru tadi sore.”
Yeriko
tersenyum menatap Yuna dan Jheni. Ia membiarkan keduanya berbincang. Ia
mengajak Chandra berbincang dengan beberapa pejabat dan pengusaha lain yang
diundang ke acara tersebut.
Jheni
meraih segelas anggur merah yang ada di atas meja. “Kamu nggak minum alkohol
Yun?”
Yuna
menggelengkan kepala. “Aku lagi program hamil. Jadi, nggak bisa minum alkohol.”
“Oh
ya? Berarti, bentar lagi aku bakal punya keponakan dong?”
Yuna
tersenyum menanggapi pertanyaan Jheni. “Doain ya!”
“Mmh
... Yeriko pasti bakal makin sayang sama kamu.”
“Iya,
Jhen. Dia mulai protective banget.”
“Pasti
karena khawatir, Yun. Tahu sendiri Yeriko gimana. Saking cintanya sama cewek
aneh satu ini.”
“Iih
… kamu ngatain aku apa!?” dengus Yuna.
“Cewek
aneh.”
“Bukannya
kamu yang aneh?”
“Kok,
aku?”
“Sering
diajak jalan sama Chandra tanpa status yang jelas, tapi mau aja. Aneh kan?”
Jheni
memonyongkan bibirnya. “Siapa sih yang bisa nolak kalo diajak jalan sama
gebetan?”
“Makanya,
buruan dijadiin, Jhen!”
“Iih
… Kok aku sih, Yun?”
“Terus?”
“Harusnya
Chandra dong yang nembak aku. Masa aku duluan yang nyatain cinta ke dia?”
“Emansipasi,
Jhen.”
“Nggak
ah.” Jheni mengedikkan bahu.
“Daripada
di-PHP mulu?”
“Ah,
udahlah. Semuanya butuh proses. Mungkin, dia belum bisa move on sepenuhnya dari
Amara.”
“Hmm
… Amara lagi, Amara lagi,” desis Yuna.
Jheni
hanya tersenyum kecil. Bisa menemani Chandra saja sudah membuatnya bahagia.
Walau belum ada status yang jelas di antara mereka. Ia ingin, Chandra
benar-benar bisa melepaskan masa lalunya dan tidak perlu hidup dalam
bayang-bayang Amara.
“Hai
…!” sapa salah seorang wanita bertubuh tinggi yang tiba-tiba menghampiri Yuna.
“Hai,
juga!” balas Yuna sambil tersenyum manis.
“Istrinya
Pak Ye ya?”
Yuna
mengangguk.
“Perkenalkan,
saya Arita, salah satu pengusaha real estate di kota ini.” Ia mengulurkan
tangan ke hadapan Yuna.
Yuna
tersenyum sambil membalas uluran tangan Arita. “Yuna,” tuturnya memperkenalkan
diri.
“Wah,
seneng banget bisa ketemu sama istrinya Pak Ye di sini. Suami saya, sering
banget nyeritain kalian. Yeriko, masih muda sudah jadi pengusaha sukses. Punya
istri yang sangat cantik seperti ini.”
“Ah,
Ibu terlalu berlebihan. Saya biasa saja, kok.”
“Eh,
ini kartu nama buat kamu.” Arita menyodorkan kartu nama ke arah Yuna.
Yuna
mengangguk. Ia meraih kartu tersebut dari tangan Arita dan membaca kartu nama
sebuah rumah sakit infertilitas.
“Semoga,
ini bisa sedikit membantu kamu agar segera mendapatkan anak.”
Yuna
tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Terima kasih, Bu!”
“Nggak
perlu sungkan! Eh, saya temui Ibu Walikota dulu. Kalian, selamat menikmati
hidangannya!”
Yuna
mengangguk. “Terima kasih, Bu.”
Arita
berlalu pergi, ia melangkah menghampiri Yana yang dikerumuni beberapa orang.
“Yun,
enak ya jadi istrinya Yeriko? Semua orang kenal sama kamu.” Jheni menatap Yuna
sambil tersenyum.
“Huft,
ada enaknya, ada nggak enaknya juga.”
“Eh,
si Lutfi nggak diundang ke sini? Aku nggak ada lihat dia atau Icha.”
“Mungkin
dia masih di luar kota. Tahu sendiri, Lutfi selalu sibuk ngurusin villa-nya
yang tersebar di mana-mana.”
“Hahaha.
Iya juga, sih.Dia lebih sibuk dari Yeriko.”
“Dia
sibuknya asyik, jalan-jalan bareng selebgram atau model yang dia endorse. Bikin
kepala si Icha cenat-cenut.”
“Oh
ya? Icha masih cemburu?”
“Kayaknya
sih gitu. Wajar sih. Apalagi si Lutfi juga ramah banget sama cewek-cewek cantik
itu. Kalo aku jadi dia, aku juga nggak bakal tenang.”
“Berarti,
hatinya Icha kuat banget,” sahut Jheni.
“Tetep
kamu yang paling kuat, Jhen. Kuat di-PHP sama Chandra.” Yuna menahan senyum
sembari menatap wajah Jheni.
“Rese
banget kamu, Yun!” dengus Jheni sambil memukul lengan Yuna.
Yuna
tergelak. Sebenarnya ia merasa iba dengan Jheni, tapi jiwa bercandanya
meronta-ronta dan tidak bisa jika tidak tertawa bersama sahabatnya itu.
(( Bersambung ... ))
Awal bulan nih, semua balik ke nol lagi. Dukung terus cerita ini dengan
cara kasih Star, hadiah atau review ya. Kasih peluk_kiss juga boleh, biar aku
makin semangat bikin cerita yang lebih seru dan lebih manis lagi. Jiayou!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment