“Sore
...!” Yuna langsung menghambur ke pelukan Yeriko yang sedang menunggunya di
halaman kantor Wijaya Group.
“Terlambat
lima menit,” tutur Yeriko dingin sambil melirik arloji yang ada di tangannya.
“Cuma
lima menit. Ruangan aku ada di lantai enam. Butuh waktu buat turun ke sini.”
“Tetep
aja telat,” sahut Yeriko. Ia langsung membukakan pintu mobil untuk Yuna.
Yuna
memerhatikan wajah Yeriko yang begitu buruk seperti saat pertama kali ia
mengenalnya. “Kamu abis makan apa?” goda Yuna tanpa mengalihkan pandangannya
dari wajah Yeriko.
Yeriko
langsung mendorong kepala Yuna masuk ke mobil dan menutup pintu mobil.
“Ini
orang kenapa sih?” gumam Yuna sambil mengamati tubuh Yeriko sampai ia masuk ke
dalam mobil.
“Kamu
kenapa sih?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko.
“Nggak
papa.”
“Jutek
amat!?” celetuk Yuna.
“Lagi
kesel sama kamu!”
“Kesel
kenapa?” tanya Yuna sambil menahan tawa.
“Kamu
nggak mau nurut sama aku.”
Yuna
tertawa kecil menatap Yeriko. “Kamu kekanak-kanakkan banget sih? Kalo aku
keluar kantor buru-buru, terus aku jatuh gimana? Bukannya malah rugi?”
Yeriko
melirik ke arah Yuna.
Yuna
tersenyum. Ia mencubit kedua pipi Yeriko. “Senyum!” pintanya manja.
Yeriko
tersenyum kecil. “Mulai besok, kamu yang nunggu aku aku kasih waktu sepuluh
menit buat turun!”
“Oke.”
Yuna langsung mengecup bibir Yeriko. “Jangan marah lagi ya!”
Yeriko
mengangguk. Ia menyalakan mesin dan menjalankan mobilnya perlahan.
“Oh
ya, ada undangan dari Bunda Yana.” Yeriko menyodorkan kertas undangan ke
hadapan Yuna.
“Wah
…! Bunda Yana ulang tahun? Malam ini?” Yuna memerhatikan undangan yang ada di
tangannya.
“He-em.”
Yuna
langsung menatap wajah Yeriko. “Mendadak banget? Kita belum nyiapin kado buat
Bunda Yana.”
“Cari
sekarang aja. Gimana?”
Yuna
mengangguk.
“Di
acara nanti, akan ada banyak orang penting yang datang. Pejabat dan para
pebisnis besar di kota ini, pasti datang ke sana. Jadi, kamu harus
mempersiapkan diri dengan baik!” pinta Yeriko.
Yuna
tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Yeriko
langsung melajukan mobilnya menuju salah satu pusat perbelanjaan yang ada di
pusat kota. Mereka berkeliling untuk mencari kado yang cocok untuk mereka
berikan pada istri walikota.
Setelah
berkeliling, mata Yuna akhirnya tertuju pada satu set lengkap Tea Set Yixing
Pasir Ungu yang sangat unik dan elegan.
“Yer,
ini gimana?” tanya Yuna sambil menatap Tea Set tersebut dengan mata berbinar.
“Bagus.
Selera kamu emang berkelas,” jawab Yeriko sambil tersenyum.
Yuna
tersenyum dan terus memerhatikan Tea Set tersebut. Ia tak menyangka kalau bisa
menemukan barang yang bagus di tempat seperti ini. Ia langsung mengambil barang
tersebut untuk ia berikan sebagai hadiah ulang tahun.
“Yer,
di daerah sini ada pengrajin gerabah kayak gini atau nggak sih?” tanya Yuna
sambil melangkahkan kakinya ke luar usai membeli hadiah untuk istri walikota.
“Ada.”
“Di
mana?”
“Malang.”
“Kapan-kapan,
ajak aku ke sana ya!”
“Mau
ngapain?”
“Pengen
belajar.”
Yeriko
mengernyitkan dahi. “Nanti, aku panggil orangnya ke rumah buat ngajarin kamu.”
“Eh!?”
“Yun,
kamu nggak usah pengen macem-macem, deh!” pinta Yeriko. “Malang bukan kota yang
dekat, kamu kira
lima menit nyampe?” lanjutnya.
Yuna
memonyongkan bibirnya. Ia sedikit kecewa karena Yeriko tidak mengizinkan
dirinya pergi melihat kerajinan gerabah yang ada di kota sebelah.
“Iya,
nanti aku ajak kamu main ke sana.” Yeriko tak tahan melihat raut wajah Yuna
yang tiba-tiba murung.
Yuna
tersenyum sambil menatap Yeriko. “Beneran?”
Yeriko
mengangguk.
“Janji?”
“Iya,
janji. Tunggu aku nggak sibuk, ya?”
Yuna
mengangguk. Mereka melangkahkan kakinya masuk ke salah satu toko pakaian.
Yuna
melihat-lihat beberapa gaun yang ada di toko pakaian tersebut.
Mata
Yeriko tertuju pada gaun panjang berwarna pastel yang ada di sudut toko. Ia
mengambil gaun tersebut dan memberikannya pada Yuna. “Cobain ini!” pintanya.
Yuna
mengangguk. Ia segera mencoba gaun yang diberikan oleh Yeriko.
“Gimana,
bagus?” tanya Yuna begitu ia keluar dari kamar ganti.
Yeriko
mengacungkan jempol ke arah Yuna.
Yuna
tersenyum senang, ia merasa gaun pilihan Yeriko sangat baik. Bunga aster yang
jatuh menghiasi gaunnya dan sedikit warna debu membuatnya terlihat sangat
cantik dan elegan.
Usai
memilih pakaian, mereka bergegas kembali ke rumah untuk mempersiapkan diri
pergi ke perjamuan ulang tahun istri walikota.
“Udah
bisa make-up sendiri?” tanya Yeriko begitu melihat istrinya sibuk merias
wajahnya di depan cermin.
“He-em.”
Yuna mengangguk kecil. “Bilang Irvan, aku harus bisa mengandalkan diriku
sendiri. Jadi, aku belajar make-up sendiri. Nggak perlu keluar biaya buat bayar
make-up artist. Lebih hemat.”
Yeriko
tertawa kecil sambil mengenakan jasnya. “Masih aja perhitungan kalo soal uang.
Nggak perlu pelit buat diri sendiri.”
“Mmh
... aku tahu suamiku sangat kaya. Tapi, aku tetep aja harus berhemat. Kasihan
suamiku yang capek kerja, terus aku cuma hambur-hambur uang.”
“Aku
emang cari uang buat kamu.”
“Eh!?”
Yuna menengadahkan kepalanya menatap Yeriko yang sudah ada di atasnya.
Yeriko
tersenyum menatap istrinya dari balik cermin.
Yuna
bergegas menyelesaikan riasannya. Ia bangkit dan meraih kotak kado yang telah
ia siapkan untuk istri walikota. Ia menarik napas beberapa kali. Di tempat
pesta, ia akan bertemu dengan kolega-kolega suaminya dan juga beberapa pejabat
pemerintahan.
“Udah
siap?” tanya Yeriko sambil merangkul pinggang Yuna.
Yuna
menganggukkan kepala. Mereka bergegas keluar rumah, berangkat menuju tempat
acara ulang tahun istri walikota.
“Hari
ini udah minum obat?” tanya Yeriko saat di tengah perjalanan.
Yuna
mengangguk. “Bibi War perhatian banget sama aku. Dia nggak pernah telat
sedetikpun buat nyiapin obat.”
Yeriko
tersenyum sambil menoleh ke arah Yuna yang duduk di sampingnya. “Ini pesta
ulang tahun, di sana banyak makanan enak. Kamu jangan makan sembarangan!” pinta
Yeriko.
Yuna
mengangguk.
“Nggak
boleh minum alkohol. Kamu lagi program hamil.”
Yuna
mengangguk lagi.
“Jangan
jauh-jauh dari aku!” pinta Yeriko lagi. “Di sana, akan ada banyak kolega yang
datang. Kamu ngerti kan harus gimana sebagai Nyonya Muda Galaxy Group?”
Yuna
mengangguk.
“Mama
udah sampai di mana?” tanya Yeriko.
“Udah
di jalan juga.” Yuna menatap layar ponsel sambil membaca pesan dari Rullyta.
“Kok tahu kalau aku lagi chatting sama Mama?” batin Yuna dalam hati.
“Oh
ya, sampai di mana persiapan pesta pernikahan kita?” tanya Yeriko lagi.
“Mama
lagi cari venue.”
“Vendor
udah dapet?”
Yuna
menganggukkan kepala.
“Kamu
kenapa?”
“Eh,
nggak papa.”
“Dari
tadi, cuma manggut-manggut aja. Biasanya mobil ini penuh sama suara kamu.”
Yuna
meringis sambil menoleh ke arah Yeriko. “Aku nervous.”
“Nervous
kenapa?”
“Nggak
papa. Kali ini bakal ketemu banyak ibu pejabat. Masih mikir aja, mereka bakal
ngajuin pertanyaan apa aja ke aku. Aku takut salah.”
“Jawab
apa adanya!”
Yuna
tersenyum dan mengangguk kecil. Ia merasa sangat bahagia memiliki suami yang
terus mendukung setiap langkahnya. Walau ia merasa, Yeriko mulai protektif dan mengontrol dirinya. Ia menerima dengan bahagia.
(( Bersambung ))
Bulan baru, jadi awal yang baru juga. Dukung terus Perfect Hero biar aku
makin semangat bikin cerita yang lebih manis dan lebih seru lagi. Thanks semua
atas dukungan Star dan hadiahnya. I Love you double-double ...
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment