Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 204 - Rahasia Masa Lalu Yuna || a Romance Novel by Vella Nine

 


Keesokan harinya, Rullyta langsung membawa Yuna ke dokter pengobatan tradisional. Dokter tersebut menyentuh denyut nadi Yuna. “Apa kamu pernah mengalami kejadian buruk di masa lalu?” tanya dokter tersebut.

 

Yuna terpaku mendengar pertanyaan dokter. Otaknya tak bisa ia ajak berpikir dengan baik, di pelupuk matanya, terbayang kisah pilu sebelas tahun lalu saat kedua orang tuanya mengalami kecelakaan. Satu titik, di mana kehidupannya berubah drastis. Seorang putri yang memiliki segalanya menjadi upik abu yang tidak berdaya.

 

“Nggak perlu takut untuk bercerita. Kamu ke sini, pasti sudah siap melepas semua beban masa lalumu satu per satu. Jika tidak, kondisi mentalmu akan mempengaruhi proses kehamilan.”

 

Yuna tersenyum kecil. Ia menarik napas dalam-dalam. Mengumpulkan banyak kekuatan.

 

“Sebelas tahun yang lalu ....” Yuna mulai menceritakan masa lalunya setelah kedua orang tuanya mengalami kecelakaan.

 

“Saya kasih kamu obat,” tutur dokter tersebut setelah mendengarkan cerita singkat dari Yuna.

 

Yuna mengangguk, ia tersenyum ke arah Rullyta yang menemaninya berobat.

 

Rullyta hanya tersenyum sambil menggenggam tangan Yuna. Ia semakin mengerti dengan apa yang terjadi pada Yuna. Menghadapi masa depan bersama masa lalu yang terus menghantuinya, tentunya tidak mudah.

 

“Bu, ada hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda.” Dokter tersebut menatap Rullyta.

 

Rullyta mengangguk dan mengikuti dokter tersebut ke ruangannya.

 

“Gimana keadaan menantu saya, Dok? Apa dia bisa hamil?”

 

Dokter tersebut menganggukkan kepala. “Dari catatan medis dokter sebelumnya, hormon progesteronnya memang kurang, tapi tidak terlalu parah. Embrio sulit berkembang karena ini. Dengan bantuan obat-obatan herbal, dia bisa cepat hamil. Dia juga harus menjaga pola makan dan pola hidup yang baik.”

 

“Kondisi psikisnya kurang baik. Orang-orang terdekat dia, harus bisa menjaga suasana hatinya dengan baik untuk membantu mempercepat proses pemulihan.”

 

Rullyta mengangguk tanda mengerti. “Apa dia juga harus berhenti bekerja, istirahat total supaya bisa cepet hamil?”

 

“Apa pekerjaan dia angkat yang berat-berat?”

 

Rullyta menggelengkan kepala. “Dia bekerja di kantor.”

 

“Saya rasa pekerjaannya nggak masalah. Dia harus banyak bergerak dan berolahraga ringan supaya kondisi badannya tetap sehat.”

 

“Oh, gitu ya?”

 

Dokter tersebut menganggukkan kepala. “Suaminya kenapa nggak antar dia ke sini?”

 

“Ada banyak pekerjaan di perusahaannya.”

 

“Suaminya harus memberikan dukungan yang besar, supaya dia bisa tetap nyaman dan tenang.”

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Mmh ... Dok, apa trauma masa lalu Yuna bisa disembuhkan?”

 

“Soal itu, lebih baik konsultasi dengan psikiater. Apa dia selalu murung?”

 

Rullyta menggelengkan kepala. “Dia justru selalu ceria, sampai kami tidak mengetahui kalau dia punya masa lalu yang begitu buruk.”

 

“Baguslah kalau begitu. Semoga kondisinya bisa cepat pulih. Setelah obatnya habis, harus kembali ke sini lagi untuk melihat perkembangannya.”

 

“Baik, Dokter. Kalau gitu. Kami pamit pulang.” Rullyta langsung bergegas membawa Yuna pulang ke rumah usai membayar semua biaya pemeriksaan.

 

Sesampainya di rumah, Rullyta mengajak Yuna makan bersama.

 

“Kakek ...!” sapa Yuna ceria saat melihat kakek Nurali bergabung di meja makan bersamanya.

 

“Eh, ada cucu kesayangan Kakek. Kapan datang?”

 

“Baru aja, Kek. Bareng Mama. Kakek sehat, kan?”

 

“Yah, seperti yang kamu lihat. Kakek masih segar bugar seperti ini,” jawab Nurali sambil tertawa kecil.

 

“Syukurlah kalau gitu, seneng lihat Kakek selalu sehat.”

 

“Yeri mana? Nggak ikut ke sini?”

 

“Lagi banyak kerjaan di kantor,” jawab Yuna sambil tersenyum.

 

“Iya. Kami juga baru pulang dari pengobatan tradisional. Yang aku ceritain ke Papa semalam.”

 

“Gimana hasilnya?”

 

“Semuanya baik-baik aja.”

 

“Baguslah. Semoga, kalian bisa cepet ngasih Kakek teman main!”

 

“Aamiin,” sahut Yuna penuh harap.

 

Mereka menikmati makan siang sambil berbincang ceria. Usai makan, Rullyta mengajak Yuna masuk ke dalam kamarnya.

 

Rullyta mengajak Yuna berbincang banyak hal tentang fashion dan kuliner favoritnya dari berbagai negara.

 

Mata Yuna tertuju pada potret Rullyta dan Yeri kecil dengan latar Tokyo Disneyland.

 

“Ini foto waktu kami liburan ke Jepang. Saat itu, Yeri baru lulus SD,” jelas Rullyta.

 

Yuna tersenyum kecil. “Aku juga pernah ke sana waktu umur sepuluh tahun. Setiap tahunnya, setiap liburan sekolah, ayah selalu ngajak kami liburan ke luar negeri. Di tahun dia kecelakaan, dia berjanji akan membawa kami berlibur ke Hongaria. Aku harap, saat ayah sembuh, aku bisa membawa dia ke tempat itu.”

 

Rullyta tersenyum sambil menggenggam pundak Yuna. “Kamu selalu diperlakukan dengan baik oleh orang tua kamu. Gimana paman dan bibi kamu memperlakukan kamu setelah itu?”

 

“Awalnya, mereka memperlakukan aku sangat baik. Lama kelamaan, kondisi kesehatan ayah tidak kunjung membaik. Semua harta yang ayah tinggalkan, dijual untuk biaya pengobatan, termasuk rumah kami,” tutur Yuna sambil meneteskan air mata.

 

“Setiap hari, aku harus bekerja keras mengurus rumah dan menuruti semua keinginan Tante Melan supaya dia tetep biayain semua pengobatan ayah.”

 

“Gimana mereka memperlakukan kamu sehari-hari. Apa mereka pernah mukul kamu juga?”

 

Yuna mengangguk kecil. “Saat itu, aku masih umur tiga belas tahun. Aku nggak punya keberanian untuk melawan mereka. Sampai akhirnya, aku daftar beasiswa diam-diam. Kepala sekolah yang bantu aku buat keluar dari rumah neraka itu. Sejak keluar, aku nggak pernah menginjakkan kakiku di rumah itu lagi.”

 

Rullyta merengkuh kepala Yuna ke dalam pelukannya. “Mulai sekarang, rumah ini jadi rumah kamu. Nggak ada satu orang pun yang bisa melukai kamu. Kami akan selalu melindungi kamu.”

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum. Ia merasa sangat bahagia memiliki keluarga baru yang begitu menyayanginya.

 

“Gimana kehidupan kamu di luar negeri?” tanya Rullyta.

 

“Survive banget. Tapi aku bahagia karena punya banyak teman yang mendukungku di sana.”

 

“Baguslah. Mulai sekarang, kamu harus hidup dengan baik!” pinta Rullyta sambil tersenyum manis ke arah Yuna.

 

Yuna mengangguk. Ia kembali memeluk erat tubuh Rullyta. “Ma, makasih ya! Mama udah menyayangi aku seperti anak sendiri. Aku nggak tahu gimana menghadapi semua ini tanpa Mama dan Yeri.”

 

Rullyta tersenyum sambil mengelus punggung Yuna. “Semua orang tua ingin melindungi kebahagiaan anak-anaknya. Mama nggak akan ngebiarin siapa pun menyakiti anak-anak Mama. Seekor kelinci, bisa berubah menjadi singa saat kehidupan anak-anaknya diusik.”

 

“Maaf, aku udah jadi menantu yang merepotkan. Menimbulkan banyak masalah di keluarga ini.”

 

“Sst ...! Jangan ngomong kayak gitu lagi!” pinta Mama Rully. “Semua manusia yang hidup punya masalahnya masing-masing. Kita harus saling mendukung, supaya bisa menyelesaikan masalah dengan baik dan menjalani hidup lebih baik.”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Mulai sekarang, kamu harus cerita ke Mama kalau ada masalah!” pinta Rullyta. “Jangan main rahasia-rahasiaan. Terutama, kalau sampai Yeriko menindas kamu. Mama bakal ngasih dia pelajaran!”

 

Yuna tertawa kecil mendengar ucapan Rullyta.

 

Rullyta ikut tertawa. Ia memilih untuk membahas hal-hal indah seputar persiapan pernikahan Yuna dan Yeriko. Membahas masa lalu Yuna terus menerus, hanya akan membuat suasana hati Yuna semakin buruk.

 

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah dukung cerita ini terus.  

Jangan sungkan selalu sapa aku dengan komen di bawah ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas