Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 201 - Good Partner || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Jangan berpikir kalau kamu bisa ambil Yeriko dari aku cuma karena masalah ini. Aku nggak akan nyerah gitu aja!” tutur Yuna sambil menatap Refi.

 

Refi tersenyum sinis sambil menatap Yuna. “Kenapa? Kalo bukan aku, pasti ada orang lain yang bakal ambil Yeriko dari kamu kalau kamu nggak bisa ngasih dia keturunan.”

 

“Yeriko nggak akan ngelakuin itu!” seru Yuna.

 

“Kenapa nggak? Dia pengusaha kaya. Keluarganya pasti butuh pewaris untuk perusahaan dia. Kalo kamu nggak bisa punya anak, dia pasti bakal cari perempuan lain yang bisa ngasih dia keturunan.”

 

“STOP!” teriak Yuna sambil menutup kedua telinganya. Ia tidak ingin mendengar apa pun yang keluar dari mulut Refi dan membuat perasaannya semakin memburuk.

 

“Ada apa ini?” tanya Yeriko yang sudah kembali masuk ke dalam ruangan. Ia langsung menghampiri Yuna dan menurunkan lengan Yuna dari kepalanya.

 

“Kamu cari masalah lagi sama istriku?” tanya Yeriko sambil menatap Refi. “Ref, aku ke sini karena menghargai Yuna sebagai istriku. Menghargai kamu sebagai teman. Jangan bikin aku kehilangan kesabaran karena tingkah kamu ini!” sentak Yeriko.

 

“Aku nggak ngapa-ngapain dia. Emang dianya aja yang bermasalah. Kamu nggak tahu kenapa istri kamu ini sampai sekarang masih belum hamil juga?” sahut Refi tanpa rasa bersalah.

 

Yeriko langsung menoleh ke arah Yuna.

 

Yuna memegang erat dokumen yang ada di tangannya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapi Yeriko jika tahu kalau ia sulit untuk mendapatkan seorang anak.

 

“Kamu kenapa?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna yang terus menundukkan kepalanya.

 

Refi tersenyum sinis ke arah Yuna. “Kenapa? Kamu nggak berani bilang ke suami kamu ini kalo kamu nggak bisa hamil?”

 

“Bener kamu nggak bisa hamil?” tanya Yeriko.

 

Yuna menggelengkan kepala sambil menahan air yang siap keluar dari sudut-sudut matanya.

 

“Terus?” Yeriko mengernyitkan dahi.

 

Yuna perlahan menyodorkan laporan diagnosis dokter ke arah Yeriko.

 

Yeriko membaca laporan tersebut. Ia tersenyum ke arah Yuna dan langsung menarik Yuna ke pelukannya. “Kamu masih bisa hamil!” tutur Yeriko meyakinkan.

 

“Tapi ...”

 

“Percaya sama aku!” pinta Yeriko. “Lagipula, kamu juga masih muda. Masih ada waktu buat main-main. Nggak perlu buru-buru memikirkan anak!”

 

“Emang kamu nggak pengen punya anak?” tanya Yuna sambil menengadahkan kepalanya menatap Yeriko.

 

“Pengen. Makanya, kamu harus jadi partner yang baik supaya bisa secepatnya punya Ye kecil di dalam perut kamu!” pinta Yeriko sambil mencubit pipi Yuna.

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia merasa sangat bahagia memiliki seorang suami seperti Yeriko. Bukan hanya menyayangi dan melindunginya, tapi juga bisa menerima kekurangan yang ada dalam diri Yuna.

 

Refi semakin kesal dengan sikap Yeriko dan Yuna yang sengaja memamerkan kemesraan di hadapannya.

 

“Yer, dia itu belum tentu bisa ngasih kamu keturunan. Kondisi rahimnya yang dingin, nggak bisa dipastikan kapan dia bisa punya anak. Bisa jadi, sampai sepuluh atau lima belas tahun ke depan, kalian masih belum bisa punya anak.”

 

Yeriko tersenyum sambil menatap Refi. “Sekecil apa pun kemungkinannya, aku pasti perjuangkan. Sama seperti kaki kamu. Dokter bilang, kemungkinan kamu bisa sembuh cuma sepuluh persen. Sekarang, bahkan nilai sepuluh persen itu sudah berubah menjadi lima puluh persen.”

 

Refi tersenyum sinis menanggapi ucapan Refi. “Kalau seandainya dia nggak bisa ngasih kamu keturunan sampai dia menopose, apa yang kamu lakuin?”

 

“Aku tetep di samping dia.”

 

“Kamu gila, Yer? Kamu udah dibikin buta sama perempuan ini. Harusnya, kamu bisa mikirin pewaris perusahaan kamu. Kalo kamu nggak punya keturun—”

 

“Itu bukan urusan kamu,” sela Yeriko. “Lebih baik, kamu urus diri kamu sendiri dulu. Soal pewaris perusahaanku, kamu nggak perlu repot-repot mikirin. Cuma buang-buang waktu kamu aja.”

 

“Aku kayak gini karena aku peduli sama kamu, Yer. Aku pasti mikirin gimana kamu di masa depan. Aku cinta sama kamu, kamu masih nggak ngerti perasaanku?”

 

“Sepertinya kamu yang nggak ngerti membedakan mana cinta dan mana obsesi!?” sahut Yeriko ketus.

 

Yuna terdiam. Ia hanya melihat perdebatan Refi dengan suaminya. Ia sama sekali tidak bersemangat meladeni Refi. Ia sibuk memikirkan dirinya sendiri. Sebenarnya, ia tak punya keyakinan yang besar.

 

Yeriko menarik napas melihat wajah Yuna yang murung. Refi akan terus memancing perdebatan dengannya dan semakin memperburuk kondisi kesehatan Yuna. Ia menarik lengan Yuna dan mengajak istrinya keluar dari ruang rawat Refi.

 

“Yun, kamu harus tenang dan jangan banyak pikiran!” pinta Yeriko sambil menangkup wajah Yuna dengan dua telapak tangannya saat mereka sudah sampai di depan lift.

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

“Gitu, dong! Istri aku harus selalu senyum setiap saat,” pintanya. “Kamu bukan mandul. Kemungkinan buat punya anak masih sangat besar. Kita usaha sama-sama. Kamu juga harus jadi partner yang baik dan penurut!”

 

Yuna mengangguk.

 

“Ayo, pulang!” ajak Yeriko. “Aku buatin masakan yang enak buat kamu.”

 

Yuna mengangguk dan mengikuti langkah Yeriko yang menggenggam erat tangannya.

 

“Kamu mau makan apa?” tanya Yeriko saat mereka sudah masuk ke dalam mobil.

 

“Apa aja yang kamu kasih, aku makan,” jawab Yuna.

 

Yeriko tersenyum. Ia mulai menjalankan mobilnya keluar dari halaman rumah sakit. “Gimana kerjaan kamu?”

 

“Baik,” jawab Yuna sambil tersenyum. “Semua orang di departemen menyambut kehadiranku dengan baik.”

 

“Sepupu kamu gimana? Masih suka gangguin kamu?”

 

Yuna mengangguk. “Dia itu nggak mungkin diem aja kalo lihat aku. Pasti langsung marah-marah nggak jelas. Dari dulu, itu-itu aja yang dibahas. Selalu gara-gara Lian. Takut banget aku ambil lagi,” cerocos Yuna kesal.

 

Yeriko tertawa kecil. “Kamu nggak terganggu sama dia?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Sekarang, banyak orang yang belain aku. Bellina mati kutu. Tapi, lagi-lagi dia bikin Icha cedera.”

 

“Icha cedera lagi?” tanya Yeriko.

 

Yuna mengangguk. “Nggak separah waktu itu sih. Tapi aku tetep aja ngerasa bersalah. Dia begitu karena belain aku.”

 

Yeriko tersenyum sambil mengelus ujung kepala Yuna. “Nanti malam, kita ke rumah dia buat ngucapin terima kasih. Gimana?”

 

“Eh!?”

 

“Kamu siapin hadiah kesukaan Icha!”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia tidak bisa menjaga Yuna selama dua puluh empat jam. Ia hanya bisa mengandalkan orang-orang terdekat Yuna. Ia harus berterima kasih pada orang-orang yang telah membantu melindungi istrinya.

 

“Mmh … soal kondisi rahimku, gimana ngomongnya ke Mama Rully?”

 

“Nggak usah khawatir!” pinta Yeriko lirih. “Aku yang bakal ngomong ke Mama.” Ia langsung menelepon Riyan untuk segera mengurusi masalah Refina.

 

Yuna tersenyum sambil mengangguk kecil. Ia meremas safety belt yang tersemat di dadanya. Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi mama mertuanya. Bagaimana jika kasih sayang mama mertuanya berubah begitu mengetahui kalau Yuna sulit memberikan keturunan untuk keluarga Hadikusuma.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah dukung cerita ini terus.  

Jangan sungkan selalu sapa aku dengan komen di bawah ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas