Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 198 - Kepanasan || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Li, kenapa Yuna masuk ke perusahaan ini lagi?” Bellina menerobos masuk ke ruang kerja Lian.

 

Lian menatap Bellina. Ia menoleh ke arah Citra yang duduk di sofa ruang kerjanya. “Kenapa lagi si Belli? Mau bikin masalah lagi?” gumam Lian dalam hati. Ia kerap dibuat pusing dengan sikap Bellina. Jika bukan karena anak yang ada di dalam perut Bellina, ia sudah membuang jauh-jauh wanita itu dari kehidupannya.

 

“Oh, bagus. Kamu ada di sini.” Bellina menatap Citra. “Kenapa kamu rekrut dia lagi ke perusahaan ini?”

 

“Kinerja dia bagus. Perusahaan butuh orang seperti dia. Sebelum dia direkrut perusahaan pesaing, lebih baik kita rekrut duluan,” jawab Citra santai.

 

“Emang seberapa pentingnya sih Yuna buat perusahaan ini? Masih banyak orang yang punya keahlian lebih bagus dari dia. Kenapa harus pilih dia?”

 

“Aku punya pertimbangan sendiri.”

 

“Kamu sekongkol sama Yuna biar dia bisa masuk perusahaan ini lagi?” tanya Bellina dengan nada tinggi.

 

Citra tertawa kecil menanggapi ucapan Bellina. “Kamu nggak bisa bersikap lebih realistis? Bahkan di saat perusahaan dalam masalah, kamu nggak ada gunanya sama sekali. Malah nambah masalah.”

 

Bellina mendelik ke arah Citra.

 

“Udah, Bel. Ngapain sih ngeributin hal kecil kayak gini?”

 

“Kamu bilang ini masalah kecil?” Bellina mengernyitkan dahi sambil menatap Lian.

 

Citra bangkit dari tempat duduk sambil membawa dokumen proyek yang sedang ia diskusikan bersama Lian. “Urusan proyek, kita bicarakan nanti. Kamu urus dulu perempuan gilamu itu!” ucapnya sambil berlalu pergi meninggalkan Lian dan Bellina.

 

“Kamu!?” Bellina menatap geram ke arah Citra. Ia menghentakkan kaki sambil mengerutkan wajahnya. “Kenapa semua orang di perusahaan ini udah berani ngelawan aku?” celetuknya kesal.

 

“Bel, kamu bisa jaga sikap atau nggak sih?” Lian menatap Bellina yang berdiri di hadapannya. “Aku masih ada kerjaan sama Bu Citra. Perusahaan lagi banyak masalah. Kamu bisa nggak jangan campur urusan pribadi kamu ke kerjaan? Jadi kacau semuanya!”

 

“Gimana aku bisa tenang kalo kamu rekrut si Yuna lagi? Kamu sengaja pakai alasan kerjaan buat deketin dia, kan?”

 

“Astaga! Kamu ini nggak bisa berpikir sehat ya? Yuna itu di divisi proyek. Bu Citra sangat tahu gimana kemampuan anak buahnya. Kalau perusahaan ini memang butuh Yuna, aku harus gimana lagi?”

 

“Perusahaan atau kamu yang butuh dia!?” seru Bellina.

 

“Ck, kenapa sih nggak percaya sama aku?” Lian bangkit dari tempat duduk dan langsung memeluk pinggang Bellina. “Udah, ibu hamil nggak boleh marah-marah!” pintanya lembut.

 

Bellina terdiam sesaat. Kemudian tersenyum menatap Lian. “Beneran nggak berniat ngejar Yuna lagi?”

 

Lian menggelengkan kepala. “Jangan mikir macam-macam!” pinta Lian. “Lebih baik, kamu pikirin kondisi anak kita. Kamu udah makan?”

 

Bellina menggelengkan kepala.

 

“Ayo, kita makan!” ajak Lian. Ia menggandeng tangan Bellina keluar dari ruangannya.

 

Bellina tersenyum. Ia bergelayut manja di lengan Lian.

 

Lian melangkah menyusuri koridor, melalui beberapa ruang kerja karyawannya. Dengan sudut matanya, ia memerhatikan Yuna yang begitu serius dan tulis dalam melakukan pekerjaan. Hatinya diselimuti rasa bersalah. Ia merasa Yuna jauh lebih baik dari Bellina. Ia terpaksa menggandeng Bellina demi anak yang ada di dalam perutnya.

 

Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di salah satu restoran.

 

“Sayang, aku boleh minta sesuatu?” tanya Bellina sambil menatap Lian.

 

“Apa?”

 

“Pecat Yuna. Please!”

 

Lian mengernyitkan dahi.

 

“Kamu nggak mau mecat dia? Lebih milih dia daripada aku?”

 

“Jangan suruh aku milih!” pinta Lian. “Masalah pribadi nggak ada hubungannya sama masalah kerjaan.”

 

“Tapi, aku nggak tenang kalo di kantor kamu ada dia. Kamu nggak mikirin perasaanku?” tanya Bellina sambil memijat keningnya. “Kalo aku nggak tenang, nanti janin yang ada di perutku terganggu perkembangannya,” lanjut Bellina sambil mengelus perutnya.

 

Lian menatap Bellina. “Kamu nggak perlu terlalu mikirin keberadaan Yuna. Dia sama aja kayak karyawan yang lain. Kamu yang terlalu negatif thingking ke dia. Percayalah, semua bakal baik-baik aja.”

 

Bellina menatap wajah Lian tanpa berkedip. Ia masih berharap kalau tunangannya itu bisa segera membuang jauh-jauh sepupunya itu dari perusahaan.

 

Lian menghela napas mendapati tatapan Bellina. “Bel, beberapa proyek perusahaan kita lagi dalam masalah. Sebelumnya, semua berjalan lancar. Setelah proyek itu ditinggal sama Yuna, ada kekacauan di lokasi dan Citra nggak bisa nge-back up semua proyek sendirian. Jadi, Citra minta aku buat ngembaliin Yuna ke perusahaan dan ngembaliin keadaan seperti semula. Soal kerjaan, Yuna nggak pernah main-main.”

 

Bellina menggigit bibir bawahnya. Ia masih tidak mengerti kenapa Lian bersikeras mempertahankan Yuna di perusahaannya. Terlebih lagi, Yuna bersedia masuk kembali ke perusahaan dan hal ini membuatnya semakin kesal.

 

Lian menatap layar ponselnya sambil tersenyum. “Citra udah ngasih kabar. Yuna sudah ke lokasi proyek yang di Kedung. Aku percaya kalo dia pasti bisa ngelarin semua proyek yang ada di sana. Karena sebelumnya, dia juga yang megang proyek ini.”

 

Bellina memutar bola mata tanpa berkata-kata. Ia menunjukkan sikap tidak senang karena Lian melontarkan pujian untuk kinerja Yuna.

 

“Kalo cuma ngurusin proyek kayak gitu aja aku bisa. Kenapa harus Yuna?”

 

“Kamu nggak ngerti apa-apa soal departemen proyek. Secara teknis, Yuna lebih menguasai itu. Dia juga cekatan dan kreatif dalam menyelesaikan masalah.”

 

“Iih ... kenapa sih kamu selalu aja muji-muji dia?” seru Bellina kesal.

 

“Aku nggak muji-muji dia. Emang kenyataannya dia kayak gitu, Bel.”

 

“Kamu sadar nggak kalau kamu menempatkan Yuna lebih unggul daripada aku?” tanya Bellina kesal.

 

Lian tertawa kecil. “Kamu masih cemburu sama Yuna?” Ia mencoba menenangkan Bellina agar emosinya bisa stabil dan anak yang ada di dalam perut Bellina bisa bertumbuh sehat.

 

“Gimana nggak cemburu kalau lihat tunangan satu kantor sama mantan pacar terus?”

 

“Bel, kalau di departemen proyek. Yuna jelas lebih unggul dari kamu. Kalau di departemen personalia, kamu yang lebih unggul,” tutur Lian sambil tersenyum menatap Bellina. “Kalian itu di departemen yang berbeda. Mana bisa mau dibandingkan siapa yang lebih unggul.”

 

Bellina menatap Lian. Ia merasa ucapan Lian ada benarnya juga.

 

“Kamu percaya sama aku! Masalah Yuna di perusahaan, nggak akan mengganggu hubungan kita. Aku pasti bertanggung jawab sama anakku. Kamu nggak perlu khawatir!” pinta Lian.

 

“Beneran?”

 

Lian mengangguk sambil tersenyum.

 

“Janji?”

 

“Iya. Aku janji.”

 

Bellina menarik napas dalam-dalam. Ia berharap kalau Lian bisa memegang ucapannya sendiri. Namun, perasaannya tetap saja gelisah. Pikirannya melayang-layang mencari cara untuk membuat Lian mengeluarkan Yuna dari perusahaan.

 

Bellina tetap tidak tenang. Yuna dan Lian, memiliki banyak kesempatan untuk bersama. Terlebih, Yuna sekarang menjadi asisten direktur di kantor pusat dan akan lebih intens bertemu Lian daripada sebelumnya.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah dukung cerita ini terus.  

Jangan sungkan selalu sapa aku dengan komen di bawah ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas