Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 196 - Back to Daily Office || a Romance Novel by Vella Nine

 


“My Bear, I have something for you,” tutur Yuna saat ia selesai mengenakan jas dan dasi suaminya.

 

“Apa?” tanya Yeriko.

 

Yuna membuka laci lemari dan mengeluarkan kotak dari dalamnya. “Aku buatin ini khusus buat kamu. Semoga kamu suka,” tutur Yuna sambil menyodorkan kotak tersebut.

 

Yeriko tersenyum sambil menatap kotak tersebut. Meraihnya dari tangan Yuna dan membuka perlahan. Bibirnya menyunggingkan senyum saat melihat isi kotak tersebut. Ia meraih sweeter berwarna abu-abu dengan corak batik di pundak dan ujung lengannya. Huruf ‘YY’ yang ada di dada kiri baju membuatnya tersenyum.

 

“Ini beneran bikin sendiri?” tanya Yeriko.

 

Yuna mengangguknya. Yeriko langsung melepas jasnya.

 

“Eh!? Kenapa dilepas?” Yuna menaikkan kedua alisnya.

 

“Kayaknya, enak pake ini.” Yeriko langsung memakai sweater buatan Yuna.

 

“Lah? Bukannya kamu harus ke kantor? Masa pakai sweater?”

 

“Emang kenapa? Siapa yang mau ngelarang bos pakai sweater ke kantor?” tanya Yeriko.

 

Yuna meringis sambil menatap wajah suaminya.

 

“Iya, percaya. Bagus deh kalo kamu suka. Soalnya, baru pertama kali aku bikin motif ini.”

 

“Kamu bisa ngerajut? Kenapa aku baru tahu?”

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko yang sudah mengenakam sweater buatannya.

 

“Gimana? Gantengku bertambah?” tanya Yeriko.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum bahagia.

 

“Ayo, kita sarapan!” ajak Yeriko. “Hari ini hari pertama kamu masuk kerja lagi kan?”

 

Yuna mengangguk.

 

Yeriko langsung merangkul pinggang Yuna dan mengajaknya sarapan sebelum pergi bekerja bersama-sama seperti biasa.

 

Bibi War tersenyum melihat Yuna dan Yeriko begitu mesra saat berangkat bersama-sama ke tempat kerja. Mungkin, perasaan Yuna akan jauh lebih baik bila menyibukkan diri dengan bekerja.

 

Beberapa menit kemudian, mobil Yeriko sudah sampai di halaman kantor Wijaya Group.

 

“Aku kerja dulu ya!” pamit Yuna sambil mengecup pipi Yeriko dan bergegas keluar dari mobil.

 

Yeriko tersenyum. Ia membuka kaca mobil dan memerhatikan Yuna yang melenggang memasuki kantornya. Ia sama sekali tidak khawatir Yuna kembali bekerja di perusahaan Lian. Melihat istrinya bersemangat pergi kerja, ia hanya perlu mendukungnya. Mengandalkan dirinya sendiri untuk mencapai karirnya, membuat Yuna tak perlu merasa rendah diri berdiri di antara keluarga besar Hadikusuma.

 

Yuna melenggang memasuki kantor Departemen Proyek. Ia langsung disambut dengan teriakan beberapa karyawan yang sudah menanti kedatangannya.

 

“Welcome to your team!” seru Icha berbarengan dengan rekan-rekan lainnya.

 

Yuna terkejut melihat sambutan yang begitu hangat. “Aargh ...! Kalian bikin aku terharu!” seru Yuna.

 

“Selamat juga buat jabatan barunya sebagai asisten direktur,” tutur salah seorang karyawan.

 

“Makasih!” seru Yuna dengan mata berbinar. Ia sama sekali tidak menyangka kalau akan mendapat sambutan hangat dari rekan-rekan kerjanya. Ia pikir, jabatan baru yang didapatnya akan menimbulkan kecemburuan bagi karyawan lain. Ternyata, mereka tetap menerima Yuna dengan senang hati.

 

“Yun, kamu sekarang udah jadi atasan kami. Kami pasti nurut semua yang kamu perintah,” tutur Juan penuh keyakinan dan langsung diiyakan oleh rekan kerja yang lain.

 

“Jangan anggap aku bos!” pinta Yuna. “Aku tetep adik kecil kalian yang masih harus belajar banyak. Jangan sungkan buat negur aku kalo aku salah. Jangan langsung diambil hati kalau aku marah. Kita satu team, sudah seperti keluarga. Kita buat kerja kita enak tapi tidak seenaknya, oke?”

 

“Siap, Bu Bos!” sahut semua karyawan yang ada di ruangan itu.

 

“Jangan panggil aku Bu Bos!” seru Yuna sambil menahan tawa. “Panggil aku seperti biasanya aja!” pintanya.

 

“Yun, karena kamu udah jadi asisten direktur. Kamu nggak bakal satu ruangan lagi sama kita,” tutur Icha sambil memasang wajah muram.

 

“Astaga, aku cuma di ruangan sebelah. Kayak beda lantai aja,” sahut Yuna.

 

“Tapi kan, nggak bisa kerja sambil mandangin wajah kamu yang cantik itu, Yun,” celetuk Juan.

 

“Iya, Yun. Mana semangat kerja kalo nggak ada yang bening-bening buat dilihat,” celetuk Pak Heri bercanda.

 

Yuna tertawa kecil menanggapi candaan teman-temannya. “Kan ada si Icha.”

 

“Bosan lihat Icha mulu. Icha lagi, Icha lagi,” sahut Juan.

 

“Hahaha.” Semua orang tertawa. Mereka bercanda dengan Yuna sesaat sebelum Yuna masuk ke ruang kerjanya.

 

Beberapa menit kemudian, Yuna masuk ke ruangan direktur. Ia langsung duduk di meja asisten direktur yang sudah disediakan.

 

“Hei, Yun ... udah datang?” sapa Citra sambil masuk ke ruangannya.

 

“Iya, Bu.”

 

“Selamat ya! Akhirnya kamu bergabung kembali bersama kami.”

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

“Oh ya, kamu udah tahu beberapa proyek yang lagi kita jalankan. Kira-kira, kamu bisa nggak tangani tiga proyek yang lagi di garap di sebelah utara provinsi?” tanya Citra.

 

“Bisa, Bu.”

 

Citra mengambil dokumen di atas mejanya dan menyodorkannya ke hadapan Yuna. “Ini ... dokumen proyek yang harus kamu tangani secepatnya.”

 

Yuna mengangguk dan mengambil dokumen dari tangan Citra.

 

“Kamu pasti bisa mengatasi ini. Aku percaya sama kamu.” Citra menepuk bahu Yuna.

 

“Eh!?” Yuna melongo menatap Citra.

 

Citra mengernyitkan dahi. “Pak Lian nggak cerita sama kamu?”

 

“Apaan?”

 

“Beberapa proyek kita lagi dalam masalah. Aku nggak bisa mengatasi semua sendirian. Aku butuh orang kayak kamu.”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Aku usahain, Bu.”

 

Citra tersenyum ke arah Yuna. Ia sangat lega, kinerja Yuna memang jauh lebih unggul daripada karyawan lain walau ia seorang wanita.

 

“Yun, dulu saya juga staff biasa seperti kamu. Sampai bisa di posisi ini, banyak hal yang harus dijalani, dilewati bahkan dikorbankan.”

 

Yuna tersenyum kecil menanggapi ucapan Citra. Ia sendiri tidak tahu harus bagaimana mengejar mimpi-mimpinya. Punya jabatan tinggi di perusahaan memang sangatlah bagus. Tapi, impian itu kini terlihat samar walau sudah di depan mata. Kini, ia bukan gadis lajang yang berjuang meraih mimpinya. Ada seseorang di belakangnya yang akan mendorong dan menarik dirinya menggapai impian itu.

 

Yuna membuka dokumen proyek yang akan ia tangani. Mempelajarinya sejenak dan bergegas keluar dari ruangannya. Ia masuk ke ruangan staff departemen proyek yang ada di sebelah ruangannya.

 

“Pak Heri, bisa temani saya ke proyek yang di Kedung?” tanya Yuna.

 

“Bisa, Mbak. Sekarang?” tanya Pak Heri.

 

Yuna mengangguk. Ia dan salah satu staffnya langsung bergegas keluar ruangan.

 

“Mbak Yuna mau lihat proyek yang di sana?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Tapi, proyek itu dalam masalah. Apa masih bisa diselamatkan? Takutnya, justru merugikan perusahaan kalau kita memaksa proyek tersebut tetap berjalan.”

 

“Aku mau lihat lokasi dulu. Kita harus bisa cari alternatif lain yang tidak merugikan perusahaan.”

 

Pak Heri mengangguk. Ia bergegas mengikuti langkah Yuna keluar dari perusahaan. Walau Yuna usianya jauh lebih muda darinya, tapi ia sangat kagum dengan kerja keras dan kemampuan Yuna. Tidak salah jika direktur mereka memilih Yuna menjadi asistennya. Di hari pertamanya masuk kerja lagi, Yuna langsung pergi ke lokasi proyek tanpa ragu-ragu.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah dukung cerita ini terus.  

Selalu sapa aku dengan komen di bawah ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas