Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 195 - Seizin Suami || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna melangkah perlahan memasuki kantor Galaxy Group. Semua pegawai menyapanya dengan ramah. Ia memasuki lift dan bergegas mencapai ruang kerja Yeriko.

 

“Selamat siang, Bu!” sapa dua orang sekretaris Yeriko dengan ramah.

 

“Selamat siang!” balas Yuna. “Bapak ada di ruangannya?”

 

“Ada.”

 

Yuna tersenyum. Ia memegang tas bekal makan siang untuk suaminya dan bergegas masuk ke dalam ruangan.

 

“Selamat siang, suamiku yang ganteng!” sapa Yuna ceria begitu ia sudah berdiri di depan meja kerja Yeriko.

 

“Siang!” Yeriko menatap Yuna dan tersenyum.

 

“Aku bawain makan siang buat kamu,” tutur Yuna sambil mengeluarkan bekal makan siangnya ke atas meja yang tak jauh dari meja kerja Yeriko.

 

Yeriko tersenyum. Ia bangkit dari kursi dan melangkah mendekati Yuna. “Kamu yang masak?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Makan dulu!” pintanya.

 

Yeriko mengangguk. Mereka duduk bersama menikmati makan siang buatan Yuna.

 

“Hasilnya gimana?” tanya Yeriko.

 

“Eh!? Hasil apaan?” tanya Yuna.

 

“Dari kantor Lian,” jawab Yeriko tanpa menatap Yuna.

 

Yuna menghentikan makannya. Ia melipat kedua tangan di atas meja dan menatap Yeriko.

 

“Kenapa?” Yeriko melirik Yuna sejenak.

 

“Dia minta aku balik ke perusahaannya. Menurut kamu gimana?” tanya Yuna serius.

 

“Mmh ... terserah kamu.”

 

“Kok terserah?”

 

“Kalau mau kerja lagi, aku tetap dukung kamu.”

 

“Serius? Tapi ... aku masih bingung banget.”

 

“Bingung kenapa?”

 

“Bingung aja, antara kerja sama di rumah,” jawab Yuna sambil menopang dagunya.

 

Yeriko menatap wajah Yuna. “Terima aja tawaran Lian!”

 

“Eh!? Emang nggak papa?”

 

Yeriko mengangguk. “Sekarang, banyak orang kesulitan cari kerja. Kamu ambil aja kesempatan ini buat belajar!”

 

“Iya juga sih. Sebenarnya, temen-temen kerja di sana semuanya baik kecuali Bellina.”

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna.

 

“Aku juga ditawarin posisi yang lumayan bagus. Bakal ngerjain banyak project!” seru Yuna sambil tertawa riang.

 

Yeriko hanya tersenyum kecil melihat Yuna begitu bahagia.

 

“Mmh ... Yer, apa kamu tahu kalau ...” Yuna menggigit bibir bawahnya.

 

“Kalau apa?”

 

Yuna menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya  perlahan. “Sebenarnya ... Wijaya Group itu dulunya perusahaan ayah.”

 

Yeriko mengernyitkan dahi.

 

“Aku juga nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi sampai perusahaan ayah bisa di tangan Lian. Kalo kata Oom dan Tante Melan, saham perusahaan dijual untuk biaya pengobatan ayah.”

 

Yeriko menatap serius ke arah Yuna. Ia baru mengetahui kalau ayah Yuna adalah pemilik awal perusahaan tersebut.

 

“Lian bilang, perusahaan lagi dalam masalah dan butuh bantuanku. Aku ngerasa bukan siapa-siapa lagi di perusahaan itu. Tapi, aku juga nggak bisa ngebiarin perusahaan yang dirintis ayahku bangkrut. Menurut kamu, aku harus gimana?”

 

“Kamu harus bisa bikin perusahaan ayah kamu bertahan. Aku bakal pikirkan caranya.”

 

“Cara apa?”

 

“Ambil alih perusahaan Lian.”

 

“Eh!?”

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Makan yang banyak!” pintanya.

 

Yuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak mengerti bagaimana perusahaan ayahnya berpindah tangan ke keluarga Wijaya dan berubah nama menjadi Wijaya Group. Kalau memang pamannya yang menjual saham perusahaan untuk pengobatan ayahnya, tentunya ia akan merasa bersalah pada keluarga Wijaya jika Yeriko benar-benar mengambil alih perusahaan itu.

 

“Permisi, Pak!” Sekretaris Yeriko tiba-tiba sudah berdiri di belakang mereka.

 

Yeriko memutar tubuhnya dan menatap sekretarisnya tersebut. “Ada apa?”

 

“Jadwal meeting lima belas menit lagi. Ini presentasi yang Bapak butuhkan,” tutur sekretaris tersebut sambil menyodorkan hardisk ke arah Yeriko.

 

“Oke. Thanks!”

 

Sekretaris tersebut mengangguk dan bergegas pergi. “Eh, tunggu!”

 

“Iya, Pak!”

 

“Panggilkan Riyan ke sini!”

 

“Siap, Pak!”

 

Yuna tersenyum menatap sekretaris Yeriko yang berjalan keluar dari ruang kerja Yeriko.

 

“Yun, aku harus meeting. Kamu istirahat di dalam!” pinta Yeriko sambil menunjuk pintu ruangan pribadinya. “Tunggu aku selesai meeting. Oke?”

 

“Mmh ... aku pulang aja. Masih ada sesuatu yang harus aku kerjain di rumah.”

 

“Apa?”

 

“Ada, deh,” sahut Yuna sambil membereskan bekas makanan mereka.

 

Beberapa menit kemudian, Riyan masuk ke dalam ruangan Yeriko.

 

“Siang, Nyonya!” sapa Riyan sambil menatap Yuna.

 

“Siang!” balas Yuna sambil bangkit dari tempat duduknya.

 

“Mau ke mana?”

 

“Mau pulang,” jawab Yuna.

 

“Mau diantar?” tanya Riyan.

 

“Nggak usah. Aku bisa pesen taksi. Kalian lagi sibuk banget kan?”

 

Riyan tersenyum ke arah Yuna.

 

“Aku udah pesenin taksi. Kamu tunggu di bawah!” pinta Yeriko. “Aku nggak bisa antar.”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Aku pulang dulu!”

 

Yeriko mengangguk. Ia mengecup kening Yuna dan melepas kepergian Yuna dari ruangannya.

 

“Ada apa, Pak Bos?” tanya Riyan.

 

“Yan, kamu bisa selidiki Wijaya Group?”

 

“Sahamnya?”

 

“Sejarahnya.”

 

“Sejarah?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Aku baru tahu kalau ternyata, perusahaan itu sebelumnya milik Pak Adjie Linandar. Nggak tahu gimana ceritanya bisa berpindah tangan ke keluarga Wijaya. Aku ngerasa ada sesuatu yang ganjil. Kamu bisa selidiki ini?”

 

“Bisa, Pak!”

 

“Oh, ya. Kamu juga selidiki kasus kecelakaan ayah Yuna sebelas tahun yang lalu.”

 

“Sebelas tahun?” Riyan mengernyitkan dahi.

 

“Ayah Yuna bukan orang sembarangan. Pasti ada berita yang memuat kasus ini. Kecuali, ada orang yang sengaja menghilangkan bukti-bukti masa lalu keluarga Linandar. Semakin sulit dapetin informasinya, semakin mencurigakan,” tutur Yeriko.

 

Riyan menganggukkan kepala. “Saya mengerti.”

 

Yeriko menghela napas. Ia langsung mengajak Riyan menuju ke ruang rapat.

 

 

 

Sementara itu, Yuna kembali ke rumah dan terus berpikir. Ia tidak tahu bagaimana membuat keputusan. Bekerja kembali atau tetap menjadi ibu rumah tangga.

 

Yuna berjalan menuju balkon. Ia mengambil kotak yang ia sembunyikan di bawah kursi dan membukanya. Ia tersenyum melihat sweeter yang ia rajut sudah hampir jadi. Ia merogoh ponsel di saku celana dan langsung menelepon Wilian.

 

“Halo ...!” sapa Lian dari ujung telepon. “Gimana? Udah ada keputusan?” tanyanya tanpa basa-basi.

 

“He-em. Aku terima tawaran kamu.”

 

“Bagus. Pilihan yang tepat, Yun. Kamu bisa langsung masuk kerja besok.”

 

“Oke.” Yuna langsung mematikan panggilan teleponnya. Ia tersenyum mengingat teman-teman kerjanya yang begitu hangat saat bekerja bersamanya.

 

Yuna menghela napas. Ia mengambil hakpen dari dalam kotak tersebut dan melanjutkan merajut sweeter untuk suaminya. Ia menghabiskan waktunya merajut sambil menikmati pemandangan dari balkon rumah.

 

“Hmm ... akhirnya kelar juga!” Yuna bangkit dan meliukkan tubuhnya setelah menyelesaikan rajutannya dengan sempurna. “Mudahan Yeriko suka sama buatan aku.” Ia menatap sweeter buatannya yang terdapat huruf  ‘YY’ di dada kirinya.

 

Yuna melipat sweater tersebut untuk ia hadiahkan pada suaminya. Yuna melihat jam di ponselnya. Ia bergegas masuk kembali ke dalam rumah dan turun menghampiri Bibi War yang sedang berkutat di dapur.

 

“Kok, Bibi yang masak?” tanya Yuna.

 

“Iya. Kalo nggak masak, Bibi mau ngapain? Semuanya udah beres. Bibi suntuk kalo nggak ngapa-ngapain,” jawab Bibi War.

 

Yuna tersenyum. “Kalo gitu, aku bantuin.”

 

Bibi War mengangguk, membiarkan Yuna membantunya memasak di dapur.

 

“Oh ya, Bi. Sweater yang mau aku kasih ke Yeriko udah kelar,” tutur Yuna. “Mmh ... kira-kira dia bakal suka atau nggak ya?”

 

“Dia pasti suka buatannya Mbak Yuna.”

 

Yuna terus tersenyum sambil memasak bersama Bibi War. Ia terus membayangkan Yeriko mengenakan sweater tersebut.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah dukung cerita ini terus.  

Selalu sapa aku dengan komen di bawah ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas