“Sate, ayam bakar, bebek bakar, rendang, iga bakar,
kepiting, jagung bakar, rica-rica ...” Lutfi mengamati satu per satu makanan
yang sedang disiapkan oleh Chandra dan Jheni. “Eh, gudeng sama rendangnya
mana?” tanya Lutfi.
“Tak sampluk kowe!” sahut Chandra kesal.
“Hahaha. Keluar jawanya,” tutur Lutfi sambil tertawa lebar.
“Jhen, kamu kan keturunan orang Padang, masa nggak bisa bikin rendang?”
“Bukan nggak bisa, Lut. Bikinnya ribet dan lama. Ini aja
udah banyak banget. Kasihan Chandra. Mau kulempar pake bara?” sahut Jheni
kesal.
“Kan ada kamu yang bantuin. Itung-itung, belajar berumah
tangga. Ke pasar bareng, masak bareng, makan bareng, yang belum ... tidur
bareng,” tutur Lutfi sambil cekikikan.
“Kamu!?” Jheni mendelik ke arah Lutfi dan langsung melempar
spatula yang ada di tangannya.
Lutfi langsung berlari menghindar dan menghampiri Yeriko
yang sedang duduk bersama Yuna dan Icha.
Chandra hanya tersenyum kecil menanggapi candaan Lutfi.
“Itu bocah ngeselin banget sih!?” celetuk Jheni sambil
menatap Lutfi dari kejauhan. “Lebih ngeselin dari Yuna. Berdua cocok tuh suka
ngejahilin orang.”
Jheni menoleh ke arah Chandra yang sedang memanggang sate.
“Kamu kenapa sih diem aja dikerjain sama Lutfi?”
“Terus, aku harus gimana?”
“Lawan, kek,” jawab Jheni kesal.
Chandra tertawa kecil. “Dia emang begitu. Makin dilawan
makin jadi. Ikuti aja apa maunya!”
Jheni menghela napas menatap Chandra. Ia masih tak mengerti
kenapa ada pria yang begitu sabar menghadapi orang lain.
“Jangan lihatin aku terus, ntar jatuh cinta!” tutur Chandra
sambil memanggang makanan berikutnya.
“Eh!?” Jheni gelagapan mendengar ucapan Chandra. “Aku
udah jatuh cinta sama kamu dari dulu, kamunya aja yang nggak peka,” sahut
Jheni dalam hati.
“Ini, bawa ke sana!” pinta Chandra sambil menyodorkan
piring berisi tumpukan sate ke arah Jheni.
Jheni mengangguk dan membawa sate tersebut ke meja tempat
mereka berkumpul.
“Yeay! Udah mateng!” seru Yuna begitu Jheni meletakkan
makanan ke atas meja. Ia langsung mencomot satu tusuk sate dari atas piring.
“Ini punyaku,” tutur Yeriko sambil menatap Yuna.
“Mau ...!” Yuna menatap manja ke arah Yeriko.
Yeriko tersenyum kecil. “Suapin aku!”
Yuna meniup daging sate yang masih panas dan menyuapkannya
ke mulut Yeriko.
“Astaga! Kalian ini mesra-mesraan kayak gini, nggak kasihan
sama yang jomblo?” tanya Lutfi.
“Eh!? Siapa yang jomblo?”
Lutfi menunjuk Jheni dengan menggerakkan alisnya.
“Dia ke sini sama Chandra, anggap aja lagi pacaran,” tutur
Yeriko.
“Bisa gitu ya?” tanya Yuna sambil tertawa kecil.
“Kalian ini, seneng banget kalo ngeledek aku sama Chandra,”
sahut Jheni.
“Makanya, buruan jadian!” tutur Lutfi.
Jheni menoleh ke arah Chandra yang masih sibuk membakar
daging dan ikan untuk teman-temannya. “Huft, udah sedekat ini ... dia masih aja
nggak mau nembak aku.” Jheni menundukkan kepalanya.
“Pekok memang dia itu,” tutur Lutfi.
“Kamu kalo ngatain orang, suka bener,” sahut Yuna sambil
tertawa.
“Iya, cowok tuh kalo nggak peka ya pekok,” tutur Lutfi
kesal.
“Bantuin, Lut!” pinta Yuna.
“Udah aku bantuin,” sahut Lutfi. “Aku udah atur biar dia
bisa pergi ke sini sama Jheni, ke pasar bareng, masak bareng. Kurang apa lagi
coba?” tanya Lutfi sambil menatap Jheni dan Yuna bergantian. “Tidur bareng yang
belum,” lanjutnya sambil tertawa.
“Sembarangan kalo ngomong!” Jheni langsung melempar kulit
kacang ke arah Lutfi.
“Jhen, kenapa sih suka banget lempar-lempar?” tanya Lutfi
sambil membersihkan bajunya. “Bajuku udah kotor ini gara-gara spatulamu tadi
itu.”
“Biar aja!” Jheni menjulurkan lidahnya ke arah Lutfi.
“Udah, kamu ke sana bantu Chandra!” pinta Lutfi. “Hush,
hush! Ganggu orang pacaran aja,” usirnya.
Jheni langsung bangkit dari kursi, mencebik ke arah Lutfi
dan bergegas pergi menghampiri Chandra.
Beberapa menit kemudian, Chandra dan Jheni sudah
menghidangkan makanan ke atas meja. Mereka berenam makan bersama sambil
bersenda gurau di bawah taburan bintang yang menghiasi langit malam di Trawas.
“Chan, besok latihan tinju, yok!” ajak Lutfi sambil
menenggak bir yang ada di tangannya.
“Boleh.”
“Mau taruhan lagi?” tanya Yeriko.
“Nggak usah taruhan!” sahut Jheni. Ia sangat kasihan dengan
Chandra yang sudah lelah seharian karena kalah taruhan.
“Jiiah .. nggak berani? Payah!” sahut Lutfi.
“Latihan biasa aja, nggak usah taruhan,” tutur Chandra.
“Oke.” Yeriko menganggukkan kepala.
“Eh, kita main game yuk!” ajak Yuna.
“Game apa?”
“Enaknya apa?”
“Truth or Dare!” sahut Lutfi.
“Ah, nggak mau. Main Buka Rahasia aja! False or True,
gimana?”
“Apaan!?” sahut Lutfi sambil menatap Yuna.
“Berani nggak?”
“Oke. Siapa takut!?” sahut Lutfi.
“Oke. Jawabnya harus cepet ya! Yang jawabnya lama, harus
minum ini!” tutur Yuna sambil meletakkan satu gelas bir di tengah meja.
“Aku duluan!” seru Yuna. Ia mengedarkan pandangannya untuk
mencari mangsa yang bisa ia tanya. Matanya langsung tertuju pada Chandra.
“Chandra ... !” Yuna menatap Chandra menggoda. “Jheni
pernah tidur di rumah kamu. False or True?”
Chandra melebarkan kelopak matanya. Ia menoleh ke arah
Jheni yang duduk di sebelahnya.
“Ah, lama! Minum!” seru Yuna sambil menyodorkan segelas bir
ke hadapan Chandra.
Chandra langsung meraih gelas dari tangan Yuna dan
menenggaknya.
“Giliran aku!” seru Lutfi sambil bangkit dari tempat
duduknya. Ia menatap wajah teman-temannya satu per satu. Matanya tertuju pada
Yuna. “Kamu nikah sama Yeriko karena terpaksa. False or True?”
“False. Eh, True. Eh, False ...” Yuna tertawa kecil sambil
menenggelamkan wajahnya di ketiak Yeriko.
“Aargh ... nggak ada jawaban kayak gitu! Minum!” Lutfi
menyodorkan segelas bir ke arah Yuna.
Yuna tertawa kecil sambil meraih gelas dari tangan Lutfi
dan meminumnya.
“Giliran kamu, Cha!” seru Lutfi sambil menatap Icha yang
duduk di sebelahnya.
“Mmh ...” Icha mengedarkan pandangannya dan menatap Lutfi.
“Kamu pernah mukul meja sampe hancur waktu berantem di bar. False or True?”
“True,” jawab Lutfi.
“Wuiih ... serius, Lut?” tanya Yuna.
Lutfi menganggukkan kepala.
“Iya. Dia ngancurin meja cuma sekali pukul,” sahut Icha.
“Kamu berantem sama siapa?” tanya Yuna.
“Sama preman yang gangguin Icha. Eh, giliran kamu, Jhen!”
pinta Lutfi. Ia meraih gelas bir dari tangan Icha dan memberikan pada Jheni.
“Aku aman,” tuturnya sambil tertawa senang.
Jheni bangkit dari tempat duduk dan langsung menatap
Yeriko. “Yeriko, kamu jatuh cinta sama Yuna pada pandangan pertama. False or
True?”
“True,” jawab Yeriko santai.
Jheni kembali duduk. Ia menyodorkan gelas bir kepada
Chandra. “Giliran kamu. Mau buka rahasia siapa?”
Chandra bangkit dan langsung menatap Lutfi. “Kamu pernah
nginap di rumah Icha. True or False?”
“False. Hahaha,” jawab Lutfi sambil tertawa.
“Iih.. bohong!” dengus Chandra sambil menunjuk wajah Lutfi.
“Waktu itu aku cuma bercanda, Chan. Tanya aja ke Icha!”
“Pernah atau nggak, Cha?” tanya Chandra sambil menatap
Icha.
Icha menggeleng. “Nggak pernah.”
“Huu ... minum!” seru Lutfi sambil menjulurkan lidahnya ke
arah Chandra.
“Sialan kamu!” maki Chandra sambil menatap Lutfi. Ia
langsung menenggak bir yang ada di tangannya.
Lutfi tergelak diiringi dengan tawa teman-teman yang
lainnya.
Mereka menghabiskan malam di Vanda penuh suka cita dan
kembali ke kamar masing-masing.
Lutfi memapah Chandra masuk ke kamar karena Chandra mabuk
berat. Chandra yang paling banyak minum karena selalu kalah dalam permainan.
(( Bersambung ... ))
Makasih udah dukung cerita ini terus. Kasih Star Vote dan hadiah seikhlasnya biar
aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi.
Selalu sapa aku dengan komen di bawah ya! Kasih
kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment