Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 189 - Trauma Masa Lalu || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna duduk di balkon sambil merajut sweater yang akan ia hadiahkan untuk Yeriko. Baru dua hari ia tidak bekerja, rasanya ... hidupnya begitu membosankan. Sementara, orang-orang yang ada di sekelilingnya sibuk bekerja. Ia hanya menghabiskan waktunya untuk bersantai-santai di rumah.

 

“Mbak Yuna lagi apa?” tanya Bibi War yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

 

“Eh, nggak papa, Bi. Lagi bikin sweater buat Yeri.”

 

“Wah ...! Mbak Yuna bisa ngerajut?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Mas Yeri pasti suka sama buatan Mbak Yuna.”

 

“Mudah-mudahan ya, Bi!”

 

“Aamiin. Ini Bibi bawakan jus mangga,” ucap Bibi War sambil meletakkan segelas jus ke atas meja.

 

“Makasih, Bi!” ucap Yuna sambil tersenyum manis.

 

“Mbak, bilang Mas Yeri ... kalau Mbak Yuna bosan di rumah, bisa jalan-jalan ke luar. Nanti Bibi temenin.”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak usah, Bi. Aku mau ngelarin ini dulu.”

 

Bibi War tersenyum sambil memerhatikan Yuna yang sudah dua hari menghabiskan waktunya di balkon seorang diri. Ia hanya mengkhawatirkan kondisi Yuna apabila terus sendirian seperti ini.

 

“Bibi beres-beres dulu. Kalo butuh apa-apa, panggil Bibi ya!”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Bibi War segera pergi meninggalkan Yuna.

 

Yuna meniup jemarinya beberapa kali. Sudah lama sekali ia tidak pernah menggunakan hakpen. Merajut dalam waktu yang lama, membuat ujung jarinya menjadi callus. Sama seperti jika sudah lama tak bermain gitar. Ujung jarinya akan lecet dan menimbulkan callus.

 

Yuna teringat kejadian beberapa bulan lalu saat ia berusaha keras membuat sweater untuk Lian dan harus menelan pil pahit karena Lian tak pernah menerima sweeter tersebut, bahkan ia membakarnya begitu saja.

 

“Yun, Yeriko bukan Lian. Dia pasti akan menghargai kamu dan nggak akan nyakitin kamu!” ucap Yuna pada dirinya sendiri.

 

Yuna menarik napas. Ia meraih gelas jus yang ada di atas meja dan melangkah menuju lantai bawah untuk menghilangkan sejenak rasa pegal di punggungnya karena duduk terlalu lama.

 

Yuna celingukan mencari sosok Bibi War. Ia terus melangkahkan kakinya mengitari ruangan rumah Yeriko.

 

“Nyari apa, Mbak?” tanya Bibi War sambil memegang rotan pemukul kasur.

 

“Nyari Bibi,” jawab Yuna sambil berbalik menatap Bibi War.

 

 

 

PRANG ...!!!

 

Gelas yang ada di tangan Yuna langsung terlepas dan pecah berserakan di lantai saat melihat Bibi War membawa rotan pemukul kasur. Tubuhnya gemetaran, mengeluarkan keringat dingin, seisi ruangan berputar semakin cepat. Dada Yuna kembang kempis begitu cepat, ia tak bisa mengendalikan diri.

 

“Aargh ...! Ampun ...! Jangan pukul lagi! Jangan! Sakit!” Yuna melipat tubuhnya ke lantai dan terus berteriak histeris sambil menangis.

 

“Mbak Yuna, kenapa?” Bibi War panik melihat Yuna yang tiba-tiba berteriak histeris. Ia langsung melemparkan rotan pemukul kasur yang ada di tangannya. Meraih pundak Yuna dan menggoyang-goyangkan tubuh Yuna agar tersadar.

 

“Mbak Yuna! Mbak! Sadar, Mbak! Ini Bibi!” Bibi War menarik wajah Yuna agar menatapnya.

 

“Bibi?” Yuna terisak dan langsung memeluk Bibi War. “Bi, aku takut!” tutur Yuna sesenggukan.

 

“Nggak usah takut! Ada Bibi di sini,” tutur Bibi War sambil mengusap kepala Yuna dan memeluknya dengan erat. “Ayo, bangun!” Bibi War memapah Yuna untuk duduk di sofa dan memberikan segelas air putih.

 

Yuna melipat kakinya di atas sofa dan menopangkan dagu ke lututnya. Tatapannya kosong, bayangan masa lalu kembali menghantui dirinya.

 

Bibi War sangat khawatir dengan keadaan Yuna. Ia bergegas menjauh dari Yuna, merogoh ponselnya dan menelepon Yeriko.

 

“Ada apa, Bi? Ada masalah?” tanya Yeriko begitu panggilan teleponnya tersambung. Ia sudah mengetahui, Bibi War hanya akan meneleponnya jika terjadi masalah.

 

“Mmh ... Mbak Yuna, Mas.”

 

“Yuna kenapa?”

 

“Apa dia punya trauma masa lalu?” tanya Bibi War berbisik. Ia mengintip Yuna dari kejauhan untuk memastikan kalau Yuna tidak akan mendengar pembicaraannya dengan Yeriko.

 

“Maksud Bibi?”

 

“Tadi, Bibi abis jemur kasurnya Bibi. Bibi pegang rotan pemukul kasur waktu masuk. Mbak Yuna lihat Bibi langsung teriak ketakutan dan nangis histeris. Bibi kebingungan karena dia tiba-tiba seperti itu. Dia kira, Bibi mau mukul dia pakai rotan itu.”

 

“Serius, Bi?”

 

“Iya. Bibi khawatir sama dia.”

 

“Sekarang, keadaannya gimana?”

 

“Udah baikan. Tapi masih murung. Dia masih duduk di sofa dan kelihatan masih ketakutan.”

 

“Oke. Aku pulang sekarang juga.” Yeriko langsung mematikan panggilan teleponnya.

 

Tiga puluh menit kemudian, Yeriko sudah sampai di rumah. Ia langsung berlari masuk ke dalam rumah dan mendapati Yuna masih meringkuk di sofa dengan tatapan kosong.

 

“Yun, kamu nggak papa?” tanya Yeriko sambil menghampiri Yuna. Ia langsung menangkup wajah Yuna dengan kedua telapak tangannya.

 

Yuna menatap wajah Yeriko, matanya menyiratkan rasa takut yang begitu besar.

 

Yeriko langsung memeluk erat tubuh Yuna. “Nggak papa. Aku di sini, selalu jagain kamu!” bisiknya di telinga Yuna.

 

“Aku takut,” bisik Yuna hampir tak terdengar di telinga Yeriko.

 

“Nggak usah takut!” pintanya. “Ada aku.”

 

Yuna memeluk erat tubuh Yeriko dan tak ingin melepaskannya. Berada dalam pelukan Yeriko, membuat perasaannya jauh lebih baik.

 

Yeriko membiarkan Yuna terus berada dalam pelukannya tanpa bicara apa pun hingga gadis itu terlelap di pelukannya. Ia menggendong Yuna dengan hati-hati dan menidurkannya di kamar. Ia langsung turun kembali menemui Bibi War.

 

“Bi, Bibi yakin kalo Yuna ketakutan karena  lihat rotan?”

 

Bibi War menganggukkan kepala. “Kemungkinan, dia punya trauma masa lalu. Apa masa kecilnya dia sering dipukuli?”

 

“Nggak tahu, Bi. Tapi, aku yakin orang tuanya nggak akan seperti itu ke dia. Kemungkinan besar, dia memang menerima perlakuan buruk sebelas tahun yang lalu. Aku bisa lihat gimana Tante dan sepupunya memperlakukan Yuna begitu kejam.”

 

“Bibi coba tanya tentang masa lalunya dia. Dia tetep nggak mau cerita. Suasana hatinya lagi buruk banget. Bawa dia jalan-jalan kalau kondisinya sudah stabil. Mbak Yuna, sosok yang begitu ceria setiap harinya. Ini pertama kalinya Bibi lihat dia begitu menyedihkan.”

 

Yeriko menganggukkan kepala. Ia merogoh ponsel dan langsung menelepon Lutfi.

 

“Halo ...! Lut, kamu di mana?”

 

“Di rumah. Kenapa?”

 

“Aku mau bawa Yuna ke Vanda. Kamu ajak Icha sama Jheni buat ikut juga!”

 

“Kapan?”

 

“Besok.”

 

“Kenapa mendadak?”

 

“Suasana hati Yuna lagi nggak bagus. Aku mau bawa dia liburan. Pastikan Chandra, Jheni dan Icha juga bisa ikut!”

 

“Oke.”

 

“Oke. Besok pagi, aku tunggu kalian di rumah. Jam tujuh.”

 

“Siap, Bos!”

 

Yeriko langsung menutup teleponnya. Ia langsung menelepon Riyan untuk mengubah seluruh jadwal meetingnya beberapa hari ke depan.

 

Yeriko duduk di sofa sambil menyandarkan kepalanya. Banyak hal yang tiba-tiba terlintas di pikirannya.

 

Yeriko tidak benar-benar mengetahui bagaimana kehidupan yang dialami Yuna di masa lalu. Satu-satunya orang yang bisa memberikan informasi tentang masa lalu Yuna hanyalah Jheni. Ia harap, liburan kali ini bisa membuat suasana hati Yuna menjadi lebih baik lagi.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah dukung cerita ini terus.  Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga, bikin aku makin semangat deh.

Selalu sapa aku dengan komen di bawah ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas