Pagi-pagi
sekali, Yuna sudah berkutat di dapur bersama Bibi War untuk menyiapkan sarapan.
“Aargh
...! Akhirnya berhasil!” Yuna melompat kegirangan setelah selesai menyusun
makanan di atas meja makan. Ini pertama kalinya ia bisa menyiapkan hidangan
untuk suaminya sejak mereka menikah.
Bibi
War tersenyum sambil menatap Yuna.
“Makasih
ya, Bi! Udah ngasih aku kesempatan buat pake dapur. Yeriko nggak bisa ngatain
aku sebagai pengacau dapur lagi. Waktu itu kan murni kecelakaan.” Yuna
tersenyum sambil menatap hidangan yang ia buat untuk Yeriko.
“Aargh
...! Yuna, Yuna ... kamu memang perempuan berbakat!” seru Yuna memuji dirinya
sendiri. “Nggak ada yang bisa ngeremehin kemampuan kamu termasuk suami kamu
sendiri!” tuturnya sambil menari-nari riang. Ia terus berputar, menari dan
bersenandung.
“Eh!?”
Yuna meringis ketika ia menabrak tubuh Yeriko. “Udah bangun?”
“Gimana
nggak bangun kalo pagi-pagi kamu udah ribut banget?”
“Hehehe.
Sorry! Aku ganggu tidur kamu ya?”
“Banget!”
sahut Yeriko.
“Sorry!
Abisnya, aku seneng banget hari ini.”
“Ada
apa? Dapet undian berhadiah?”
“Ih..
enggak! Taraaaa ...!” Yuna menunjukkan makanan yang terhidang di atas meja.
Yeriko
mengernyitkan dahi. “Apa istimewanya? Cuma sarapan doang.”
Yuna
memonyongkan bibirnya. Ia langsung melepas apron. Melempar ke lantai begitu
saja dan duduk di kursi sambil melipat wajahnya.
Yeriko
mengernyitkan dahi. Ia menatap apron yang tergeletak di lantai dan baru
memahami maksud Yuna. Ia ikut duduk di kursi meja makan yang ada di sebelah
Yuna. “Kenapa tiba-tiba marah?” tanya Yeriko.
Yuna
tak menyahut. Hanya melipat kedua tangan di depan dada.
Yeriko
tersenyum kecil menatap Yuna. “Kamu yang masak?” tanyanya lembut sambil
merapikan rambut Yuna.
Yuna
melirik sambil melipat wajahnya.
“Jelek
banget kalo cemberut kayak gitu.” Yeriko menjepit rahang Yuna dan menggoyangkan
perlahan.
Yuna
mengerucutkan bibirnya.
Yeriko
tersenyum dan mengecup bibir Yuna.
“Aku
udah bisa masak tanpa ngacaukan dapur. Apa aku udah boleh pake dapur?” tanya
Yuna sambil memainkan matanya.
Yeriko
terdiam selama beberapa saat. “Mmh ... aku pikir-pikir dulu.”
“Iih
.. kok gitu?”
“Aku
cobain dulu masakan kamu. Kalo enak, dapur ini punyamu.”
Yuna
mengangguk sambil tersenyum. “Ayo, cobain!” pinta Yuna sambil menyendokkan
makanan ke piring Yeriko.
Yeriko
mencicipi masakan Yuna perlahan. Tak ada ekspresi senang atau pun tidak senang.
Membuat Yuna yang duduk di sampingnya menahan napas menunggu komentar Yeriko.
“Gimana?”
tanya Yuna.
“Mmh
... lumayan.”
“Lumayan?
Maksudnya?”
“Lumayan
enak.”
Yuna
memonyongkan bibirnya. Ia sudah bersusah payah membuat makanan untuk Yeriko
dengan sepenuh hati. Tapi, hasil masakannya tidak bisa membuat suaminya itu
puas.
Yeriko
tersenyum kecil sambil melirik Yuna. “Dapur ini punyamu,” tuturnya sambil
menyuapkan makanan ke mulutnya.
“Hah!?
Serius!?” Yuna langsung menatap wajah Yeriko dengan mata berbinar.
Yeriko
menganggukkan kepala.
“Aargh
...! Makasih!” seru Yuna sambil memeluk tubuh Yeriko.
“Hmm
... cuma dapur, bisa bikin kamu seceria ini?”
Yuna
mengangguk sambil tersenyum. “Iya, dong! Mulai hari ini, aku yang masakin buat
kamu. Gimana?”
“Eh!?”
Yeriko langsung menatap Yuna. “Bibi War ngapain kalo kamu yang masak?”
“Hmm
... dia bisa bantu aku potong-potong sayuran, beres-beres rumah. Kalo aku yang
masak, aku bisa meringankan kerjaan Bibi kan?”
“Apa
kamu nggak bisa lebih santai aja? Biar semua kerjaan rumah dikerjain Bibi.”
“Aku
udah nggak kerja. Kalo aku nggak ngapa-ngapain, aku bisa mati kebosanan di
rumah sebesar ini.”
Yeriko
tersenyum kecil sambil menatap wajah Yuna. “Gimana kalo kamu kerja di
perusahaan aku aja? Kita bisa ketemu setiap hari.”
Yuna
menggelengkan kepala.
“Kenapa?”
tanya Yeriko.
“Karena
... aku nggak mau terlalu diistimewakan di perusahaan kamu. Semua karyawan di
sana pasti sungkan sama aku karena aku istrinya bos. Aku nggak mau statusku
justru jadi kendala buat kinerja mereka.”
Yeriko
menganggukkan kepala. “Ya udah, kamu di rumah aja!” pinta Yeriko. “Kalo bosan,
kamu bisa main ke rumah kakek.”
Yuna
mengangguk sambil tersenyum. “Iya juga, ya? Udah lama gak ke sana.”
“Kakek
pasti seneng kalau kamu sering datang ke sana.”
Yuna
mengangguk.
“Hari
ini, jadi ke pameran kan?” tanya Yeriko.
Yuna
mengangguk lagi. “Aku siapin air panas dulu buat kamu mandi. Habisin makannya!”
tutur Yuna sambil bangkit dari tempat duduk.
“Kamu
nggak makan?” tanya Yeriko.
“Aku
tadi udah makan buah, belum laper,” jawab Yuna sambil melangkah pergi.
Yeriko
langsung menahan lengan Yuna.
“Kenapa?”
Yeriko
memerhatikan wajah Yuna beberapa saat. “Kamu program diet lagi?”
Yuna
menggelengkan kepala.
“Makan
dulu!” perintah Yeriko. Ia memberi isyarat agar Yuna menemaninya menikmati
sarapan.
Yuna
kembali duduk di kursinya dan menikmati sarapan bersama Yeriko.
Setelah
selesai makan dan mandi bersama. Mereka bersiap untuk pergi ke pameran karya
seniman-seniman lokal yang diselenggarakan oleh pemerintah.
“Yun,
kenapa kamu pengen banget ke pameran ini?” tanya Yeriko sambil menuruni anak
tangga.
“Karena
diundang sama Bunda Yana. Lagian, aku suka sama seni. Jadi, nggak ada salahnya
kan lihat-lihat sambil cari inspirasi.”
“Kamu
juga udah nggak kerja. Cari inspirasi buat apa?”
“Buat
... membahagiakan diri sendiri. Hihihi.”
Yeriko
tersenyum kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Mbak,
tadi ada orang antar paket. Bibi taruh di atas meja.” Bibi War menghampiri Yuna
dan Yeriko yang baru saja sampai di ujung anak tangga.
Yuna
menghampiri kotak yang ada di atas meja dan membacanya. “Oh. Ntar tolong bawa
ke kamar, Bi!” pinta Yuna.
“He-em.”
Bibi War menganggukkan kepala.
“Kamu
beli apa?” tanya Yeriko.
“Beli
benang,” jawab Yuna santai.
“Buat
apa?”
Yuna
langsung menoleh ke wajah Yeriko. “Duh, gimana sih? Aku kan mau ngasih kejutan
buat dia. Kenapa aku jawabnya jujur banget?” batin Yuna.
“Mmh
... buat ngisi waktu luang. Biar nggak bosen,” jawab Yuna sambil menarik lengan
Yeriko. “Ayo, berangkat!”
“Jheni
sama Icha jadi ikut?”
“Belum
tahu. Icha belum jelas mau dateng atau nggak. Kalo Jheni, katanya udah ke sana.
Nggak tahu mau ke sana lagi atau nggak,” jawab Yuna sambil melangkah keluar
dari rumahnya.
“Oh.”
Yeriko membukakan pintu mobil untuk Yuna. Mereka bergegas menuju ke venue untuk
melihat-lihat hasil karya seniman-seniman daerah.
Setelah
sampai di tempat pameran, Yuna langsung berkeliling melihat karya seni yang
dipamerkan di sana. Bukan hanya seni rupa dan seni kriya, pameran tersebut juga
memamerkan produk makanan khas dari berbagai daerah.
Yuna
menghentikan langkahnya saat melihat seorang seniman airbrush sedang menggambar
live di sebuah kaos.
“Gila!
Bagus banget gambarnya, aku mau!” seru Yuna.
“Kamu
mau?” tanya Yeriko.
Yuna
menganggukkan kepala.
Yeriko
menghampiri seniman yang sedang melukis seseorang menggunakan media kaos. “Mas,
bisa lukis kami?” tanya Yeriko.
“Bisa
banget, Mas!” sahut seniman tersebut. Ia memanggil salah seorang temannya untuk
melukis Yuna dan Yeriko di atas sebuah kaos dengan teknik air brush.
“Ini
komunitas ya?” tanya Yuna sambil duduk berdampingan dengan Yeriko untuk dilukis
secara live oleh seniman tersebut.
“Iya,
Mbak. Kami komunitas airbrush. Ini kartu nama kami. Kalau Mbaknya butuh, kami
siap kapan aja.”
“Iya,
Mbak juga cantik banget. Kalau mau jadi model kaos kami juga bisa, Mbak,” sahut
seniman yang lain.
“Ah,
kalian bisa aja. Aku nggak bakat jadi model.”
“Mas,
masnya lebih deket lagi!” pinta seniman tersebut.
Yeriko
langsung menggeser tubuhnya lebih dekat lagi ke tubuh Yuna.
Tak
sampai satu jam, seniman tersebut sudah menyelesaikan lukisannya dengan baik.
“Pasangan
serasi. Cantik dan ganteng,” puji seniman tersebut usai menyelesaikan
lukisannya. “Mau bikin satu atau dua mbak?”
“Satu
aja,” jawab Yuna.
“Nggak
mau couple?”
Yuna
menggelengkan kepala.
“Kenapa?
Kalau bikin dua, aku satu, kamu satu,” tutur Yeriko.
“Cukup
satu aja,” jawab Yuna. “Aku nggak mau diduain,” tuturnya sambil meringis.
“Bukan
diduain, bajunya yang dua,” sahut Yeriko.
“Nggak
usah, satu aja. Kita pakai dan rawat bareng-bareng.”
“Aku
mana bisa pakai ini. Ukurannya kecil banget.”
“Mmh
... iya juga ya?”
“Ya
udah, Mas. Satu lagi!” pinta Yeriko.
Seniman
tersebut mengangguk dan langsung membuatkan lukisan yang sama satu lagi.
Yuna
mengajak Yeriko berkeliling dan melakukan banyak hal bersama sepanjang hari.
(( Bersambung ... ))
Makasih udah dukung cerita ini terus. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga, bikin aku makin semangat deh.
Selalu sapa aku dengan komen di bawah ya! Kasih
kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment