Wednesday, February 19, 2025

Perfect Hero Bab 151 : Paket Misterius || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Gimana luka kamu? Udah sembuh?” tanya Rullyta saat Yuna sedang duduk di sofa sambil membaca majalah.

 

“Udah mendingan, Ma,” jawab Yuna sambil bangkit. “Udah bisa dipake jalan walau belum bisa lari,” lanjutnya sambil meringis. Ia bangkit, mencium punggung tangan Rullyta dan kedua pipinya.

 

“Hmm … kamu masih bacain majalah ini?” tanya Rullyta sambil melirik beberapa majalah yang tergeletak di atas meja.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Jangan dibaca lagi!” Rullyta membereskan majalah-majalah tersebut dan menyimpannya ke bawah meja.

 

Yuna tersenyum kecil. “Nggak papa, Ma. Aku baik-baik aja, kok. Toh, berita itu nggak bener.”

 

“Huft, Mama tetep khawatir sama hubungan kalian. Itu si Yeri masih bisa aja santai-santai diterpa isu kayak gini. Mama pusing mikirin anak itu,” tutur Rullyta sambil memijat keningnya.

 

“Ma, hubungan kami nggak ada masalah. Semua masih baik-baik aja,” sahut Yuna sambil tertawa kecil.

 

Rullyta menautkan kedua alisnya menatap Yuna. “Kamu juga nanggepinnya sesantai ini?”

 

Yuna mengangguk. “Yeriko udah janji bakal nyelesaiin semuanya. Aku percaya sama dia.”

 

“Huft, dia lagi sibuk ngurusin masalah perusahaan. Terlalu lama menangani Refi,” sahut Rullyta.

 

Yuna menaikkan kedua alisnya. “Perusahaan lagi bermasalah?”

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Gosip tentang kalian, mempengaruhi perusahaan.”

 

“Ma, apa hubungannya kehidupan pribadi dengan perusahaan? Aku juga nggak kerja di perusahaan Yeriko. Aku sama sekali nggak tahu kalau …”

 

“Kamu tahu, Yeriko bukan orang sembarangan. Apalagi Refi sudah memperbesar masalah ini.”

 

“Terus, aku harus gimana buat bantu Yeriko?”

 

Rullyta dan Yuna langsung menoleh ke arah pintu saat bel berbunyi.

 

“Siapa?” tanya Rullyta sambil menatap ke arah Yuna.

 

“Nggak tahu, Ma. Biar aku lihat dulu.”

 

“Biar Mama aja!” pinta Rullyta sambil menahan tangan Yuna agar tidak bangkit dari tempat duduknya. Ia melangkah perlahan dan langsung membukakan pintu rumah. Ia langsung mengetahui pria berseragam khas yang berdiri di depannya adalah kurir dari perusahaan ekspedisi.

 

“Siang, Bu! Apa benar ini rumah Ayuna?”

 

“Iya, bener.”

 

“Ada paketan untuk Mbak Ayuna.” Pria itu menyodorkan kotak ke arah Rullyta.

 

Rullyta mengangguk sambil menerima kotak pemberian kurir tersebut.

 

“Tolong tanda tangan di sini!”

 

Rullyta mengangguk. Ia segera memberikan tanda tangan dan kembali masuk ke dalam rumah.

 

“Siapa, Ma?”

 

“Paket.”

 

“Buat Yeri?”

 

“Buat kamu.”

 

“Hah!?” Yuna membelalakkan mata menatap box yang ada di tangan Rullyta. “Dari siapa?”

 

“Dari online shop,” jawab Rullyta sambil membaca nama pengirim paketan tersebut.

 

“Aku nggak ada pesan apa-apa,” tutur Yuna sambil mengernyitkan dahinya.

 

Rullyta dan Yuna saling pandang. Rullyta langsung meletakkan box tersebut ke atas meja.

 

“Buka! Ini paketan buat kamu,” seru Rullyta.

 

“Aku nggak pesen apa-apa,” sahut Yuna.

 

“Iya, buka dulu! Itu tulisannya kain.”

 

“Nggak mau! Aku takut!” teriak Yuna.

 

“Terus gimana?” sahut Rullyta tak kalah heboh.

 

“Ini ada apa? Kok, teriak-teriak?” tanya Bibi War.

 

“Aha … Bi, tolong lihat isi box itu!” pinta Rullyta.

 

Bibi War langsung menoleh ke arah kotak yang ditunjuk oleh Rullyta.

 

“Iya, Bi. Tolong dong!” pinta Yuna.

 

Bibi War langsung menghampiri kotak tersebut dan membaca tulisan di atasnya. “Cuma kain, kenapa kalian ketakutan?” tanya Bibi War. Ia memegang kotak tersebut dan mulai membukanya.

 

Wajah Yuna dan Rullyta menegang. Mereka saling berpelukan sambil menahan napas.

 

Bibi War terkejut melihat isi kotak tersebut karena tidak sesuai dengan tulisan yang tertera.

 

Rullyta dan Yuna saling pandang saat mendapati ekspresi wajah Bibi War.

 

“Beneran bom?” seru Rullyta.

 

Bibi War menggelengkan kepala. “Ini … lebih bahaya dari bom.”

 

“Hah!?”

 

“Ma, aku belum mau mati!” seru Yuna. “Aku masih terlalu muda. Masih belum meraih mimpiku. Karirku baru aja dimulai. Aku baru aja nikah, belum punya keturunan. Aku nggak mau mati muda dalam keadaan mengenaskan,” ceracau Yuna.

 

“Kamu kira Mama mau mati mengenaskan di sini? Mama juga belum punya cucu!” seru Rullyta.

 

Yuna langsung menatap wajah Rullyta. “Ma, apa itu ada hubungannya sama aku?” seru Yuna.

 

“Kalian ini kenapa?” tanya Bibi War. Ia menatap Yuna dan Rullyta sambil mengernyitkan dahi. “Kalian lihat dulu sisinya!”

 

Yuna dan Rullyta mendekati kotak itu perlahan.

 

“Aaargh …!” Yuna dan Rullyta berteriak saat melihat iai kotak tersebut.

 

“Kelakuan siapa ini?” seru Rullyta sambil mengambil boneka pocong dari dalam kotak tersebut. Ia juga melihat foto Yuna yang ditusuk dengan jarum.

 

“Ini … apa maksudnya ada yang mau nyantet Mbak Yuna?” celetuk Bibi War.

 

“Bi …!?” Rullyta mendelik ke arah Bibi War.

 

“Siapa yang iseng ngirimin beginian?” gumam Bibi War sambil menatap isi kotak tersebut.

 

“Ini bukan iseng,” sahut Rullyta.

 

Yuna menatap wajah Rullyta. “Mmh … aku ngerasa nggak punya musuh. Yang sering bikin masalah sama aku cuma Bellina. Tapi, dia nggak mungkin ngelakuin ini. Biarpun dia ngeselin, tapi dia nggak akan ngelukain aku.”

 

“Pasti Refi. Siapa lagi kalau bukan cewek gila itu?” sahut Rullyta.

 

“Maksud Mama?”

 

Rullyta menarik napas panjang. “Anak ini, selalu berprasangka baik. Sampai tidak menyadari kalau dia lagi dalam bahaya,” batin Rullyta.

 

Yuna tersenyum kecil sambil menatap Rullyta.

 

“Bi, tolong masukin kotak itu ke dalam mobil saya!” perintah Rullyta pada Bibi War.

 

Bibi War mengangguk dan bergegas melakukan perintah dari majikannya.

 

Rullyta menatap serius ke wajah Yuna selama beberapa detik. “Ganti baju, dandan yang cantik, terus ikut Mama!” pinta Rullyta.

 

“Ke mana?”

 

“Nggak usah banyak tanya!” tegas Rullyta. “Buruan ganti!” Ia menarik lengan Yuna dan mendorongnya menaiki anak tangga.

 

Beberapa menit kemudian, Yuna kembali menghampiri Rullyta.

 

Rullyta tersenyum senang menatap Yuna yang terlihat begitu manis dan cantik.

 

“Yuk!” ajak Rullyta. Mereka bergegas keluar rumah.

 

Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di Rumah Sakit Orthopedi and Traumatologi (RSOT).

 

“Ma, kita mau nemuin Refi?” tanya Yuna.

 

Rullyta mengangukkan kepala. “Nggak usah khawatir!”

 

“Mmh … tapi, Yeriko ngelarang aku buat ketemu sama Refi. Dia khawatir kalau …”

 

“Kamu tenang aja!” sahut Rullyta sambil merangkul pundak Yuna. “Kali ini, Mama yang temui Refi. Yeri nggak akan marah.”

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Mama yakin kalau Refi yang ngirim boneka itu?”

 

Rullyta menganggukkan kepala.

 

“Ma, apa itu sejenis santet? Tapi, kenapa aku masih baik-baik aja?”

 

“Kamu ngarepin mati kena santet!?” dengus Rullyta kesal.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kalo menurut film yang pernah aku tonton, orang yang kena santet bakalan sakit dan …”

 

“Refi itu perempuan modern. Dia nggak mungkin main belakang kayak gitu. Pasti, dia ngirimin kotak itu cuma buat ngancam dan nakut-nakutin kamu doang.”

 

“Bisa aja dia terpengaruh sama keluarganya. Siapa tahu, keluarganya dia ada yang masih percaya begituan.”

 

“Huft, Mama rasa keluarganya nggak ada yang ngehirauin dia.”

 

“Kenapa?” tanya Yuna.

 

“Nanti aja Mama ceritain kalau kita udah di rumah. Sekarang, kita temui dia dulu.”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Mereka bergegas masuk ke rumah sakit untuk menemui Refi yang tengah menjalani perawatan.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas