Monday, February 17, 2025

Perfect Hero Bab 149 : Perhatian Mama Mertua || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yeriko bangkit dan keluar kamar setelah Yuna tertidur pulas. Ia melangkah menuju ruang kerjanya. Kemudian, duduk bersandar di sofa sambil menengadahkan kepalanya menatap langit-langit ruangan.

 

Yeriko menatap layar ponsel dan segera menelepon Riyan.

 

“Halo ...! Ada apa, Pak Bos?”

 

“Yan, kamu selidiki gosip yang tersebar hari ini!” pinta Yeriko. “Cari tahu orang yang ngirim foto-foto itu ke redaksi majalah!”

 

“Oke. Siap, Bos!”

 

“Oh ya, soal PT. Cahaya Gemilang, apa sudah ada perkembangan?”

 

“Sudah, Pak Bos. Dalam waktu kurang dari sebulan, saya pastikan perusahaan itu sudah bangkrut.”

 

“Bagus.”

 

“Ada perintah lagi?” tanya Riyan.

 

“Nggak ada. Sementara, bantu selidiki masalah Nyonya Muda dulu!”

 

“Siap, Pak!”

 

Yeriko langsung mematikan panggilan teleponnya. Kemudian, ia kembali menelepon Wilian.

 

“Halo ...!” sapa Lian begitu panggilan telepon Yeriko tersambung.

 

“Halo ...! Udah tidur?”

 

“Belum. Gimana keadaan Yuna? Aku denger dari karyawan, dia luka?”

 

“He-em. Dia nggak bisa masuk kerja sampai lima hari ke depan.”

 

“Oke. Nggak masalah. Salam untuk Yuna, semoga cepat sehat lagi!”

 

“He-em.” Yeriko langsung mematikan sambungan teleponnya.

 

Yeriko menyentuh rahangnya yang masih terasa ngilu akibat perkelahiannya dengan Andre. Andre memang sangat menyebalkan. Tapi juga sangat peduli pada Yuna.

 

“Bagus juga kalau ada orang lain yang bisa melindungi kamu,” gumam Yeriko. Ia menuangkan wine yang ada di atas meja dan menenggaknya perlahan. Bibirnya menyunggingkan senyum, hatinya merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Sebab, ia tidak mampu melindungi Yuna di saat-saat kritis.

 

“Aku nggak pernah peduli sama apa pun selain bisnis. Tapi, kamu sudah berhasil mengubah seluruh hidupku,” celetuk Yeriko sambil membaringkan tubuhnya di sofa.

 

Untuk pertama kalinya, Yeriko memikirkan banyak hal di luar bisnis. Ia terus memikirkan hubungannya dengan Yuna. Tanpa sadar, ia terlelap begitu saja di sofa ruang kerjanya.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

Yuna terbangun dari tidurnya dan mendapati suaminya masih terlelap di sisinya.

 

“Yer, nggak kerja?” Yuna menggoyangkan tubuh Yeriko.

 

Yeriko meraih lengan Yuna dan memasukkan ke dalam bajunya. “Tidur dulu!” pintanya.

 

“Udah siang. Aku juga mau kerja,” tutur Yuna sambil menatap tirai kamar yang sudah terbuka.

 

“Aku udah izinin kamu ke Lian. Nggak usah masuk kerja sampai lima hari ke depan!” Yeriko meraih remote tirai dan menutup kembali tirai kamarnya yang sudah terbuka agar cahaya matahari tak mengganggu tidurnya.

 

“Beneran?” tanya Yuna.

 

Yeriko mengangguk, kemudian memejamkan matanya kembali. “Gimana luka kamu? Udah sembuh?”

 

“Udah mendingan,” jawab Yuna.

 

“Kalo gitu, temenin aku tidur sebentar!” pinta Yeriko sambil menarik tubuh Yuna ke dalam pelukannya. “Jam sepuluh, aku baru masuk kantor.”

 

“Siang banget?” Yuna mengernyitkan dahi.

 

Yeriko tersenyum sambil memicingkan mata menatap Yuna. Ia menempelkan hidungnya ke hidung Yuna. “Siapa yang mau marah kalau aku berangkat ke kantornya siang?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kamu yang punya perusahaan. Nggak bakal ada yang marah.”

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. “Cuma Nyonya Ye yang bisa marahin aku,” tuturnya sambil mencubit hidung Yuna. “Kita tidur sebentar lagi!” pintanya sambil memeluk kepala Yuna ke dalam dadanya.

 

 

 

Bukannya mereda, berita tentang Yuna semakin menjadi. Kali ini, majalah cetak dan online menampilkan foto Andre saat menolong Yuna di depan kantor Wijaya Group. Rumor kali ini benar-benar membuat semua keluarga Yeriko kesal.

 

“Mama? Tumben pagi-pagi udah di sini?” tanya Yeriko saat ia akan berangkat ke tempat kerjanya.

 

Rullyta menatap tajam ke arah Yeriko sambil melipat kedua tangannya. “Kamu masih bisa sesantai ini? Gosip di luar sana sudah heboh banget dan kamu bertingkah seolah-olah nggak ada apa-apa?”

 

“Gosip Yuna sama Andre?” tanya Yeriko santai.

 

Rullyta melebarkan matanya saat mendengar pertanyaan Yeriko. “Kamu sudah tahu? Siapa laki-laki itu?”

 

“Temen kecilnya Yuna. Dia yang nolongin Yuna waktu Yuna terluka karena ulah wartawan-wartawan itu.”

 

“Mereka nggak ada hubungan apa pun?”

 

“Nggak ada, Ma. Aku kenal sama Andre.”

 

Rullyta menghela napas lega. “Kenapa gosip yang beredar kayak gitu?”

 

“Wartawan bikin spekulasi sendiri.”

 

“Apa rencana kamu selanjutnya?” tanya Rullyta.

 

“Pak Bos!” Riyan tiba-tiba menerobos masuk. “Eh, Nyonya Besar? Selamat pagi!” sapa Riyan sambil membungkukkan punggungnya di hadapan Rullyta.

 

“Ada apa?” tanya Yeriko saat menangkap ekspresi wajah Riyan yang tak biasa.

 

Riyan membisikkan sesuatu di telinga Yeriko.

 

“Ma, aku pergi kerja dulu!” pamit Yeriko.

 

“Eh!? Kita belum selesai ngomong!” seru Rullyta.

 

“Aku masih ada urusan penting. Kita bicarakan setelah aku pulang. Gimana?”

 

“Oke. Yuna mana?”

 

“Di kamar. Kakinya masih sakit.”

 

Rullyta berbalik dan langsung menaiki anak tangga menuju kamar anaknya. Ia membuka pintu perlahan dan mendapati Yuna sedang berbaring di tempat tidur.

 

“Pagi ...!” sapa Rullyta sambil menghampiri Yuna.

 

“Eh, Mama? Udah dari tadi?” Yuna berusaha bangkit dari tempat tidur.

 

“Nggak usah turun!” pinta Rullyta sambil menghampiri Yuna dan ikut duduk di tepi tempat tidur. “Gimana lukamu?”

 

“Udah mendingan, Ma. Cuma luka sedikit aja, kok.”

 

“Kamu sudah lihat berita hari ini?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Rullyta menghela napas panjang. “Gimana bisa, mereka jadikan itu bahan masakan lezat? Kamu, nggak ada hubungan spesial sama Andre kan?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kami sahabat dari kecil. Kami sudah seperti adik-kakak. Saat itu, Andre datang karena khawatir soal gosip yang disebar sama Refi. Di sana ada banyak wartawan. Aku jatuh, Andre nolongin aku dan ...”

 

“Mereka langsung menggodok itu. Nulis di berita kalau kamu selingkuh sama Andre?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Tapi, semua itu nggak bener. Yeriko tahu kalau aku ...”

 

“Mama percaya sama kamu!” Rullyta tersenyum sambil mengusap lembut pipi Yuna.

 

“Makasih, Ma!” tutur Yuna dengan mata berkaca-kaca.

 

“Jangan nangis! Mama akan bantu kalian buat nyelesaikan masalah ini.”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

 

 

Tok ... tok ... tok ...!

 

 

 

Rullyta dan Yuna langsung menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Asisten pribadi Rullyta masuk ke dalam, membisikkan sesuatu di telinga Rullyta sambil menyodorkan tab ke arah bosnya itu.

 

“Yun, Mama pulang dulu!” pamit Rullyta. “Cepet sembuh ya! Nanti sore, Mama mau ajak kamu ke rumah sakit.”

 

“Rumah sakit?”

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Kita temui Refi.”

 

“Oh. Oke.” Yuna menganggukkan kepala.

 

Rullyta tersenyum. Ia mencium kedua pipi Yuna dan bergegas turun dari kamar.

 

“Bi, hubungan mereka gimana? Apa baik-baik aja?” tanya Rully sambil menghampiri Bibi War yang sedang memasak di dapur.

 

“Baik, Bu.”

 

“Gosip yang lagi viral, nggak mempengaruhi hubungan mereka?”

 

Bibi War menggelengkan kepala. “Mas Yeri kelihatan baik-baik aja.”

 

“Huft, dia terlalu santai menanggapinya,” celetuk Rullyta. “Tolong perhatikan Yuna!” pinta Rullyta.

 

“Baik, Bu.”

 

“Nanti sore saya ke sini lagi.”

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

Rullyta segera pergi dari rumah Yeriko.

 

Bibi War mengambil mangkuk berisi sup tonik untuk Yuna dan membawakannya ke kamar.

 

“Mbak, supnya diminum dulu ya! Biar cepet sehat!” pinta Bibi War sambil menyodorkan mangkuk sup ke hadapan Yuna.

 

Yuna mengangguk. “Makasih banyak, Bi!” Yuna langsung menerima sup pemberian Bibi War dan meminumnya perlahan.

 

“Mbak Yuna baik-baik aja?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Gosip yang lagi beredar, apa itu juga kerjaan Refi?”

 

“Belum tahu, Bi. Sepertinya ... kali ini memang hasil godokan wartawan.”

 

“Hmm ... Bibi kesel banget. Kenapa setiap hari ada aja berita yang menyudutkan Mbak Yuna. Kalau bukan karena Refi, Mbak Yuna nggak akan menerima penderitaan seperti ini.”

 

Yuna tersenyum menatap Bibi War. “Nggak usah khawatir, Bi! Aku baik-baik aja,” tutur Yuna sambil tersenyum.

 

Bibi War ikut tersenyum menatap wajah Yuna. Ia selalu melihat Yuna sebagai wanita yang mandiri. Selalu berusaha mengandalkan dirinya sendiri. Tapi, tetap saja ia khawatir dengan hubungan mereka. Ia takut, Yeriko yang tak mampu menenangkan Yuna.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas