“Minum ini dulu ya!” pinta Yeriko sambil membawakan Chicken
Tonic Soup buatan Bibi War.
Yuna mengangguk sambil memperbaiki posisi duduknya.
Yeriko duduk di sisi Yuna dan menyuapi Yuna perlahan sambil
meniup sup yang masih panas.
“Lain kali, kalau Refi ngajak ketemuan. Lebih baik nggak
usah kamu tanggepin!” tutur Yeriko sambil meniup sup di sendok dan menyuapkan
ke mulut Yuna.
“Aku nggak tahu kalau ternyata dia mau jebak aku,” sahut
Yuna lirih.
Yeriko menghela napas. Kemudian tersenyum kecil sambil
menatap Yuna. “Lebih baik, bicarakan dulu sama aku sebelum kamu ketemu Refi!”
“He-em.” Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko tersenyum. Ia terus menyuapkan sup ke mulut Yuna.
“Mmh ... aku boleh tanya sesuatu?”
“Apa?”
“Apa Refi nggak punya keluarga? Dia selalu sendirian di
rumah sakit dan selalu mengandalkan kamu. Dia ...”
“Nggak usah bahas Refi lagi!” pinta Yeriko.
“Kenapa?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko.
Yeriko menatap wajah Yuna beberapa saat. Kemudian menghela
napas sambil menundukkan kepalanya. “Dari dulu, hubungan dia dan mamanya nggak
baik.”
“Apa keluarga lainnya nggak ada?” tanya Yuna.
Yeriko menarik napas dalam-dalam sembari menatap Yuna.
“Nggak usah bahas dia lagi!” pintanya.
Yuna terdiam melihat tatapan dingin Yeriko. Sepertinya,
Yeriko memang tidak punya keinginan untuk membahas tentang kehidupan Refi.
Mereka terdiam selama beberapa saat. Usai menghabiskan
supnya, Yuna berusaha untuk turun dari tempat tidur.
“Mau ke mana?”
“Mau mandi,” jawab Yuna.
“Nggak usah mandi!” pinta Yeriko. “Kaki kamu masih luka.”
“Yang luka cuma kakinya. Badanku bau asem kalo nggak
mandi.” Yuna menurunkan kakinya perlahan.
Yeriko mendesah kesal. Ia langsung mengangkat tubuh Yuna
dan membawanya ke kamar mandi. “Aku mandiin kamu.”
Yuna tersenyum sambil melingkarkan lengannya ke leher
Yeriko. Ia merasa, perhatian Yeriko tak pernah berubah. Selalu menjadi suami
yang berinisiatif dan menyayanginya sepenuh hati.
“Yer, pelan-pelan!” pinta Yuna sambil meringis saat Yeriko
melepas pakaian Yuna perlahan.
“Ini udah pelan,” jawab Yeriko.
Yuna tersenyum ke arah Yeriko.
“Ku seka aja ya?” tanya Yeriko sambil menatap tubuh Yuna.
“Mmh… okay,” jawab Yuna sambil tersenyum bahagia.
Yeriko memandikan Yuna dengan hati-hati, kemudian membawa
Yuna ke atas tempat tidur kembali.
“Mau pakai baju yang mana?” tanya Yeriko.
“Sembarang aja,” jawab Yuna.
Yeriko melangkah menuju lemari pakaian dan mengambilkan
piyama untuk Yuna.
“Aku bisa pakai sendiri,” tutur Yuna sambil meraih pakaian
dari tangan Yeriko.
“Yakin?”
Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko melipat kedua tangan sambil berdiri di samping
tempat tidur. Ia memerhatikan Yuna yang sedang memakai celana dalam dengan
susah payah karena lututnya terluka.
Yuna meringis kesakitan saat berusaha menekuk lututnya.
Yeriko menghela napas dan langsung membantu Yuna. “Kenapa
selalu memaksakan diri?” tanyanya sambil memakaikan celana untuk Yuna.
Yuna meringis menatap Yeriko. Ia membuka handuk yang
membalut tubuhnya dan mengganti dengan piyama yang dipilih oleh Yeriko.
“Kamu istirahat dulu!” pinta Yeriko. “Aku mau mandi.”
Yuna mengangguk sambil tersenyum.
Yeriko bangkit, ia meraih ponsel dan langsung menelepon
nomor telepon rumahnya sendiri.
“Halo ...! Bi, tolong antarkan makan malam ke kamar ya!”
perintah Yeriko. Ia langsung mematikan telepon dan bergegas masuk ke kamar
mandi.
Beberapa menit kemudian, Yeriko keluar dari kamar mandi dan
berganti pakaian. “Bibi belum antar makanan?” tanyanya sambil mengenakan kaos
miliknya.
Yuna menggelengkan kepala sambil menatap layar ponselnya.
Yeriko menghampiri Yuna dan merebut ponsel dari tangan
istrinya.
“Eh!? Kenapa diambil?” Yuna berusaha meraih ponselnya
kembali dari tangan Yeriko.
Yeriko menatap layar ponsel Yuna yang berisi berita viral
yang terjadi siang tadi. Ia melihat foto Yuna bersama Refi di taman rumah
sakit. Juga, banyak komentar dari penggemar Refi yang menyerang Yuna.
Yeriko menghela napas sambil menatap Yuna. “Jangan baca
berita lagi!” pintanya sambil mematikan ponsel Yuna dan menyimpannya di laci.
Yuna menggigit bibir bawahnya. Walau komentar-komentar
netizen membuat perasaannya memburuk. Tapi ia masih terus penasaran dan ingin
membacanya.
Yeriko duduk di tepi tempat tidur sambil menatap Yuna. “Aku
bakal nyelesaikan masalah ini secepatnya. Percaya sama aku!” pinta Yeriko
sambil mengusap lembut pipi Yuna.
Yuna menganggukkan kepala. “Mmh ...”
“Kenapa?”
“Tadi, waktu aku jatuh dan Andre nolongin aku. Ada banyak
wartawan yang motoin. Aku khawatir kalau bakal ada masalah baru.”
Yeriko tersenyum kecil. “Mereka cuma bisa menciptakan rumor
tanpa tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya. Aku percaya sama kamu.”
Yuna menatap Yeriko dengan mata berkaca-kaca.
“Kenapa malah sedih?”
“Aku bukan sedih. Aku terlalu bahagia karena bisa punya
kamu dalam hidupku,” jawab Yuna lirih sambil mengusap bulir air mata yang jatuh
di pipinya.
Yeriko tersenyum sambil merengkuh kepala Yuna.
Tok ... tok ... tok ...!”
Yeriko langsung menoleh ke arah pintu kamar. “Masuk, Bi!”
Pintu kamar terbuka perlahan. Bibi War masuk sambil
membawakan makanan untuk Yuna dan Yeriko.
“Ini, makan malam untuk kalian!”
Yeriko mengangguk. “Makasih, Bi!”
Bibi War mengangguk. Ia meletakkan makanan ke atas meja dan
bergegas keluar dari kamar Yeriko.
“Makan dulu, ya!” pinta Yeriko.
Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko langsung menggendong tubuh Yuna dan membawanya ke
sofa. Ia menyalakan televisi sambil menikmati makan malam bersama Yuna.
“Oh ya, obat kamu mana?” tanya Yeriko usai menghabiskan
makan malam mereka.
“Masih di dalam tas.”
Yeriko bangkit, ia melangkahkan kakinya menuju lemari yang
berisi semua tas koleksi istrinya. “Tas yang mana?”
Yuna menghela napas sambil menatap Yeriko. “Tas yang di
atas meja. Yang aku pakai tadi.”
Yeriko langsung menoleh ke arah meja yang ada di samping
tempat tidurnya. “Oh.” Ia melangkahkan kaki mendekati meja dan mengambil obat
dari dalam tas Yuna.
“Minum obat dulu ya!” pinta Yeriko sambil mengeluarkan obat
satu per satu.
Yuna langsung meminum obat yang disodorkan oleh Yeriko.
Yeriko mengernyitkan dahi saat melihat obat oles yang ada
di dalam kantong obat tersebut. Ia menoleh ke arah lutut Yuna yang masih
dibalut kain perban.
“Ini ... obat olesnya buat dipakai sekarang?” tanya Yeriko.
“Iya. Masa tahun depan?” sahut Yuna.
“Bukan gitu. Kaki kamu aja masih diperban. Gimana makenya?”
“Dibuka perbannya!” sahut Yuna.
Yeriko tersenyum. “Oke. Kamu buka perbannya ya!” perintah
Yeriko. “Aku balikin tempat makan yang kotor ke dapur sekalian ambil air
hangat.”
“Air hangat buat apa?” tanya Yuna.
“Buat bersihin luka kamu sebelum dikasih obat oles.”
“Oh.” Yuna manggut-manggut. Ia segera membuka perban di
lututnya secara perlahan sambil menatap tubuh Yeriko yang berjalan keluar
kamar.
Tak berapa lama. Yeriko kembali dengan membawa ember kecil
berisi air hangat dan handuk kecil. Ia membasuh luka di lutut Yuna dengan
hati-hati.
“Aw ...! Pelan-pelan!” desis Yuna.
Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna. “Tahan ya!” pinta
Yeriko sambil mengoleskan obat di luka Yuna. “Sakit?” tanyanya sambil menatap
Yuna.
Yuna mengangguk sambil menggigit kerah bajunya. “Perih,”
bisiknya lirih dengan mata berkaca-kaca.
Yeriko meletakkan obat di atas meja usai mengoleskannya
pada luka Yuna. Ia membersihkan tangannya dengan handuk basah dan
mengeringkannya menggunakan tisu.
Yuna terus merintih kesakitan.
Yeriko mengusap air mata Yuna perlahan. “Udah nangisnya!”
pinta Yeriko. “Katanya, Ayuna cewek yang kuat?”
“Sakit!”
“Iya, tahu. Jangan nangis! Kayak anak kecil,” tutur Yeriko
sambil mencubit pipi Yuna.
Yuna tertawa kecil. “Iya, sih. Masih lebih sakit yang di
sini,” tutur Yuna sambil menunjuk dadanya sendiri.
Yeriko menarik napas dalam-dalam dan menarik Yuna ke dalam
pelukannya. Ia mengerti, akhir-akhir ini telah banyak hal yang terjadi dalam
hubungan mereka dan menyakiti Yuna. “Kita hadapi semuanya sama-sama,” bisik
Yeriko sambil mengeratkan pelukannya.
Makasih udah baca sampai sini.
Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment