Yuna
menyadari tatapan kedua pria di hadapannya sama-sama berbahaya. Ia sangat
mengerti bagaimana keduanya. Ia mengkhawatirkan keduanya yang sama-sama
berambisi.
“Yer
...!” panggil Yuna lirih sambil meraih ujung jari Yeriko.
Yeriko
menoleh ke arah Yuna sambil tersenyum. “Ya.”
“Kita
pulang sekarang, yuk!” ajak Yuna.
Yeriko
menganggukkan kepala.
“Tunggu!”
seru Andre sambil menghampiri Yeriko. “Ada hal penting yang mau aku bicarakan.”
“Apa?”
“Nggak
di sini.” Andre melangkahkan kakinya.
Yeriko
melangkah mengikuti Andre.
“Yer
...!” panggil Yuna lagi. Ia sangat mengkhawatirkan keduanya.
Yeriko
tersenyum ke arah Yuna. “Semua bakal baik-baik aja.”
“He-em.”
Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko
bergegas mengikuti langkah Andre sampai ke taman rumah sakit.
“Ada
apa?” tanya Yeriko.
“Kamu
ke mana aja?” tanya Andre dingin. “Sudah lima hari Yuna digosipin aneh-aneh
sama mantan pacar kamu itu. Kamu diam aja? Sampai sekarang Yuna terluka kayak
gini, kamu masih nggak mau berbuat apa pun? Suami nggak becus!” sembur Andre.
“Kamu
siapa? Nggak usah ikut campur urusan rumah tangga aku!” sahut Yeriko.
Andre
melebarkan matanya menatap Yeriko. Ia mengepal tangannya perlahan. Menarik
napas dalam-dalam dan langsung menghujankan pukulan ke wajah Yeriko. “Aku nggak
akan ngebiarin kamu nyakitin Yuna sekalipun kamu suaminya dia!” seru Andre
dengan napas memburu.
Yeriko
menatap wajah Andre kesal. Ia tak menyangka kalau Andre akan menghujaninya
dengan pukulan. Tanpa pikir panjang, ia langsung membalas pukulan Andre hingga
Andre tersungkur ke tanah.
Andre
bangkit dan kembali memukul Yeriko. Mereka saling pukul di taman hingga menarik
perhatian orang lain. Orang-orang langsung memanggil satpam untuk melerai
keduanya.
“Jangan
sentuh aku!” sentak Andre pada satpam sambil merapikan jaketnya. “Aku bisa
pergi sendiri.”
Satpam
yang berjaga membiarkan Andre pergi sendirian. Sementara Yeriko masih berdiri
di tempatnya sambil menikmati rasa nyeri di rahangnya. Ia mengusap darah yang
keluar dari sudut bibirnya.
Yeriko
melangkah menuju toilet untuk memastikan tidak ada luka di wajahnya yang akan
menarik perhatian Yuna.
Beberapa
menit kemudian, Yeriko keluar dari toilet dan langsung menghampiri Yuna.
“Andre
mana?” tanya Yuna.
Yeriko
mengedikkan bahunya.
“Kamu
nggak macem-macemin dia kan?”
“Ck,
kamu malah mengkhawatirkan orang lain?”
“Bukan
gitu. Dia udah nolongin aku hari ini. Nggak enak aja kalau dia tiba-tiba
ngilang gitu aja.”
“Aku
udah wakilin kamu buat ngucapin terima kasih ke dia. Dia masih banyak kerjaan.
Jadi, pulang duluan.”
“Oh.”
Yuna manggut-manggut.
“Kita
pulang sekarang!” ajak Yeriko.
Yuna
menganggukkan kepala. Ia menoleh ke arah Icha yang masih berdiri di sebelahnya.
Icha
tersenyum menatap Yuna. “Aku bawa motor sendiri, Yun.”
“Makasih,
ya! Udah temenin aku.”
Icha
tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Cepet sembuh ya!”
Yuna
mengangguk.
Icha
bergegas pergi meninggalkan Yuna dan Yeriko.
Yeriko
menghela napas, ia mendorong kursi roda Yuna keluar dari rumah sakit.
“Tunggu
di sini sebentar!” pinta Yeriko. “Aku ambil mobil dulu.”
“He-em.”
Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko
bergegas mengambil mobil. Ia menghampiri Yuna yang masih duduk di kursi roda
dan menggendongnya masuk ke dalam mobil.
“Kenapa
sama Andre?” tanya Yeriko saat mereka dalam perjalanan pulang.
“Eh!?”
“Temen
kantor kamu banyak. Kenapa harus Andre?” tanya Yeriko lagi.
Yuna
tersenyum sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Yeriko. “Kamu cemburu ya?”
godanya.
Yeriko
tak menjawab pertanyaan Yuna. Ia fokus menatap jalanan yang ada di depannya.
Yuna
memonyongkan bibirnya melihat sikap Yeriko. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi
sambil memejamkan mata.
Sesampainya
di rumah, Yeriko langsung menggendong Yuna masuk ke kamar, membaringkan Yuna ke
atas tempat tidur.
“Istirahatlah!”
pinta Yeriko.
Yuna
merangkul leher Yeriko sambil tersenyum. “Kamu marah?”
Yeriko
menggelengkan kepala.
“Kenapa
diam aja sepanjang jalan?” tanya Yuna.
“Nggak
papa. Banyak hal yang lagi aku pikirkan. Kamu istirahat ya!”
Yuna
mengangguk kecil.
Yeriko
tersenyum, kemudian mengecup lembut kening Yuna.
Yuna
tersenyum bahagia.
Yeriko
menyelimuti tubuh Yuna dan melangkah keluar dari kamar. Ia menuju ruang kerja
pribadinya. Menghabiskan waktunya untuk memikirkan hal yang terjadi hari ini.
Yeriko
menoleh ke arah ponsel yang berdering di atas meja. Ia meraih ponsel tersebut
dan menjawab panggilan telepon dari mamanya.
“Halo
...!”
“Ya,
Ma.”
“Yuna
terluka?”
“Iya.
Mama tahu dari mana?”
“Pemberitaan
media semakin menjadi-jadi. Kenapa kamu diam aja?” sentak Rullyta.
Yeriko
terdiam. Ia tidak ingin memperburuk kondisi mental Refi, tapi malah menyakiti
istrinya sendiri.
“Kenapa
diam!?”
“Aku
bakal selesaikan secepatnya.”
“Kalau
kamu nggak mampu menghadapi Refi, biar Mama yang turun tangan menyelesaikan
masalah ini.”
“Ma,
biar kami selesaikan sendiri. Ini masalah kami bertiga dan ...”
“Kamu
anggap Mama orang lain, hah!?” teriak Rullyta.
Yeriko
menjauhkan ponsel dari telinganya.
“Ma,
kondisi mental Refi lagi nggak baik. Aku takut dia bakal ngancam bunuh diri
lagi.”
“Kamu
masih mikirin cewek gila itu, hah!? Nggak mikirin perasaan istri kamu sendiri?”
“Yuna
jauh lebih kuat dari Refi. Aku nggak mau Refi bikin semuanya semakin rumit dan semakin menyakiti Yuna.”
“Kamu
bener-bener nggak berguna!” sahut Rullyta kesal, ia langsung mematikan
panggilan teleponnya.
Yeriko
menghela napas sejenak. Ia langsung menelepon Riyan.
“Halo,
Pak Bos!” sapa Riyan.
“Gimana
hasil meeting hari ini?”
“Semuanya
oke. Report-nya udah saya kirim ke email Pak Bos.”
“Oh,
oke. Sekarang di mana?”
“Di
jalan, mau pulang.”
“Aku
ada tugas buat kamu?”
“Ya.”
“Cari
tahu dalang di balik pemberitaan Yuna di media!”
“Siap,
Pak!”
“Oke.”
Yeriko langsung mematikan panggilan teleponnya. Ia keluar dari ruang kerja dan
turun ke dapur menemui Bibi War.
“Bi,
Yuna terluka,” tutur Yeriko.
“Apa!?”
Bibi War terkejut mendengar pernyataan Yeriko. “Gimana keadaannya sekarang?”
“Dia
baik-baik aja. Lagi istirahat di kamar.”
“Biar
bibi buatkan sup untuk Mbak Yuna.”
Yeriko
mengangguk. “Aku naik ke kamar dulu temenin Yuna. Nanti, kalau Riyan datang,
panggil aku ya!”
“Siap,
Mas!”
Yeriko
tersenyum kecil. Ia melangkahkan kaki perlahan menuju ke kamarnya.
“Nggak
tidur?” tanya Yeriko sambil melepas jasnya. Ia menghampiri Yuna yang sedang
asyik bermain ponsel. “Malah main game.”
Yuna
meringis. “Bete, nggak tahu mau ngapain.”
Yeriko
tersenyum. Ia menggeser tubuh Yuna, duduk bersandar di tempat tidur sambil
memeluk Yuna dari belakang. “Yun ...!” bisik Yeriko sambil mengendus leher
Yuna.
“Ya,”
sahut Yuna, ia masih saja fokus dengan ponselnya.
“Apa
kamu bisa menghindari Andre?”
Yuna
mendongakkan kepala menatap Yeriko sambil tersenyum. “Kamu masih cemburu?”
“Sedikit.”
“Cuma
sedikit?”
Yeriko
mengangguk.
“Huft,
padahal cemburuku ke Refi besaaaar banget! Tapi aku nggak pernah minta kamu
buat menghindari
dia.”
“Kenapa?”
“Karena
aku percaya sama suamiku. Suamiku pria yang sangat tampan. Ada banyak cewek
yang menginginkannya. Aku nggak akan menghindari mereka, aku akan menghadapinya
dan mempertahankan rumah tanggaku,” jawab Yuna sambil tersenyum manis. Ia menepuk-nepuk pipi Yeriko
dengan lembut.
Yeriko
menatap Yuna penuh cinta. Ia mengulum bibir Yuna perlahan sambil memeluk erat
tubuh Yuna.
Bagi
Yeriko, Yuna adalah wanita yang paling spesial dalam hidupnya. Awalnya, ia
menikahi Yuna hanya karena menginginkan status di perusahaannya saja. Bukan
karena cinta. Tapi, perhatian kecil Yuna membuatnya jatuh cinta setiap hari.
Makasih udah baca sampai sini.
Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment