BAB 3
OBSESI ANJANI
Anjani mondar-mandir di
dalam kamar berkali-kali sambil sesekali menggigit jemari kukunya. Kalimat
Ustadz Zuhri yang berniat untuk mengkhitbah Halimah, terus terngiang-ngiang di
telinganya.
“Kalau Ustadz Zuhri
beneran mau khotbah Halimah, itu artinya Halimah bakal jadi calon istrinya di
masa depan? Kok bisa Ustadz Zuhri mau lamar dia? Kita masih sekolah. Emang
Halimah mau nikah muda?” gumam Anjani.
“Halimah nggak mungkin
menolak Ustadz Zuhri. Apalagi dia udah mau tujuh belas tahun. Sudah boleh untuk
menikah. Apa Ustadz Zuhri bakal langsung menikahi Halimah atau menunggu dia
lulus sekolah dulu, ya?”
“Aargh ...! Nggak peduli
bakal nunggu atau langsung menikah. Intinya, kalau Ustadz Zuhri beneran
ngelamar Halimah, mereka bakal tetap jadi suami istri,” ucap Anjani.
“Nggak boleh! Ini nggak
boleh terjadi. Yang kenal sama Ustadz Zuhri itu aku duluan. Harusnya Ustadz
Zuhri sukanya sama aku! Kenapa malah sama Halimah. Kesel banget sama Halimah.
Caper banget di depan Ustadz Zuhri,” cerocos Anjani. Ia sibuk berdialog dengan
dirinya sendiri.
Anjani menatap wajahnya
di cermin. “Aku sama Halimah masih cantikan mana? Cantik aku ‘kan?” tanyanya
pada bayangannya sendiri. “Abi aku juga guru Agama dan Ummi guru ngaji.
Keluargaku juga keluarga yang agamanya baik. Kenapa Ustadz Zuhri malah pilih
Halimah yang nggak punya orang tua dan kakaknya juga nggak alim. Kak Annisa, ke
mana-mana nggak pernah pake hijab.”
“Anjani ... kamu nggak
boleh kalah dari Halimah. Kamu harus bisa dapetin Ustadz Zuhri sebelum dia
kembali ke kampungnya karena masa pengabdiannya selesai. Ayahnya Ustadz Zuhri
itu Kiai dan punya pesantren. Kalau aku menikah dengan dia, masa depanku akan
cerah,” ucapnya. Ia menegakkan tubuhnya dan tersenyum bangga pada dirinya
sendiri. Ia akan melakukan apa pun untuk membuat Ustadz Zuhri menjadi suaminya.
Anjani melangkahkan
kakinya keluar dari kamar. Ia langsung menghampiri ayahnya yang sedang
bersantai sambil menonton televisi. “Abi ...!” panggilnya manja.
“Ada apa?”
“Anjani boleh minta sesuatu?”
tanyanya sambil bergelayut manja di pundak ayahnya.
“Apa?”
“Anjani pengen menikah.”
“APA!? Kamu masih
sekolah, sudah pengen nikah?” tanya Ayah Anjani sambil memperhatikan wajah
puterinya. Matanya langsung berpindah ke bagian perut puterinya. “Kamu hamil?”
“Astagfirullah, Abi!
Kenapa Abi berprasangka seburuk itu? Anjani masih suci, Bi. Mana mungkin Anjani
hamil.”
“Terus, kenapa minta
nikah?”
“Sebentar lagi lulus
sekolah, Abi. Anjani pengen nikah aja. Soalnya, Anjani suka sama seseorang dan
ingin menghindari zina dengan menikah. Boleh ya, Bi!”
Ayah Anjani menghela
napas. “Kamu mau menikah dengan siapa? Anak-anak di kampung ini tidak ada yang
masa depannya bagus. Mereka Cuma lulusan SMA. Paling-paling kerja di kebun
setiap hari. Kamu mau punya suami begitu?”
Anjani menggeleng. “Nggak
mau, Abi. Makanya aku mau dinikahkan dengan Ustadz Zuhri. Dia masih muda,
tampan dan pandai agama.”
“Astagfirullah, Anjani!
Kamu ini jangan sembarangan bicara! Ustadz Zuhri yang di kampung sebelah itu?
Apa dia mau punya istri sepertimu? Dia hanya bertugas sementara saja di desa
itu. Tidak akan lama tinggal di sana.”
“Anjani akan ikut ke
manapun Ustadz Zuhri pergi jika Abi mau melamar kan Ustadz Zuhri jadi suamiku.”
“Astagfirullah ...!
Harusnya kamu yang dilamar. Bukan melamar, Anjani!”
“Buat Ustadz Zuhri
melamarku, Abi!”
“Gimana caranya? Kamu
ingin menurunkan martabat Abi di depan semua orang?”
“Abi kenal dengan orang
tua Ustadz Zuhri ‘kan?”
“Iya, kenal. Tapi tidak
begitu dekat.”
“Minta orang tuanya untuk
menjodohkan aku dan Ustadz Zuhri, Abi.”
Ayah Anjani terdiam
sambil berpikir selama beberapa saat.
“Abi ... Anjani cuma mau
menikah sama Ustadz Zuhri seumur hidup. Kalau tidak menikah dengan dia, Anjani
tidak akan menikah seumur hidup!” ancamnya sambil bangkit dari sofa saat ayahnya
tak kunjung memberikan keputusan. Ia langsung melangkah kasar menuju kamar.
“Kamu jangan marah-marah
dulu! Abi akan usahakan. Tapi tidak janji. Semoga Ustadz Zuhri juga bersedia
menikahimu.”
Anjani langsung tersenyum
lebar mendengar ucapan ayahnya. “Terima kasih, Abi ...!” Ia berlari ke arah
ayahnya dan memeluk tubuh pria itu sambil tersenyum ceria. Ia sudah mendapatkan
akses untuk membuat ikatan dengan Ustadz Zuhri. Ia hanya butuh usaha lagi untuk
membuat Ustadz Zuhri menyukainya. Ia harus bisa menggagalkan Ustadz Zuhri untuk
mengkhitbah Halimah agar ia menjadi pemilik satu-satunya pria tampan nan sholeh
tersebut.
[[Bersambung ...]]
Terima kasih buat kalian
yang udah mau nunggu cerita ini!
Cerita ini adalah Prequel
“Assalamualikum, Ya Habib!” yang ada di aplikasi Fizzo.
Jadi, kalau mau tahu
kenapa ada cerita ini, baca dulu novel sebelumnya, ya!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment