Friday, September 16, 2022

Extra Part 02 - I Lost You, Ustadz [Prekuel Assalamualaikum, Ya Habib]

 

Bab 2
Hadiah untuk Halimah

“Assalamualaikum, Ustadz ...!” sapa Halimah dan teman-temannya saat mereka memasuki masjid yang menjadi tempat ibadah sekaligus belajar kajian Al-Qur’an di desa tersebut.

“Wa’alaikumussalam ...!” balas Ustadz Zuhri yang baru saja selesai menyapu masjid tersebut. “Sudah pada datang?”

“Sudah, Ustadz.”

“Pasti pada capek ya jalan kaki dari kampung sebelah. Ke belakang dulu kalau mau minum!” ajak Ustadz Zuhri.

“Iya, Ustadz. Aku haus banget. Boleh minta minum ke rumah Ustadz, kan?” Sahut Anjani.

“Boleh. Yuk!” ajak Ustadz Zuhri. Ia segera melangkahkan kakinya menuju bangunan kecil tempat tinggalnya yang ada di belakang masjid tersebut.

Halimah tersenyum kecil. Ia memilih untuk melangkah masuk ke dalam masjid.

“Halimah, kamu nggak ikut ke belakang? Istirahat dulu!” tanya Ustadz Zuhri saat menyadari Halimah tidak mengikutinya.

Halimah menggeleng sambil tersenyum. “Tidak usah, Ustadz. Halimah bawa air minum sendiri dari rumah.”

Ustadz Zuhri memperhatikan Halimah selama beberapa detik, kemudian ia membalikkan tubuhnya. Mengajak Anjani, Agus, Ibrahim dan Ihsan untuk beristirahat terlebih dahulu karena mereka baru saja menempuh perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan.

“Waktu sholat Ashar masih setengah jam lagi. Kalian beristirahatlah di sini dulu, ya! Kita mulai belajar ba’da Ashar, seperti biasanya.”

“Siap Pak Ustadz!” sahut Ibrahim dan yang lainnya bersamaan. Mereka langsung duduk di ruang tamu Ustadz Zuhri. Menonton televisi sambil menikmati cemilan dan minuman yang tersedia di sana.

“Kalian sudah hafalan tajwid?” tanya Ustadz Zuhri.

“Sudah, Ustadz.”

“Alhamdulillah. Tilawahnya bagaimana?” tanya Ustadz Zuhri lagi.

Semua orang di sana terdiam dan saling pandang.

“Hehehe. Kami belum ada yang menguasai semuanya, Ustadz. Baru bisa nada rendah aja,” ucap Ihsan sambil meringis ke arah Ustadz Zuhri.

“Wah, padahal ustadz sudah siapkan hadiah untuk kalian kalau sudah menguasai semuanya minggu ini. Batal deh hadiahnya,” ucap Ustadz Zuhri.

“Itu, Ustadz. Halimah ...! Halimah sudah bisa tujuh tingkatan lagu Tilawah,” ucap Ibrahim.

“Oh ya? Yang bener?” tanya Ustadz Zuhri penasaran.

“Iya, Ustadz. Dia semangat banget belajar tilawah supaya bisa dapet hadiah dari Ustadz Zuhri,” ucap Agus.

Ustadz Zuhri tersenyum. “Baguslah kalau begitu. Memangnya Halimah menginginkan hadiah apa dari saya?”

“Pengen di-khitbah sama Ustadz Zuhri,” jawab Ibrahim.

Ihsan langsung membungkam mulut Ibrahim. “Kamu jangan bocorin rahasia Halimah! Nanti dia marah sama kita, gimana?”

Ibrahim menahan tawa sambil menutup mulutnya sendiri. “Maaf, aku keceplosan.”

Ustadz Zuhri tersenyum kecil. “Ya sudah, kalian istirahat dulu di sini! Saya akan coba menguji Halimah sambil menunggu waktu sholat Ashar.”

“Siap, Ustadz!” sahut Ibrahim dan yang lainnya bersamaan.

“Anjani boleh ikut, Ustadz?” tanya Anjani sambil menatap wajah Ustadz Zuhri.

“Anjani sudah hafal tingkatan lagu Tilawah juga?” tanya Ustadz Zuhri.

Anjani menggelengkan kepala.

“Saya uji Halimah dulu. Boleh ikut kalau mau melihat,” ucap Ustadz Zuhri sambil melangkahkan kakinya. Ia segera masuk kembali ke dalam masjid dan menghampiri Halimah yang sudah siap dengan mukenah dan Al-Qur’an di hadapannya.

Ustadz Zuhri langsung tersenyum lebar mendapati wajah cantik Halimah. Gadis belia itu tidak hanya memiliki paras yang cantik, tapi juga memiliki sifat dan sikap yang baik pula. Ia selalu merasa bangga dan mengagumi semua yang ada pada wanita ini. Terlebih saat ia mendengar desas-desus jika Halimah menyukainya. Ia semakin tertarik dan bersemangat untuk mengajar ilmu agama.

“Assalamualaikum, Halimah Az-Zahra!” sapa Ustadz Zuhri sambil duduk di hadapan Halimah. Ia tetap menjaga jarak sekitar dua meter dari tubuh Halimah agar tidak menimbulkan fitnah yang tidak-tidak.

“Wa’alaikumussalam, Ustadz ...!” balas Halimah sambil mengangkat wajahnya dan menatap Ustadz Zuhri.

“Subhanallah ...! Kecantikanmu sesuai dengan namamu, Halimah. Mewarisi kecantikan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah,” ucap Ustadz Zuhri sambil menatap wajah Halimah tanpa berkedip.

Halimah tersenyum dengan pipi menghangat. “Ustadz Zuhri bisa saja. Aku merasa biasa saja, Ustadz. Masih banyak wanita yang jauh lebih cantik dari saya.”

Ustadz Zuhri tersenyum bangga mendengar ucapan Halimah yang begitu rendah hati. “Kata teman-temanmu, kamu sudah bisa semua lagu Tilawah?”

Halimah mengangguk. “Insya Allah, Ustadz.”

“Bisa saya dengarkan sekarang?” tanya Ustadz Zuhri sambil tersenyum menatap Halimah.

Halimah mengangguk. Ia segera membaca ta’awud dan mulai mengeluarkan lagu-lagu tilawah dengan suara merdunya.

Ustadz Zuhri terus tersenyum menikmati suara merdu Halimah yang jarang sekali ia dengar.

“Halimah, hadiah apa yang kamu inginkan dari saya karena kamu sudah berhasil menguasai lagu tilawah dengan baik?” tanya Ustadz Zuhri begitu Halimah selesai melantunkan lagu-lagu Al-Qur’an tersebut.

“Apa saja, Ustadz. Asal Ustadz ikhlas memberinya untuk saya,” jawab Ainin sambil menundukkan kepalanya. Ia tidak tahan jika bertatapan langsung dengan Ustadz Zuhri karena jantungnya tak bisa diajak untuk berkompromi. Tatapan pria idaman itu berhasil membuat pipinya mengeluarkan semburat warna merah muda.

“Aku akan meng-khitbah kamu, Halimah. Aku akan menikahimu setelah kamu lulus SMA,” ucap Ustadz Zuhri.

DEG!

Halimah langsung menatap wajah Ustadz Zuhri dengan perasaan tak karuan. Dunianya seolah berputar tak tentu arah dan ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia tidak menyangka jika Ustadz Zuhri memiliki niat untuk memperistri dirinya. Rasanya, ia sedang berada di alam mimpi karena menjadi istri dari Ustadz Zuhri adalah sebuah mimpi. Mimpi yang selalu ia ucapkan dalam doa-doa dan sholatnya hingga Allah menyentuh hati Ustadz Zuhri untuk membalas semua perasaan yang sedang ia pendam.

“Ustadz, ini sungguhan? Tidak sedang bercanda untuk membuatku senang ‘kan?” tanya Halimah.

Ustadz Zuhri menggeleng sambil tersenyum. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini karena Halimah adalah wanita cantik dan sholehah yang menjadi bunga desa di desa sebelah. Saat Halimah datang ke tempatnya untuk belajar mengaji, ia merasa jika Allah sedang memberikan jalan agar jodohnya semakin dekat dengannya. Ia ingin memiliki Halimah, wanita yang wajah dan akhlaknya begitu mengagumkan meski tinggal di pelosok desa.

 

 

[[Bersambung ...]]

 

Terima kasih buat kalian semua yang udah mau mengikuti kisah Halimah Az-Zahra.

Semoga ada banyak pelajaran hidup yang bisa kalian ambil dari tulisan ini karena kita hanya manusia biasa yang tidak akan bisa lepas dari dosa dan noda.

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 


3 comments:

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas