Wednesday, September 14, 2022

Extra Part 01 - [Prequel Assalamualaikum, Ya Habib!"] [I Lost You, Ustadz]

 

I Lost You, Ustadz


“Halimah, mau ke mana?” tanya Annisa ketika melihat Halimah sudah berpakaian rapi. Gamis panjang menutupi seluruh tubuhnya dan kerudung segi empat yang dipakai dengan rapi, dilengkapi dengan bross bunga kamboja sebagai pemanis.

“Halimah mau ke kampung sebelah, Kak. Belajar mengaji sama Ustadz Zuhri,” jawab Halimah sambil tersenyum lebar.

“Bukannya kamu juga sudah ngajar ngaji? Buat apa jauh-jauh ke kampung sebelah?”

“Beda, Kak. Imah ngajar Iqro’ yang masih alif ba’ ta. Masih harus mendalami ilmu mengaji yang baik dan benar supaya nanti bisa jadi Ustadzah beneran di kampung ini.”

“Ya sudah kalau begitu. Kamu berangkat sama siapa? Sendirian?” tanya Annisa.

“Nggak, Kak. Aku pergi sama Anjani dan teman-teman yang lain juga, kok.”

“Rame-rame? Syukurlah kalau ada temannya. Pulangnya jangan malam-malam, ya!” pinta Annisa.

“Iya, Kak. Kalau tidak ada kajian tambahan, Imah akan pulang setelah sholat Isya’.” Halimah tersenyum sambil menghampiri Annisa. Ia menyalami tangan kakaknya itu, mencium punggung tangan dan kedua pipinya sebelum ia benar-benar keluar dari rumah. Itu adalah kebiasaan yang selalu ia lakukan setiap kali akan keluar rumah.

Halimah tidak memiliki siapa pun selain sang kakak. Ia dan Annisa sudah menjadi anak yatim-piatu sejak mereka masih  berumur belasan tahun. Meski begitu, kehidupannya di kampung tidak terlalu buruk. Kedua orang tuanya meninggalkan sarang walet di belakang rumah mereka dan mereka bisa bertahan hidup dengan menjual air liur burung walet tersebut. Hidupnya tidak kaya, tidak miskin juga.

“Kak Annisa, Halimah pergi dulu. Assalamualaikum …!” pamit Halimah sambil melangkah keluar dari dalam rumah mungil nan asri milik mereka.

“Waalaikumussalam …! Hati-hati di jalan. Semoga ilmu yang kamu dapat jadi berkah,” ucap Annisa sambil tersenyum manis menatap tubuh Halimah yang bergerak pergi.

Halimah tersenyum lebar. Ia terus melangkahkan kakinya sembari memeluk tas kain yang berisi mukenah dan Al-Qur’an. Ia langsung menghampiri Anjani dan teman-temannya yang menunggu di jembatan yang tak jauh dari rumah mungil miliknya.

“Assalamualaikum …!” sapa Halimah sambil tersenyum ramah.

“Wa’alaikumussalam Halimah cantik …!” balas tiga orang pria yang ada di sana. Mereka tersenyum lebar sambil menatap wajah Halimah yang sangat cantik di mata mereka.

Anjani melirik ke arah tiga pria yang menjadi kawan sepermainan mereka. Ia tersenyum ke arah Halimah dan merangkul lengan sahabatnya itu. “Kita berangkat, yuk! Nggak ada yang ketinggalan ‘kan?”

“Insya Allah nggak ada.”

Anjani tersenyum. Ia melangkahkan kakinya beriringan dengan Halimah, sementara tiga pria remaja itu berada di belakang mereka.

“Anjani, kamu sudah hafalin tajwid yang diajari Ustadz Zuhri kemarin?” tanya Halimah.

“Sudah, dong.”

“Oh, ya? Materi tilawah gimana? Kamu udah bisa semua nadanya?” tanya Halimah.

Anjani menggeleng. “Aku nggak begitu bisa, Halimah. Apalagi suaraku jelek dan napasku pendek. Suaraku nggak seindah kamu.”

“Jangan merendah, deh! Semuanya pasti bisa kalau berlatih keras. Aku juga berlatih keras tiap hari. Kata Ustadz Zuhri, kalau kita udah bisa menguasai semua tingkatan lagu tilawah, dia mau kasih hadiah ke kita. Kira-kira hadiahnya apa, ya?” tanya Halimah penasaran.

“Kamu minta hadiah apa, Halimah?” sahut Agus. Salah satu pria remaja yang berjalan di belakang Halimah dan Anjani.

“Memangnya boleh minta?” tanya Halimah.

“Kata Ustadz Zuhri, kita boleh minta apa aja.” Ibrahim menimpali.

“Iya juga, ya?” ucap Halimah sambil mengetuk-ngetuk dagunya. “Minta apa ya kira-kira?”

“Kamu sudah bisa semua, Halimah?” tanya Ihsan yang juga ada di sana.

“Sudah, dong. Aku mau kasih tahu Ustadz Zuhri hari ini supaya aku bisa minta hadiah dari dia,” sahut Halimah sambil tersenyum ceria.

“Mau minta hadiah apa, Halimah?” tanya Anjani lembut.

“Halimah pasti minta hadiah dilamar sama Ustadz Zuhri,” sahut Ibrahim.

“Iih … Ibrahim apa-apaan, sih!?” sahut Halimah tersipu.

“Nggak usah sok jaim depan kita, Halimah. Kelihatan mukamu merah banget kayak gitu. Kamu ‘kan naksir sama Ustadz Zuhri. Iya ‘kan?” ucap Ihsan sambil memainkan alisnya.

Halimah tersenyum sambil menyentuh kedua pipinya yang menghangat. “Kelihatan banget, ya? Jangan bilang-bilang ke Ustadz Zuhri, loh! Ntar aku malu. Kalau dia sudah punya calon istri, gimana?”

“Kayaknya belum. Katanya Ustadz Zuhri nggak pernah pacaran dan nggak punya calon istri, Halimah,” ucap Agus.

“Sok tahu. Tahu dari mana?” dengus Halimah.

“Yee … Agus gitu loh. Tahu, dong. Apa yang Agus nggak tahu,” sahut Agus sambil menepuk dadanya dengan bangga.

Halimah tersenyum malu sambil merangkul lengan Anjani. “Semoga aja Ustadz Zuhri memang belum punya calon istri. Kalau udah punya, aku bakal patah hati banget. Cuma bisa jadi penggemarnya aja.”

“Kamu beneran suka sama Ustadz Zuhri, Halimah?” tanya Anjani.

Halimah mengangguk. “Dia ganteng banget, pintar, baik hati, sholeh. Pokoknya, dia itu cowok idaman banget! Gimana menurutmu, Anjani? Aku cocok nggak sama dia?”

“Eh!?” Anjani melongo menatap wajah Halimah yang sedang bermanja-manja di pundaknya itu. “Cocok, kok. Cocok,” ucapnya sambil meringis.

“Cocok banget, Halimah. Ganteng sama cantik. Kalau punya anak, anaknya pasti kayak barbie,” sambar Ihsan sambil mengacungkan jempolnya.

“Kalau anaknya laki-laki, gimana?” sahut Halimah sambil memutar kepalanya menatap Ihsan.

“Kalau laki-laki … dia ganteng kayak Nabi Yusuf,” jawab Ihsan.

“Aamiin.” Halimah tersenyum lebar. Ia terlihat sangat bersemangat setiap kali ingin pergi belajar agama dan mengaji di kampung sebelah. Meski harus berjalan kaki selama satu jam lebih, ia tidak pernah merasa lelah jika itu untuk bertemu Ustadz Zuhri. Sosok pria idaman yang sangat ia kagumi dan ia inginkan menjadi imam di masa depannya.

 

 

[[Bersambung …]]

 

 

Tulisan ini khusus buat kalian yang penasaran sama masa lalu Halimah Az-Zahra, ya!

Ini akan jadi Prekuel untuk novel "Assalamualaikum, Ya Habib!" yang ada di aplikasi Fizzo.


Terima kasih buat kalian yang udah bersedia baca di blog aku ini!

Jangan lupa share ke temen kalian, biar makin banyak yang baca dan authornya makin semangat nulis setiap hari!



Much Love,

@vellanine.tjahjadi

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas