Thursday, November 2, 2017

Cerpen "Gundu Si Gundul"

CERPEN “ GUNDU SI GUNDUL”
Karya : Rin Muna




Langkah kaki kecil si Gundul menyeringai di antara rerumputan. Tangannya sibuk menggenggam sebuah kantong kecil berisi gundu. Tak berapa lama ia sampai di pekarangan rumah salah seorang temannya. Beberapa anak sudah asyik bermain. Ada yang sedang sibuk main lompat tali, ada beberapa anak perempuan yang sibuk main boneka.
“Itu Si gundul datang!” teriak Arya dan semua anak menoleh ke arah Gundul.
Si Gundul hanya cengengesan sambil mengelus-elus kepalanya yang gundul. Si Gundul sebenarnya bernama Wahyu, namun semua teman dan keluarganya memanggil Gundul karena kepalanya selalu dicukur gundul alias botak.
“Ayo kita main gundu hari ini!” ajak si Gundul.
“Ayo!” jawab Arya, Dika dan Seno berbarengan.
“Aku mau main lompat tali aja deh, gundu aku udah abis.” Sela Jefri yang lebih memilih bermain lompat tali bersama tiga teman yang lain.
“Aku mau ikut main gundu!” teriak Sela yang tadinya asyik bermain boneka.
“Gak usah! Kamu kan perempuan, main boneka aja sana!” sahut Arya.
“Gak papa Ar, kan dia mau ikutan.” Sela Gundul. “Emangnya kamu punya gundu kah Sela?” tanya Gundul pada Sela.
“Aku punya kok.” Jawab Sela sambil menunjukkan beberapa butir gundunya.
“Ya udah, ayo main!” ajak Gundul.
Kemudian mereka semua asyik bermain gundu. Beberapa anak ada yang bermain lompat tali dan ada yang bermain boneka. Si Gundul adalah anak yang selalu menang saat bermain Gundu. Bukan hanya permainan gundu, tapi permainan lain juga bisa dia mainkan dengan baik. 
Saat bermain gundu, dia hanya membawa sedikit saja kelereng, tapi pulangnya dia akan membawa banyak gundu dari kemenangan yang ia dapatkan. Terkadang juga dia kalah dan tidak membawa pulang gundu satupun. 
Dalam permainan gundu ini, siapa yang kalah harus menyerahkan gundu yang ia pasang kepada yang menang sebagai hadiah kemenangan. Oleh karenanya Si Gundul selalu membawa beberapa gundu di kantongnya dan mengajak anak-anak lain bermain gundu, kalau dia menang jumlah gundu yang dia punya akan semakin banyak.
“Yah, punyaku abis”.celetuk Sela ketika gundunya abis. Ia terlihat sedih karena tidak bisa ikut bermain lagi.
“Ya udah pake gundu aku dulu nih.” Kata Gundul sambil memberikan 6 buah gundu kepada Sela.
Sela tersenyum dan langsung menerimanya. “Terima kasih ya Gundul!”
Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 WITA. Si Gundul segera mengajak teman-temannya untuk berhenti bermain.
“Kita udahan dulu ya mainnya, lanjutin besok lagi kalau udah pulang sekolah. Sudah jam setengah empat nih, kita ngaji dulu ke Masjid yuk!” ajak Si Gundul.
Semua teman-temannya mengangguk dan bergegas pulang. Mereka segera mandi dan bersiap belajar mengaji di TPA Masjid. Sebelum berangkat mengaji biasanya mereka saling menjemput temannya ke rumah dan berangkat bersama-sama menuju masjid. Dan yang paling terakhir dijemput adalah Arya, karena letak rumahnya yang paling dekat dengan masjid.
“Arya.... Arya...!” panggil anak-anak beramai-ramai.
Ibu Arya langsung keluar menyapa teman-teman Arya. “Arya sedang tidur anak-anak.”
“Kok tidur Bu? Dia tidak ngaji?” tanya si Gundul.
“Tadi kan abis main, dia kecapean, katanya gak mau ngaji.” Jawab Ibu Arya.
“Yaaah.....”, celetuk anak-anak lain dengan nada kecewa.
Mereka berangkat ke Masjid tanpa Arya. Arya adalah anak yang paling nakal dan paling malas untuk mengaji di Masjid, sehingga selalu saja ada alasannya untuk tidak mengaji. Saat teman-teman yang lain sudah Iqro’ 5, dia masih belajar Iqro’ 2. 
Berbeda dengan Si Gundul yang selalu bersemangat untuk belajar mengaji. Di usianya yang masih 9 tahun dan duduk di bangku kelas 3 SD, dia sendirilah yang sudah bisa lancar membaca Al-Qur’an. Dia juga berprestasi di sekolah. Rajin belajar juga rajin bermain. 
Setiap hari sepulang sekolah dia selalu mencari teman untuk bermain. Terkadang orangtuanya heran dengan nilai Gundul yang bagus, karena mereka jarang sekali melihat Gundul belajar di rumah. Sesekali orangtuanya bertanya “Ndul, Kenapa tidak belajar?”. Tapi Gundul hanya menjawab dengan santai “Gundul kan sudah belajar di sekolah.”
Memang terkadang orangtua tidak tahu apakah di sekolah si anak banyak belajar atau bermain. Tapi, Si Gundul selalu memperhatikan pelajaran yang diberikan guru dengan baik. Mencatat dibukunya tanpa harus di suruh. Dia belajar di rumah selesai sholat magrib apabila ada tugas dari guru. Bila tidak ada tugas, dia hanya menonton tv atau main ke rumah temannya.
“Mau ke mana?” tanya Ibu Gundul yang mendapati Si Gundul sedang memakai sandal dan bersiap mau keluar dari rumah.
“Mau main ke rumah....”
“Gak usah main terus, sudah malam mau main apa di luar?” sahut Ibunya sebelum Gundul selesai menjawab. “Main di rumah aja!” pinta Ibunya.
“Tapi, gak ada temannya main.” Celetuk Si Gundul.
“Kan ada Ibu, main sama Ibu atau sama Ayah.” Sahut Ibunya.
“Main sama Ayah, ayah punya permainan baru.” teriak ayahnya sambil keluar dari balik pintu kamar.
“Mainan apa yah?” tanya Si Gundul sambil bergegas masuk kembali ke dalam rumah.
“Ini!” kata ayahnya sambil menunjukkan sebuah buku tebal.
“Ah, malas belajar terus. Aku mau main Gundu aja!” pinta Si Gundul.
“Itu bukan belajar Nak, itu mainan bagus kok. Coba liat deh sini!” ajak Ibunya sambil menunjukkan isi dari buku itu. Ibunya sangat berharap Si Gundul dapat belajar melupakan gundunya, karena bermain gundu tidak memberikan pengaruh baik terhadap perkembangan kecerdasan otaknya. Mungkin ada sedikit pengaruh melatih kecepatan dan ketepatan otaknya, tapi kalau setiap hari hanya bermain gundu saja, kecerdasannya tidak akan berkembang.
“Nih, liat deh ini gambar apa?” tanya Ayahnya sambil menunjukkan gambar sketsa gundu hitam putih dengan 5 kolom di bawahnya.
“Gundu.” Jawab Si Gundul ceria.
“Yee... pinter!” sahut Ibunya sambil bertepuk menyemangati.
“Nah, jawabannya ditulis di dalam kotak ini deh!” pinta Ayahnya. “Kalau udah bener jawabannya terus diwarnai gambarnya ya, yang bagus warnanya.” Kata ayahnya sambil menyiapkan pensil warna.
Si Gundul kemudian menuruti petunjuk dari ayahnya. Lembar selanjutnya juga begitu dengan gambar yang berbeda-beda. Sebuah permainan menebak dan mewarnai, mengajak Si Gundul untuk berpikir kreatif. Beberapa saat kemudian mereka asyik terlarut dalam permainan itu. Si Ibu tersenyum melihat kedua jagoannya asyik bermain, kemudian ia bergegas menuju dapur untuk menyiapkan minum dan cemilan agar mereka lebih senang lagi.
Hari berikutnya Si Gundul mulai melupakan permainan gundunya. Dia malah asyik membuka lembar demi lembar buku yang dibelikan ayahnya. Menebak gambar dan mewarnainya. Dia malah minta dibelikan lagi buku yang baru. Setiap malam dia selalu mengisi tebakan dan mewarnai buku itu. Walaupun setiap pulang sekolah dia tetap masih bermain dengan teman-temannya. Tapi setidaknya dia sudah tidak keluar bermain saat malam hari. 
Anak-anak seusianya memang sedang senang bermain, tidak bisa di forsir untuk terlalu banyak belajar, tidak bisa juga dibiarkan untuk terlalu banyak bermain. Lebih baik diberikan permainan edukatif agar anak-anak senang bermain sambil belajar. Sehingga belajar bukan jadi hal menakutkan untuk anak-anak seusia Gundul. 
Belajar jadi menyenangkan, waktunya bermain juga tetap dapat pelajaran dari permainan tersebut dan melatih kecerdasan otaknya agar dapat berkembang dengan baik sesuai dengan usianya. Tidak bertingkah dewasa sebelum waktunya dan tidak bersikap kekanak-kanakkan saat sudah dewasa. Anak-anak harus dibiasakan bersikap sesuai dengan usianya karena semua ada waktunya.

            Hampir setiap hari orangtua Si Gundul selalu membiasakan anaknya untuk disiplin. Waktunya sekolah ya sekolah, sepulang sekolah diberikan waktu untuk bermain dengan teman-temannya agar ia dapat bersosialisasi dengan baik. Sore hari diberikan pelajaran agama dan mengaji agar ia menjadi anak yang bermoral dan berakhlak baik. Malam hari dia harus tidur tepat waktu agar hari selanjutnya tetap bisa semangat untuk sekolah, bermain dan belajar.



______________________________
🅒 Copyright.
Karya ini dilindungi undang-undang.
Dilarang menyalin atau menyebarluaskan tanpa mencantumkan nama penulis.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas