Sunday, July 30, 2023

KIM MUTIARA BORNEO

 




KIM (Komunitas Informasi Masyarakat) merupakan sebuah komunitas yang didirikan oleh Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
KIM Mutiara Borneo dibentuk dan di SK-kan pada tahun 2019. Hanya saja, komunitas ini masih belum terlalu aktif karena kesibukan masing-masing anggota. Pada tahun 2021, KIM Mutiara Borneo melakukan pembaharuan nama komunitas dan kepengurusan dengan harapan bisa aktif menampung informasi dari masyarakat agar sampai kepada pemerintah setempat atau pemangku kepentingan.
Meski telah melakukan pembaharuan, tidak serta merta KIM Mutiara Borneo langsung aktif untuk melakukan dokumentasi dan publikasi kegiatan. Tidak adanya dukungan fasilitas yang memadai dan sumber daya jurnalistik, membuat KIM Mutiara Borneo kesulitan untuk melakukan publikasi. Hingga pada tahun 2023, Saya selalu ketua KIM Mutiara Borneo, merasa sudah vakum terlalu lama dan ingin menggerakkan kembali komunitas ini. Saya berharap, komunitas ini bisa menjadi ruang informasi publik dan memiliki banyak manfaat untuk warga.

Semoga, Komunitas Informasi Masyarakat ini bisa terus produktif, terorganisir dengan baik dan menjadi pusat informasi masyarakat umum, khususnya masyarakat Desa Beringin Agung


Struktur Organisasi KIM Mutiara Borneo






NGOPI (Ngobrol Pintar) Pemuda-Pemudi Desa Beringin Agung

 



Rabu, 26 Juli 2023


Pemuda-Pemudi Desa Beringin Agung mengadakan acara diskusi bersama. Acara NGOPI (Ngobrol Pintar) ini dilaksanakan di Warung Pengkolan dan diinisasi oleh pemuda-pemuda desa. Hadir juga Bapak Kusnadi selaku Kepala Desa untuk mendengarkan aspirasi dan gagasan dari pemuda-pemudi di Desa Beringin Agung. 

"Saya berharap diskusi seperti ini bisa sering dilakukan, tidak hanya satu kali saja. Agar kami sebagai Pemerintah Desa dapat mendengarkan gagasan dari pemuda-pemudi demi memajukan desa," ucap Pak Kusnadi dalam kesempatan diskusi kali ini.

KIM Mutiara Borneo ikut hadir dalam diskusi ini sebagai media utama yang akan menyampaikan informasi kepada seluruh masyarakat.





#diskusi

#pemudadesa

#desaberinginagung

#kimmutiaraborneo

#samboja

#kukar

#kaltim

Saturday, July 29, 2023

Wednesday, July 26, 2023

HOW CULTURE IS RELATED TO LANGUAGE?

 




Culture have many definitions. Gurito stated that culture indicates all aspects that members of a group share together. Children learn ways of doing things, ways of talking, smiling, laughing, liking and disliking things. Culture determines people’s action, their social relationship and their morality (Gurito, 2003: p 1).

Meaning of the culture is very diverse. People ussualy relate culture with traditional dancing, traditional ceremonies, and arts. Now let us see that there are other kinds of representations of culture on our daily life. The way we speak to our friends, to our parents, teacher or even strangers represents of our culture. Take for example the way the western people ear which uses knife and fork is different from the way we eat, which uses ouu hands and also different from the way Chinese people eat, which uses chopstick. Relate to the concept of culture, we have also the concepts of cultural values and cultural norms.

Let us move to discuss the relation between culture and language. If we apply Whorf’s ideas about language and culture, we can see that the way people see things is indeed reflected in their language. For example, in Indonesia we have many to represent rice. In our culture rice is very important, that is why we have many words to represent each from of it. We have the word ‘padi’ for the form of rice in the field, ‘gabah’ for its form after being harvested, ‘beras’ for the form before being cooked, and finally ‘nasi’ for the form after being cooked. In America, where rice is not considered as important as in Indonesia, there is only one word for it that is rice.

Languange is easiest communication tool to convey cultural differences. Each region has a different speech culture, different habbit, different celebration and different religion. All can be conveyed through good language communication. Language is expression from the culture. Many researchers found that there are many words or expressions that have strong relation with the culture of the people who use those words and expressions.

 

Source : Module 1 PBIS4102 Cross Cultural Understanding, Universitas Terbuka Publisher


I have been task from my Online Tutor.

 I share it to be reminder for my self and sharing with you.

If you read my text, give me some advice, please!


Thank you 💓


 043671972 - English Literature for English Translator


Tuesday, July 25, 2023

Masa Mudamu Kamu Habiskan Untuk Apa?

Penanaman Mangrove bersama Pertamina Hulu Sanga-Sanga


Kalau kamu ditanya, "Masa mudamu kamu habiskan untuk apa?"
Kira-kira, kamu bakal jawab apa?

Apakah masa Mudamu Kamu Habiskan untuk hura-hura?
Apakah masa Mudamu Kamu Habiskan untuk main game sepanjang hari?
Apakah masa Mudamu Kamu Habiskan untuk berdiam diri di dalam kamar?
Apakah masa Mudamu Kamu Habiskan untuk melakukan banyak kebaikan?

Tidak semua anak muda beruntung punya lingkungan yang baik. Kebanyakan dari mereka, justru terjerumus dan terlena pada hal-hal negatif seperti pergaulan bebas, narkoba, dsb.
Lingkungan yang baik adalah rezeki dari Allah yang harus kita syukuri. Kita bisa bersyukur dengan cara, memberikan waktu dan tenaga kita untuk hal-hal positif.
Tidak banyak anak muda yang bisa berdiri seperti ini bersamaku. Mereka adalah anak-anak muda yang selalu ingin belajar dan berkembang ke arah yang lebih banyak. Mereka adalah anak-anak muda yang punya jiwa sosial tinggi. Karena tidak semua anak muda bisa seperti mereka, yang mau membantu tanpa pamrih.

Aku ingat, ada sebuah pertanyaan menggelitik ketika aku melakukan pendekatan pada salah satu anak muda di desaku saat aku mengajaknya untuk melakukan kegiatan sosial.
"KALAU AKU IKUT KEGIATAN ITU, AKU DAPAT KEUNTUNGAN APA?"

Uups ...! 🤭🤭🤭
Pertanyaan kayak gitu adalah pertanyaan yang paling aku hindari. Ketika seseorang sudah mengeluarkan kalimat pertanyaan seperti itu, artinya dia adalah orang yang harus aku lewatkan untuk menjadi bagian dari sebuah perubahan di desaku.

Sampai akhirnya ...
Aku pilih untuk pelan-pelan memperhatikan bibit-bibit generasi penerus yang berbakat dan bisa berkomitmen untuk terlibat dalam kegiatan sosial tanpa embel-embel keuntungan/profit di awal. Di sini, aku mendapatkan lima orang pemuda yang aku pilih dan siap menjadi bagian dari pengurus Yayasan Rumah Literasi Kreatif yang aku dirikan.

AH, ANAK MUDA BISA APA?

Celetukan seperti ini, seringkali aku dengar. Apalagi, saat di posisi merintis sebuah proyek kemanusiaan. Hasilnya tidak akan langsung terlihat, sehingga kami semua seringkali dipandang sebelah mata oleh orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya.

Tapi, aku selalu memberikan semangat ke teman-teman muda. Kalimat "Anak Muda Bisa Apa" harus menjadi cambuk untuk kalian agar bisa membuktikan bahwa anak muda juga bisa melakukan perubahan.

Jadi, pelan-pelan aku membukakan jalan untuk mereka agar anak-anak muda memiliki kesempatan dan tempat untuk berproses. Aku ingin, anak-anak muda punya waktu dan kegiatan yang bermanfaat ketika masih muda. Tidak hanya menghabiskan waktu untuk berfoya-foya atau melakukan hal yang terkadang menimbulkan penyesalan di masa tua. Seperti apa yang aku rasain. Aku selalu merasa menyesal karena masa mudaku tidak aku gunakan untuk sesuatu yang bermanfaat untuk orang-orang di sekelilingku. Andai saja, aku punya lingkungan yang baik seperti mereka, mungkin jalan cerita hidupku akan berbeda.

Buat kalian para anak muda yang baca tulisan ini, jangan malu dan ragu untuk berbuat kebaikan. Ingatlah kutipan bijak dari Buya Hamka "Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau hidup sekedar cari makan, monyet di hutan juga cari makan."
Pergunakanlah waktu kalian sebaik-baiknya mulai hari ini.
Jika kamu masih berada di lingkungan yang negatif, maka jangan ragu untuk keluar dari sana dan mencari lingkungan baru yang positif. Percayalah, kamu pasti akan diterima di tempat yang tepat sesuai dengan yang kamu inginkan.


Terima kasih sudah membaca tulisan ini.
Semoga menginspirasi dan bermanfaat.


Jadilah anak muda yang tangguh, kompetitif, bermartabat dan bermanfaat dalam kehidupan!



Much Love,


Rin Muna
Founder Yayasan Rumah Literasi Kreatif







Tuesday, June 27, 2023

Tentang Mengeluh

Mengeluh itu hal yang manusiawi.
Kalau nggak pernah mengeluh, namanya bukan manusia.
Meski tidak melahirkan solusi, tapi mengeluh bisa melegakan hati dan pikiran yang sedang lelah. 
Bahkan, sekedar mengeluarkan kata "Huft ...!" aja, rasa lelah sudah sedikit berkurang. Apalagi kalo mengeluh.

Dan ...
Setiap aku pengen ngeluh, aku selalu teringat nasihat seseorang.
Dia bilang ... "Kalau untuk kepentingan orang banyak, jangan dikeluhkan! Nanti hidupmu nggak berkah."

Astagfirullahaladzim ...
Aku selalu berusaha untuk beristigfar. Mohon ampunan dari Allah karena aku sudah mengeluhkan takdir yang sedang diatur oleh Allah.
Karena, hidup ini bukan melulu tentang uang.
Rezeki, juga bukan hanya berupa uang.

Aku bahkan ngerasa, hidupku sangat ajaib ketika aku bisa untuk belajar tulus membantu orang lain. 
Aku lebih sering bantu jahit, bukan full buka bisnis jahitan. 
Jadi, kalau ada anak-anak minta tolong kayak gini, aku selalu bantu dengan senang hati. 
Meski nggak dibayar, tetep aku kerjain dengan syarat, mereka bantuin aku ngerjainnya.
Selain dapet gratisan, dapet ilmu jahit juga.
Iya, kan?
Kalau ditanya feedback, aku juga pengen dapet feedback. Apalagi kalau aku lagi butuh sesuatu yang nggak bisa aku lakuin sendiri.
But, aku jadinya nggak ikhlas kalau mikirnya kayak gitu.

Seneng banget, ketika ada seseorang yang selalu mengingatkan aku untuk tulus menjalani sesuatu. Jangan mengharapkan apa-apa selain ridho dari Allah SWT. Kalau Allah meridhoi, kebaikan akan selalu menyelimuti kita. Jadi baik, bukan berarti tidak diuji. Pasti ujiannya akan jauh lebih berat untuk menguji ketulusan dan keikhlasan kita.
Saat ini, banyak orang yang diberi kenikmatan dunia oleh Allah, karena Allah tahu, akhirat bukan tempat orang-orang pengabdi dunia.

Semoga, yang baca tulisan ini sampai selesai, bisa jadi orang yang disayang Allah dan mendapatkan banyak berkah dunia dan akhirat.
Aamiin.





Friday, June 23, 2023

DILEMANYA PUNYA TAMAN BACA

 

DILEMANYA PUNYA TAMAN BACA

Tim Cerdas Cermat Rulika




Punya taman baca itu nggak ada enaknya.
Harus nyiapin segala kebutuhan peralatan belajar mereka tanpa digaji, tanpa minta iuran dari anak-anak. Harus mencurahkan tenaga, pikiran, waktu dan uang untuk menutupi semua kekuarangan keperluan mereka. Kadang waktuku habis buat ngurusin kebutuhan tiap tim, sampai nggak ada waktu buat nyari nafkah keluarga.
Kalau yang dicari materi, mungkin 3 bulan buka taman baca, udah nggak tahan dan pilih tutup aja. Nggak ada untungnya sama sekali.
But, taman baca atau Rulika, sudah berjalan sejak tahun 2018.
Nggak terasa kalau umurnya sudah 5 tahun.
Nggak terasa kalau aku sudah berjalan sejauh ini.
Semua hal yang aku keluarkan untuk kepentingan orang banyak, nggak pernah kuhitung.
Tapi, masih ada yang suka julid.
Katanya, aku foto anak-anak taman baca buat dapetin duit buat diri sendiri. Padahal, foto-foto itu SPJ buat donatur yang udah ngasih sedikit rejekinya buat belikan ATK, pelatihan, fasilitas, dll. Kalau aku nggak foto, ntar dikira uangnya aku makan sendiri lagi. Bahkan, aku sering nombokin kekurangannya.
Kalau dirasa emang enak punya taman baca, mungkin udah ada 10 atau 20 taman baca di kecamatan ini yang ikut bantu mewujudkan program pemerintah.
Kadang pengen berhenti, pengen udahan aja. Lima tahun mengabdi di tengah-tengah masyarakat, rasanya sudah cukup.
Tapi, tiap lihat mereka datang ke sini, ngajak diskusi, ngajak sharing dan selalu nemenin aku bercerita, aku ngerasa sedih buat ninggalin semuanya.
Nggak tahu sampai kapan aku bisa ngurusin semua kegiatan di taman baca ini.
Semoga, Allah senantiasa kasih kekuatan, kesabaran dan rezeki yang melimpah.
Aku ingin seperti Alm. Ibu Roelyta Aminudin yang tetap eksis mengurus kampung literasinya seorang diri sampai akhir hayatnya.
Semoga Allah bisa memberikan hati dan rezeki yang luas untuk generasi penerusku selanjutnya, supaya taman baca tetap hidup, meski nanti aku sudah mati.

Tim Kaligrafi Rulika



Puisi Akrostik | Perfect Hero | Yeriko Sanjaya Hadikusuma

 

Puisi Akrostik

"Perfect Hero"




Yakinkan aku bahwa kau satu-satunya rumah bagiku

Egoku kadang tak lihat siapa pun

Rasa dalam hati ini pun kadang terkikis

Inginku kaulah yang jadi sandaran

Kala hatiku resah, kala jiwaku gundah

Otakku tak bisa berhenti memikirkan semua tentangmu

Sekian banyak cinta yang hadir dalam hidupku

Aku hanya melihatmu yang tak pernah goyah

Nyawa dan hatiku seolah bersantai dalam genggamanmu

Jahatnya dunia bahkan tak bisa melukaiku

Aku selalu aman bersamamu

Yakin dengan cinta kasih dalam dekapmu

Andai dunia runtuh, kuingin ciptakan dunia baru untuk kita berdua

Hatiku tak pernah merasakan jeda merindu

Apa pun tentangmu, bagiku adalah bahagia

Dalam rasa sakit aku tetap mencintaimu

Indahnya kata cinta tak seindah rasanya

Kamu hadir dalam rasa sakit penuh kenikmatan

Untuk buktikan bahwa cinta tak mengenal rasa

Sepertinya aku lebih memilih mematikan rasa sakit

Untuk bisa hidup di sisimu

Meski dunia menentang dan cobaan bertubi-tubi menerjang

Aku tetap ingin mencintaimu tanpa batasan

 

 

 

 

 

-         VELLA NINE, 2021 -

 


Friday, May 26, 2023

Banjir Air Mata Di Sertifikat PKP Dinkes Ini

 






Aku selalu menangis setiap kali lihat foto ini.
Rasanya, masih nggak percaya kalau aku bisa sampai ke sini.
Harus menempuh perjalanan selama sedikitnya 4 jam ke Tenggarong dan bawa motor sendiri.
Demi apa? Demi dapetin sertifikat PKP yang cuma diadakan setahun sekali sama Dinas Kesehatan.
Sebenarnya, aku nggak mau ke sana karena jauh banget.
Makanya, di tahun 2020 aku minta sama Pak Ispiani untuk bantu aku dapetin sertifikasi PKP, supaya kami bisa dapet PIRT dan Sertifikat Halal. Karena aku memang menjadi mitra binaan PHSS sejak tahun 2019.
Alhamdulillah, beliau mengiyakan. Awalnya, mau aku aja. Tapi, aku pengen semua temen-temen Pelaku Usaha juga bisa dapet. Akhirnya, di tahun 2021, PHSS ngasih pelatihan bertahap lewat Unmul, supaya aku bisa dapet sertifikat PKP.
Sayangnya, hasilnya malah nihil. Aku bener-bener nggak dapet kesempatan buat dapetin sertifikat ini, sementara yang lain sudah bisa dapat. Aku sempat protes sama salah satu ComDev PHSS karena mereka nggak kasih apa yang mereka janjikan ke aku. Aku minta maaf banget soal ini. Karena emosi itu, perasaan yang manusiawi .
Okelah, nggak papa. Aku akan coba usaha lagi.
And then, saat temen dosen ITK datang ke rumah, aku berusaha minta tolong adakan pelatihan untuk UMKM lagi, supaya aku bisa dapet sertifikat PKP. Hasilnya ... nihil lagi.
Aku rasanya sedih banget. Karena udah 2x sertifikasi PKP ke kampungku, tapi aku malah nggak dapat.
Artinya, aku harus go sendiri ke Tenggarong demi dapetin sertifikatnya.
Aku udah nyerah minta bantuan ke sana ke sini.
Pada akhirnya, aku cuma bisa mengandalkan diriku sendiri.
Dan ... tanggal 24 Mei kemarin, aku otewe ke Tenggarong. Berangkat jam 5 sore, sampai di sana jam 10 malam. Karena jalanan banyak yang rusak dan gelap, aku nggak bisa cepet bawa motor.
Aku bawa motor dalam keadaan nahan sakit perut dan sakit kaki. Karena emang kebetulan lagi sakit sejak tiga hari sebelumnya.
Pelatihannya dari pagi sampe sore. Akhirnya, aku harus nginap lagi karena aku nggak berani lewat Bukit Soeharto sendirian dalam keadaan gelap gulita. Aku baru pulang ke Samboja paginya. Kali ini, aku berangkat subuh dan baru sampe samboja jam.10. Nggak tahu kenapa lambat banget nyampenya, padahal aku nggak ada istirahat sama sekali dari Tenggarong sampai ke km.48.

Sepanjang perjalanan pergi dan pulang, aku selalu berderai air mata. Rasanya sedih, terharu dan puas banget. Nggak nyangka kalau akhirnya aku bisa dapetin selembar kertas ini dengan berjuang seorang diri, tanpa minta bantuan siapa pun lagi. Setiap lihat kertas ini, aku selalu mewek. Ini berharga banget buat aku. Karena ada perjuangan nggak mudah yang aku lakukan buat dapetin ini. Ibaratnya, aku udah bertaruh nyawa di jalanan demi dapetin ini aja. Sebagian orang, bakal menganggap aku ini bodoh. Buat apa sampe segininya?
Karena aku serius mau bawa produk daerah supaya dikenal sama orang banyak di luar sana. Bahkan, rak nanas pun udah aku siapkan sejak tahun 2018, tapi sampe sekarang masih belum sukses buat bawa produknya.
Kalau dibilang gagal, aku ini emang udah gagal. Dari tahun 2020, aku nggak bisa bawa Stick Nanas buatanku dikenal sama banyak orang. Bahkan, aku harus menghentikan produksi sementara karena tiba-tiba ada produk lain yang brandingnya sama persis. Aku harus mulai dari nol lagi untuk re-branding produk aku.
Sampai temen-temenku yang di luar Kalimantan bilang "Kamu berat ya lepasin anak kamu yang satu itu?"
Ya, berat banget. Karena ada darah dan air mata yang aku pertaruhkan untuk bisa sampai di sini.
Orang lain nggak tahu, yang ditahu cuma enaknya aja.
Makanya, saat temen-temen bisnis nyaranin buat berhenti dan lepasin, hati kecilku masih bilang "Aku masih mau berjuang. Aku belum nyerah, aku belum nyerah, aku belum nyerah!"
Kalau pada akhirnya aku tetap gagal, aku tetap ingat kalo aku pernah berjuang demi anakku yang satu ini.
Aku tetap bisa belajar dari kegagalanku. Aku tetap belajar dari semua pengalamanku.
Apa yang nggak bisa aku dapatkan hari ini, mungkin bisa aku dapatkan suatu hari nanti.
Terima kasih, untuk cerita hidup yang nggak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.
Akan aku abadikan, dalam tulisan-tulisanku.
Supaya ceritaku tetap hidup, saat aku sudah mati.
Supaya anak-anakku (anak biologis, anak angkat & karya-karyaku) tahu kalau aku juga pernah berjuang untuk mereka.



Much Love,


Rin Muna

Founder Rumah Literasi Kreatif

Sunday, May 21, 2023

Langkah Pertama di Panggung Pesta Laut Pesisir Tahun 2023

Langkah Pertama di Panggung Pesta Laut

Aku masih ingat jelas sore itu ... angin laut membawa aroma garam dan riuh tawa warga Kuala Samboja yang memadati pesisir.
Panggung telah berdiri megah di lapangan Kuala Samboja.
Hari itu adalah hari yang tak akan pernah kulupa. Aku bisa menampilkan karya sederhanaku di acara  Pesta Laut Pesisir Tahun 2023.

Aku yang dihubungi oleh panitia H-3 acara, membuatku siap tidak siap. Sebenarnya, aku harus menampilkan 15 koleksi pakaian yang aku buat. Tapi, aku tidak punya koleksi sebanyak itu. Hanya ada 5 buah koleksi dress yang bisa aku bawa ke acara fashion show. Bahkan, satu koleksi lagi masih belum tuntas alias masih setengah jadi. Alhasil, aku kalang kabut untuk menyiapkan semuanya.

Beberapa anak yang biasa berkegiatan di taman bacaku, aku hubungi. Mereka bersedia untuk tampil di acara fashion show. Aku juga harus siap menyiapkan segalanya. Mulai dari MUA, transport, hingga konsumsi untuk semua model yang aku bawa.

Dalam waktu yang sangat sempit, aku melatih anak-anak untuk berjalan di catwalk. Untungnya, aku pernah mendapatkan pelatihan modeling saat aku mengikuti ajang pemilihan Duta Baca Provinsi pada tahun 2018 lalu. Jadi, bisa aku wariskan sedikit ilmu yang aku dapat saat itu.

Tak ada sponsor, tak ada tim rias profesional. Hanya aku, jarum, dan benang.
Aku meminta anak-anak untuk merias wajah mereka sendiri. Sebab, mereka jauh lebih pintar untuk bersolek ketimbang diriku. Anak-anak Gen Z memang generasi yang pandai dalam merias diri, tidak seperti generasiku. 

Aku hanya menyiapkan beberapa bahan make-up yang mereka butuhkan. Aku bukan perias, apalagi desainer, tapi hari itu aku bertekad menghadirkan sesuatu yang pantas untuk mereka, sesuatu yang bisa membuat mereka percaya diri di depan orang banyak.
Dalam diam, aku sempat bertanya pada diri sendiri: Apakah ini terlalu nekat?
Tapi saat kulihat mata mereka berkilat penuh semangat, keraguan itu luruh begitu saja.

Ketika nama Rumah Literasi Kreatif dipanggil oleh pembawa acara, dunia seakan berhenti sesaat.
Langkah kecil mereka menapaki panggung megah itu penuh percaya diri. Musik tradisional berpadu dengan denting modern, dan di situlah aku melihat sesuatu yang tak bisa dijelaskan:
Anak-anak itu, yang dulu pemalu dan tak berani tampil, kini berjalan dengan kepala tegak.
Mereka tersenyum lebar di atas panggung dengan jiwa yang penuh keyakinan.

Dari sisi panggung, aku menahan napas. Air mata menitik tanpa bisa kutahan. Semua lelah dan kekhawatiran seolah terbayar lunas malam itu.
Tak ada yang tahu bagaimana aku harus menjahit hingga tengah malam, atau bagaimana aku menukar sebagian uang jahitan untuk membeli cat wajah murah di pasar. Tapi di hadapan gemerlap lampu panggung, semua pengorbanan itu berubah menjadi cahaya kecil yang menyinari langkah mereka.

Ketika acara usai, aku bertemu dengan Dayat (Founder Aksara Nusantara). Dia selalu menyapa dengan senyuman khasnya dan berkata, "Kak Rin keren banget!".

Aku tahu, karya dia jauh lebih keren dari apa yang aku ciptakan. Tapi dia selalu memberikan afirmasi positif kepadaku. Mungkin, dia tahu kalau aku adalah wanita yang mudah menyerah dalam melakukan berbagai hal. Dan kata sederhana yang keluar dari bibirnya adalah bentuk dukungan kekuatan yang tidak akan terlupakan.

Dalam hati aku tahu, penampilan itu bukan sekadar ajang fashion show, tapi tonggak pertama perjalanan mereka untuk berani bermimpi.
Dari sebuah panggung sederhana di tepi laut, kami belajar bahwa karya bisa tumbuh dari keterbatasan  asal ada kemauan, keberanian, dan cinta yang tulus.

Di pengujung acara aku menyampaikan permintaan maaf pada anak-anak yang sudah membantuku. Tapi mereka selalu berkata,"Nggak papa, Mbak. Kita senang bisa tampil di sini karena kita bisa ketemu banyak artis di belakang panggung."

Aku merasa sangat senang karena mereka tidak keberatan. Mereka tidak menuntut apa pun. Sebab, mereka menganggap acara ini adalah petualangan. Jika mereka tidak ikut denganku, mereka akan menjadi bagian dari penonton yang berdesak-desakan. Bahkan, tidak memiliki kesempatan untuk bertemu langsung dengan artis yang mengisi acara malam itu.

Kini, setiap kali aku melihat foto-foto malam itu, aku selalu tersenyum.
Aku teringat suara musik, sorak penonton, dan mata anak-anak yang bersinar.
Malam itu, kami tidak hanya mempersembahkan busana yang aku ciptakan, tapi juga keyakinan bahwa keindahan bisa lahir dari perjuangan kecil yang jujur.

Dan mungkin, itulah makna sebenarnya dari mendampingi mereka. Bukan sekadar membimbing langkah, tapi ikut berjalan bersama, meski kadang dengan sepatu yang sama lusuhnya.


 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas