Thursday, August 14, 2025

Perfect Hero Bab 301 : Nginap di Rumah Besar Hadikusuma

 


“Sore, Ma!” sapa Yuna begitu ia sampai di rumah mama mertuanya.

“Hmm ... masih ingat main ke sini?” balas Rullyta dingin.

“Iih ... Mama, kok gitu sih? Ini, ada oleh-oleh buat Mama dan Kakek.” Yuna menyodorkan paper bag ke arah Rullyta.

“Mau nyogok Mama?” tanya Rullyta sambil menerima paper bag dari tangan Yuna.

Yeriko tertawa kecil melihat sikap mamanya. Ia sudah sangat hafal dengan mamanya itu. Ia langsung menerobos masuk begitu saja dan mencari kakek yang biasa bersantai di halaman belakang.

“Ma , jangan marah, dong!” pinta Yuna sambil menatap wajah Rullyta.

“Mama nggak marah, asal kalian nginap di sini malam ini.”

“Eh!? Oke.” Yuna langsung menyetujui permintaan Rullyta. Ia rasa, permintaan mama mertuanya kali ini sangat wajar karena mereka memang sudah lama tidak menginap di rumah besar keluarga Hadikusuma.

Rullyta memberikan paper bag pada salah satu pelayannya dan mengajak Yuna menghampiri kakek yang bersantai bersama Yeriko di halaman belakang rumahnya.

“Ma, Satria pindah tugas ke sini?” tanya Yeriko begitu Rullyta duduk di salah satu kursi panjang yang ada di sisi kolam renang.

“Kamu tanya dia!” sahut Rullyta santai sambil  menjulurkan kakinya.

“Ck, aku nggak bisa bedain dia itu serius atau bercanda.”

Rullyta tertawa kecil.

“Kakek rasa, dia nggak pindah tugas ke sini. Di Jakarta, karirnya sudah bagus. Kalau dia di sini, Kakek rasa ada sesuatu yang harus dia selesaikan.”

“Masuk akal,” sahut Yeriko.

“Kenapa kamu nggak tanyakan langsung ke dia?”

“Ck, dia itu ...” Yeriko menoleh ke arah Yuna. “Aku tinggal pergi, nggak papa?”

Yuna menaikkan kedua alisnya. “Ke mana?”

“Nemuin Satria.”

“Oh. Pergi aja!” sahut Yuna sambil tersenyum. “Aku mau nginap di sini.”

“Nginap?” Yeriko mengerutkan dahinya. “Kita cuma ...”

“Malam ini, Yuna punya Mama. Kalau kamu nggak mau nginap di sini. Silakan tidur di kamar kamu sendirian!”

Yeriko memutar bola matanya. “Kalian udah berkomplot buat nindas aku,” celetuk Yeriko. Ia bangkit dari tempat duduknya.

“Kamu merasa tertindas cuma karena tidur sendirian?” goda Rullyta.

“Aku ke sini dua jam lagi,” tutur Yeriko sambil berlalu pergi.

Rullyta dan yang lainnya tertawa kecil.

“Lihat, dia udah nggak bisa hidup tanpa kamu,” tutur Rullyta sambil menatap Yuna.

Yuna tersenyum menanggapi ucapan Rullyta. “Kebalik, Ma. Aku yang nggak bisa hidup tanpa dia.”

“Kalau gitu, kamu harus jagain suami kamu itu. Biar makin cinta sama kamu.”

“Pasti, dong!”

“Oh ya, udah periksa kandungan?”

Yuna menganggukkan kepala.

“Gimana keadaan cucu Mama? Sehat, kan?”

“Iya, Ma. Sehat banget.”

“Syukur, deh. Gimana liburan kamu di Italia?”

Yuna tersenyum bahagia. “Sangat baik.”

“Kapan-kapan, temenin Mama liburan ya!” pinta Rullyta.

“Kapan ya?”

“Yah, Mama atur waktu dulu kalau bisnis Mama udah nggak terlalu sibuk.”

Yuna tersenyum. Ia sangat mengerti. Di balik kesuksesan Yeriko, masih ada Rullyta dan Nurali yang berada di belakangnya.

“Aku sebentar lagi punya anak, Ma. Pasti bakal ngerepotin banget.”

“Nggak, dong. Pasti akan menyenangkan kalau bisa jalan-jalan sama cucu kesayangan Mama.”

Yuna tersenyum menanggapi ucapan Mama mertuanya.

“Oh ya, Mama lihat sahabat kamu itu ... siapa namanya?”

“Jheni?”

“Nah, iya. Jheni. Dia pacaran sama Chandra?”

“Iya,Ma.”

“Berapa umurnya sekarang?”

“Seumuran sama aku. Tua dia empat bulan.”

“Oh. Mama lihat dia gadis yang baik. Belum mau menikah?”

“Mmh ... kurang tahu, Ma. Oh ya, kata Jheni ... Chandra punya mama tiri ya? Apa mama tirinya dia galak?”

Rullyta mengerutkan dahinya. “Kamu tanyakan langsung ke Chandra!”

“Nggak berani.”

Rullyta tersenyum menatap Yuna. “Yeriko, Satria, Lutfi dan Chandra sudah berteman lama. Mereka sangat mandiri. Tinggal jauh dengan keluarga bukan tanpa alasan. Selama ini, Mama juga membesarkan Yeriko seorang diri.” Ia melirik ayahnya yang duduk tak jauh dari mereka. Ia belum siap mengungkapkan perihal ayah Yeriko kepada Yuna. Suatu saat, ia pasti memberitahunya.

Rullyta tersenyum ke arah Yuna. “Oh ya, keadaan ayah kamu gimana?” tanyanya mengalihkan pembicaraan.

“Baik, Ma. Masih harus perawatan dulu sampai bener-bener sehat.”

“Ayah kamu sudah sembuh?” tanya Nurali.

Yuna menganggukkan kepala sambil tersenyum.

“Baguslah kalau begitu.”

“Iya, Kek. Aku bakal nemenin ayah di rumah sakit beberapa hari ini. Semoga, ayah bisa pulih lebih cepat.”

“Aamiin. Mama ikut senang karena ayah kamu sudah sembuh. Kamu udah kasih kabar ke keluarga kamu?”

Yuna menggelengkan kepala. “Yeriko ngelarang aku ngasih tahu keluarga.”

“Oh. Ikuti aja apa maunya. Dia pasti sudah mempertimbangkan semuanya.”

Yuna menganggukkan kepala.

“Sudah waktunya makan. Ayo, kita makan!” ajak Rullyta.

“Yeriko gimana?”

“Nggak usah tunggu dia! Dia lagi nemuin Satria. Lutfi dan Chandra juga pasti di sana.”

“Oh.”

“Kenapa? Kamu khawatir sama dia?”

“Sedikit.”

Rullyta tersenyum kecil. “Mereka semua jago beladiri. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Yuna tersenyum kecil. Ia pergi makan bersama mama mertua dan kakek mertuanya.

Usai makan, ia langsung beristirahat di kamarnya sembari menunggu Yeriko pulang.

“Udah jam sepuluh, kenapa belum pulang juga sih?” Yuna mulai gelisah di dalam kamarnya.

“Ck, kenapa aku kayak gini? Bukannya, dia juga biasa kerja lembur sampai larut malam? Apa karena dia cuti lama, aku jadi manja gini,” gumam Yuna.

Yuna menatap layar ponselnya. Ia tidak bisa tidur dengan tenang karena Yeriko belum juga kembali ke sisinya. Untuk mengusir kegelisahannya, ia akhirnya menelepon Jheni.

“Halo ...!” sapa Jheni begitu panggilan telepon Yuna tersambung.

“Halo, kamu di mana, Jhen?”

“Aku selalu di hatimu, Yun.”

“Aku nanya serius!” sahut Yuna kesal.

“Aku pun serius, Yun. Aku ada di ujung telepon!” canda Jheni.

“Huu, itu sih udah tahu.”

“Kenapa telepon aku malam-malam gini? Mau pamer kalo abis bulan madu?”

“Udah puas aku pamerin ke kamu. Aku mau kasih kabar bahagia lagi.”

“Oh ya? Apa tuh?”

“Ayah udah sembuh.”

“Hah!? Serius?”

“Iya. Aku seneng banget. Akhirnya, ayahku bisa sembuh juga Jhen. Aku nggak nyangka bisa secepat ini. Selama sebelas tahun, ayah nggak bisa apa-apa. Sekarang, dia udah bisa manggil namaku,” tutur Yuna dengan mata berkaca-kaca.

“Alhamdulillah, Yun. Aku ikut seneng. Akhirnya, kalian bisa berkumpul lagi.”

Yuna mengangguk. “Kebahagiaanku udah lengkap, Jhen. Aku punya suami yang baik dan bertanggung jawab. Punya mama mertua yang menyayangi aku seperti anaknya sendiri. Udah mau punya si Dedek yang bakal nemenin hari-hari aku dan ayah yang sudah kembali.”

“Selamat ya, Yun. Akhirnya, kamu sudah menemukan kebahagiaan. Happily ever after terus ya!”

“Aamiin. Oh ya, hubungan kamu sama Chandra gimana?”

“Baik, Yun.”

“Belum ada tanda-tanda kalau dia ...”

“Udahlah, nggak usah dibahas!” pinta Jheni. “Aku udah tahu arah pembicaraan kamu ke mana.”

“Huft, ternyata hubungan kalian rumit banget ya?”

“Andai boleh milih, pengennya sih yang mulus-mulus aja, Yun. Untungnya, akhir-akhir ini kerjaanku lumayan padat. Jadi, aku nggak terlalu mikirin hubunganku yang rumit ini. Hehehe, bawa santai aja lah, Yun. Daripada aku setres dan nggak tenang dengan kerjaanku.”

“Mmh ... iya, juga sih. Lagipula, kamu masih punya aku yang selalu mencintai dan menyayangi kamu dengan tulus.”

“Uch, thank you sahabatku yang paling cantik. I feel blue. Oh ya, aku masih kerjar deadline nih. Lanjut besok lagi teleponnya ya. Waktuku mepet banget, nih.”

“Oke. Good luck ya! Jangan lupa traktir kalau udah cair!”

“Udah kaya, masih aja demen gratisan!” celetuk Jheni.

“Hahaha.”

Jheni langsung mematikan panggilan teleponnya.

Yuna terkekeh saat panggilannya sudah berakhir. Di saat yang sama, Yeriko masuk ke dalam kamar.

“Telepon siapa?” tanya Yeriko.

“Eh!? Udah pulang? Kamu jalannya kayak kucing, nggak ada suaranya.” Yuna langsung menghampiri Yeriko.

Yeriko tersenyum kecil. Ia menarik pinggang Yuna ke pelukannya. “Kenapa belum tidur? Masih nunggu aku pulang?”

Yuna menganggukkan kepala.

“Lain kali, nggak perlu nunggu aku kayak gini. Kamu lagi hamil. Harus banyak istirahat. Nggak perlu khawatir sama aku.”

Yuna tersenyum sembari membantu Yeriko melepas jaketnya.

“Udah ketemu sama Satria?”

Yeriko menganggukkan kepala.

“Gimana hasil investigasi kamu?”

“Investigasi apaan? Bukan aku yang nanya dia. Malah dia yang nyerang aku pake banyak pertanyaan,” jawab Yeriko sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur. “Untungnya, aku sudah nikah. Jadi, bisa mengatasinya dengan santai.”

“Emangnya dia ngajuin pertanyaan apa ke kamu?”

“Kamu.”

“Aku?”

Yeriko mengangguk. “Kayak nggak tahu aja otak jahilnya mereka.”

“Kamu juga sering jahil ke mereka.”

“Aku nggak pernah merasa begitu.”

Yuna tertawa kecil. “Kamu nggak merasa bersalah setelah melakukan sesuatu?”

“Bersalah kenapa? Aku nggak ngelakuin kesalahan apa-apa.”

Yuna memonyongkan bibirnya. Ia langsung berbaring di atas kasur. “Yang bener tidurnya!”

Yeriko bangkit dan kembali merebahkan diri di paha Yuna. “Anak kita lagi apa?”

“Lagi nunggu ayahnya pulang.”

Yeriko tersenyum kecil. Ia mengecup perut Yuna beberapa kali dan akhirnya terlelap sambil memeluk tubuh Yuna penuh kehangatan.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Dukung terus cerita ini biar aku makin semangat bikin cerita yang lebih seru lagi.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas