“Lutfi
sama Icha udah jadian. Kenapa si Chandra lambat banget ya? Kasihan Jheni,”
tutur Yuna di tengah-tengah sesi pemotretan.
“Biarkan
mereka mendekat secara alami. Kamu sama Lutfi sama aja. Nggak sabar banget
pengen jodohin mereka.”
“Hihihi.
Lutfi ada bilang gitu juga?”
Yeriko
mengangguk kecil.
Yuna
tersenyum. “Setidaknya, Chandra bisa cepet move on dari Amara.”
“Perasaannya
sekarang udah jauh lebih baik. Dia masih butuh waktu. Chandra bukan Lutfi yang
mudah gonta-ganti pasangan.”
“Mmh
... aku jadi agak khawatir sama Icha.”
“Kenapa?”
“Apa
... Lutfi juga bakal mainin Icha?”
“Aku
rasa nggak.”
“Yakin?”
Yeriko
menganggukkan kepala. “Aku nggak pernah lihat dia segelisah itu.”
“Gelisah
kenapa?”
“Gelisah
saat kenal sama cewek.”
“Emang
gitu ya?” tanya Yuna sambil menahan tawa.
“Aku
lihat, si Icha wanita yang baik, lembut dan penyayang. Lutfi nggak mungkin
berani mainin dia. Apalagi ada kamu.”
“Aku?”
Yeriko
menganggukkan kepala. “Kamu kan galak kayak singa.”
“Apa!?”
dengus Yuna sambil mencubit perut Yeriko.
“Jangan
nyubit!” pinta Yeriko sambil merengkuh kepala Yuna.
Beberapa
kamera masih terus membidik gerak-gerik Yuna dan Yeriko agar mendapatkan gambar
yang lebih natural.
“Bisa
lebih mesra lagi?” seru salah seorang kru yang membawa kamera.
Yuna
dan Yeriko saling pandang.
“Mesra
yang gimana?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko.
Yuna
dan Yeriko saling menatap manik mata. Kemudian tertawa bersama.
“Canggung
banget kalau harus mesra di depan banyak orang,” tutur Yuna.
Yeriko
menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Gini aja!” Ia langsung menarik tengkuk
Yuna dan mengulum bibir Yuna perlahan.
“Aargh
...! Romantis banget!” seru Jheni yang sedang duduk tak jauh dari tempat
pemotretan.
“Mau,
Jhen?” goda Lutfi.
“Nggak
ada lawannya,” sahut Jheni ketus.
“Chan
...!” Lutfi menoleh ke arah Chandra sambil menggoyangkan alisnya.
“Apaan!?”
sahut Chandra sambil menyeruput jus yang ada di tangannya.
“Jadi
cowok, peka dikit napa?” bisik Lutfi geram.
Chandra
bergeming. Ia tidak mengerti maksud Lutfi.
Lutfi
kesal melihat sikap Chandra yang masih saja cuek dengan kehadiran Jheni.
Statusnya yang hanya teman baik terasa sangat ambigu. Sebab, mereka diam-diam
saling perhatian.
“Cha,
sini!” pinta Lutfi sambil menepuk pahanya.
“Eh!?
Kenapa?”
“Sini!”
Lutfi langsung menarik tubuh Icha dan memeluk gadis itu di pangkuannya.
Jheni
menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Ini anak sengaja mau manas-manasin
aku?” gumamnya dalam hati.
Lutfi
menahan tawa sambil melirik ke arah Jheni dan Chandra yang masih saja
bergeming.
“Mmh
... aku ke toilet dulu!” pamit Jheni.
Lutfi
langsung tertawa lebar begitu Jheni sudah tak terlihat dari pandangannya lagi.
“Eh, kamu tuh peka dikit napa?” dengus Lutfi sambil menendang kaki Chandra.
“Peka
apaan?”
“Dia
itu suka sama kamu, kamu malah cuek kayak gitu.”
“Kami
cuma teman baik,” sahut Chandra santai. Ia bangkit dan melangkahkan kakinya
menyusuri pantai perlahan.
“Kamu
jahil banget, sih?” tutur Icha sambil menatap tajam ke arah Lutfi.
“Jahil
kenapa?”
“Kamu
sengaja mau manas-manasin Jheni sama Chandra?”
“Hahaha.
Abisnya ... Chandra bener-bener nggak peka. Si Jheni itu suka sama dia. Chandra
juga kelihatannya perhatian sama Jheni. Tapi masih aja nggak mau ngaku.”
“Jangan
keterlaluan juga!” pinta Icha. “Kasihan Jheni. Kalau emang mereka jodoh, pasti
bakal bersatu, kok.”
“Iya,
Sayangku!” sahut Lutfi sambil mencubit pipi Icha.
“Mmh
... aku bantuin Yuna dulu ya!” pamit Icha sambil bergegas pergi menghampiri
Yuna.
Lutfi
tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia langsung berlari menghampiri Chandra
yang memilih untuk berjalan seorang diri.
“Chan,
lusa ada waktu nggak?” tanya Lutfi sambil merangkul pundak Chandra.
“Kenapa?”
“Ikut
aku ke Gili, yuk!”
“Kamu
sama Icha lagi?”
“Nggak.
Dia kerja.”
“Oh.
Lihat nanti!” sahut Chandra sambil melangkahkan kakinya.
“Oke.
Eh, perasaan kamu ke Jheni sebenarnya gimana?” tanya Lutfi. “Dia cewek yang
baik.”
Chandra
menghela napas. Ia menghentikan langkahnya dan berdiri menghadap lautan yang
ada di hadapannya. “Aku masih belum yakin.”
“Belum
yakin sama Jheni?”
Chandra
menggeleng pelan. “Sama perasaanku sendiri. Aku takut cuma sementara dan justru
bakal ngelukai
Jheni.”
“Tapi,
kamu sama dia deket banget. Apa nggak akan lebih melukai Jheni kalau kamu cuma
ngasih harapan doang ke dia?”
Chandra
langsung menoleh ke arah Lutfi. Ia tidak ingin menjadikan Jheni sebagai
pelarian. Namun, ia juga tidak bisa berada jauh dari Jheni. Gadis itu, telah
memberikan kehidupan baru untuknya. Membiarkan perasaannya terus mengambang
memang tidak nyaman.
“Huft,
kenapa hidup ini bisa begitu cepat berubah. Yeriko yang tiba-tiba sudah nikah.
Kamu dan Amara yang ... eh, mau ke mana?” seru Lutfi saat Chandra tiba-tiba
berbalik dan meninggalkannya. Ia langsung mengejar langkah Chandra.
“Chan,
Jheni freelancer kan?”
Chandra
menganggukkan kepala.
“Kalian
boleh nginap di villa aku lagi kalau memang mau memperpanjang liburan. Dia juga
nggak terlalu terikat sama kerjaannya kan?”
“Aku
tetep balik. Ada kerjaan.”
“Ikut
aku ke Gili aja sekalian.”
“Kamu
nggak langsung balik ke Surabaya?”
Lutfi
menggelengkan kepala. “Aku langsung ke Gili.”
“Icha
gimana?”
“Dia
bisa pulang bareng Yuna.”
“Gila!
Kamu bawa anak orang, nggak dibalikin. Malah dititipin sama orang lain. Nggak
bertanggung jawab!” sahut Chandra.
“Yah,
abisnya dia diajak ke Gili sekalian nggak mau. Katanya, besok harus kerja. Dia
juga yang minta aku buat nggak nganter dia balik.”
Chandra
tertawa kecil.
“Kenapa
ketawa?”
“Nggak
papa.”
Mereka
melangkah bersama menghampiri Yeriko yang sedang duduk santai usai
menyelesaikan pemotretan.
“Udah
kelar?” tanya Lutfi.
Yeriko
menganggukkan kepala. “Masih ada dua lokasi pemotretan lagi.”
“Serius?”
Yeriko
mengangguk. “Mama Rully yang atur. Ribet kan? Aku pikir, di sini doang udah
kelar.”
“Emang
ke mana lagi?” tanya Chandra.
“Entahlah.
Kayaknya ambil objek di pura-pura gitu.”
Lutfi
tersenyum kecil. “Kenapa kamu kelihatan nggak senang? Ini kan persiapan
pernikahan kamu?”
“Ribet,
Lut. Capek aku.”
“Hahaha.
Iya juga sih. Kalian foto seribet ini, jeprat-jepret sana sini. Ntar fotonya
yang dipake cuma satu. Hahaha.” Lutfi tergelak sambil duduk di samping Yeriko.
Yeriko
menghela napas. “Kalau bukan karena mama, males aku kayak gini.”
“Pendapat
Kakak Ipar sendiri gimana?” tanya Lutfi.
“Dia
... kayaknya happy aja sih.”
“Mmh
... iya, juga sih. Kayaknya, nggak ada hal yang nggak disukai sama Kakak Ipar,”
sahut Lutfi.
“Ada,”
sela Chandra. “Refina.”
“Hahaha.”
“Eh,
gosipnya masih hot banget tuh. Dia nggak terpengaruh?” tanya Lutfi sambil
menatap Yeriko.
“Sempat
sedih, sih. Tapi ... aku lihat perasaannya sudah lebih baik.”
“Refi
licik banget. Kayaknya, dia lebih licik dari kamu,” tutur Chandra.
Yeriko
tersenyum sinis. “Aku pasti kelarin dia.”
“Aku
denger-denger, dia udah dipindahin ke RSOT?” tanya Chandra.
Yeriko
menganggukkan kepala. “Perkembangannya cukup bagus.”
“Artinya
... dia memang masih bisa sembuh?” tanya Chandra.
Yeriko
menganggukkan kepala.
“Baguslah.
Biar dia nggak perlu menggunakan penyakitnya untuk merebut perhatian semua
orang,” tutur Chandra.
“Sebenarnya,
aku kasihan juga sama dia,” sela Lutfi. “Tapi, pas baca berita di media
kemarin, aku langsung jengkel banget sama Refi. Dia bisa fitnah Yuna sampai
segitunya. Untung aja Kakak Ipar cantik itu wanita yang kuat.” Lutfi menatap
Yuna yang sedang tertawa bahagia bersama dua sahabatnya.
Yeriko
tersenyum kecil. Ia menatap Yuna dari kejauhan. Setiap senyuman istrinya,
adalah semangat dalam hidupnya. Ia tidak tahu sekuat apa istrinya ketika harus
menanggung beban sebagai menantu di keluarga
Hadikusuma.
Makasih udah baca sampai sini.
Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment