Thursday, February 13, 2025

Perfect Hero Bab 111 : Banci Rempong

 


Yuna terduduk lesu di salah satu kursi. Ia memejamkan mata sambil menyandarkan punggungnya.

 

“Minum?” Juan menghampiri Yuna sambil menyodorkan satu botol air mineral.

 

“Makasih.” Yuna langsung meraih botol air mineral tersebut dan menenggaknya.

 

“Capek ya? Semalam, kenapa nggak bisa dihubungi?”

 

“Aku udah tidur. Nggak sadar kalau baterai hp-ku habis. Soalnya abis teleponan lama sama temenku.”

 

“Oh.”

 

“Icha mana? Kok, nggak kelihatan ya?”

 

“Standby di kantor.”

 

“Oh.” Yuna mengangguk-anggukkan kepala.

 

Juan duduk di samping Yuna. Sesekali ia memerhatikan wajah cantik Yuna. Meski sudah menikah dan menjadi istri orang, Yuna tetap memiliki pesona dan menarik perhatian banyak pria.

 

“Aku nggak tahu apa yang bakal terjadi kalau kamu nggak dateng secepatnya. Pak Lian aja, kebingungan sendiri. Dari subuh cuma mondar-mandir nggak jelas,” tutur Juan.

 

Yuna tertawa kecil. “Masa sih?”

 

Juan menganggukkan kepala. “Eh, aku ke sana dulu ya!” pamit Juan sambil menunjuk timnya yang sedang menyiapkan audio untuk acara tersebut.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

Juan melangkah pergi meninggalkan Yuna. Membantu audio-man menyiapkan peralatannya sambil sesekali menikmati wajah Yuna yang cantik dari kejauhan. “Yuna ... Yuna, kamu tuh dilihat dari sudut mana aja tetep cantik. Sayangnya, udah jadi istri orang,” gumam Juan dalam hati.

 

Yuna terus mengamati timnya yang sedang bekerja memperbaiki venue yang sempat berantakan.

 

“Mbak Yuna, lampu di ruang make-up kurang terang.” Seorang pria setengah wanita menghampiri Yuna.

 

“Eh!? Coba ngomong sama Mas yang di sana!” pinta Yuna. “Dia yang bagian penerangan.”

 

“Iih... eike dah bilang ke dia. Tapi, dia bilang nunggu instruksi dari Mbak Yuna.”

 

Yuna mengernyitkan dahi. “Oke. Ntar aku kasih tahu dia.”

 

“Buruan, Mbak! Kita mau make-up!”

 

“Iya!” dengus Yuna sambil bangkit dari duduknya. Ia menghampiri seorang pria yang sedang mengatur lighting di atas panggung.

 

“Mas, ada yang bilang kalau lampu ruang make-up kurang terang. Kenapa?”

 

“Nanti saya ganti lampunya, Mbak. Kayaknya, memang sudah redup.”

 

“Bukannya ada lampu kaca ya? Masih kurang terang lagi?”

 

“Nggak tahu tuh si Banci. Bawel amat!”

 

“Ya udah. Nanti disesuaikan aja sama permintaan dia. Maunya kayak gimana.”

 

“Iya, Mbak. Saya kelarin ini dulu.”

 

“Oke.” Yuna menautkan jari telunjuk dan jempolnya sambil tersenyum manis. Ia bergegas kembali ke tempat duduk dan menghampiri asisten model yang masih menantinya.

 

Pria itu tersenyum menatap Yuna. “Coba dari kemaren Mbak Yuna yang di sini. Bawaannya tenang aja. Udah cantik, baik, sabar dan pengertian. Nggak kayak satunya itu yang selalu ngeburu-buru dan marah-marah terus,” celetuknya saat Yuna sudah pergi dari hadapannya.

 

“Gimana, Mbak?”

 

“Ntar diganti,” jawab Yuna santai sambil duduk di kursi.

 

“Kok, ntar sih? Kita udah mau make-up nih!”

 

“Acaranya ntar sore. Masih lama. Ngapain make-up sekarang?”

 

“Mau tes make-up dulu, Mbak.”

 

“Kamu yang mau make-up model kamu?”

 

“Iya.”

 

“Udah berapa lama jadi make-up artisnya dia?”

 

“Udah lima tahun lebih.”

 

“Ya udah, sih. Ngapain pakai acara tes make-up segala? Udah profesional kan? Harusnya bisa make-up dalam waktu singkat.”

 

“Kamu!?” Asisten tersebut geram dengan kata-kata Yuna. Ia menghentakkan kaki sambil berbalik pergi meninggalkan Yuna.

 

Yuna tersenyum kecil sambil menatap pria yang berjalan bak model internasional tersebut. “Mau cari gara-gara sama aku? Dikira aku bego banget apa yak?” dengus Yuna kesal.

 

Yuna langsung memutar bola matanya saat Bellina dan dua pelayannya berjalan menghampirinya. “Dateng lagi Mak Lampir satu ini,” celetuknya dalam hati. Ia pura-pura tidak melihat kedatangan Bellina. Meminum air mineral yang ada di tangannya sambil memerhatikan timnya yang sedang merapikan kursi untuk tamu undangan.

 

“Heh!? Kamu tuh sebenarnya istrinya Yeriko beneran atau nggak?” tanya Bellina saat ia sudah berdiri di depan Yuna.

 

Yuna pura-pura tidak mendengarkan ucapan Bellina.

 

“Kayaknya sih bukan. Kalau emang istrinya beneran. Buat apa masih harus kerja keras kayak gini?” sahut Lili.

 

“Hahaha. Bisa jadi. Dia cuma pura-pura jadi istrinya Yeriko. Makanya, nggak dapet uang belanja.”

 

Yuna merapatkan bibirnya sambil menatap Bellina.

 

“Kenapa? Marah? Berarti beneran?” sahut Bellina saat melihat ekspresi wajah Yuna yang kesal.

 

Yuna tersenyum sinis. “Kamu itu, nggak punya kerjaan lain ya? Hidup kamu nggak tenang kalau nggak ngusik aku?” tanya Yuna kesal.

 

“Sampai kapan pun, aku nggak akan pernah ngebiarin kamu hidup tenang dan bahagia!” Bellina menatap Yuna penuh kebencian. Ia tak pernah menutupi kebenciannya terhadap Yuna.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata. “Emang bener-bener pengangguran!” celetuk Yuna sambil bangkit dari tempat duduknya.

 

“Heh!? Kamu jangan kebanyakan gaya! Miskin aja belagu!” sentak Bellina sambil mendorong pundak Yuna.

 

“Bel, kamu nggak ada puas-puasnya cari masalah sama aku!?” sentak Yuna balik. “Mending kamu cari kerjaan yang banyak! Nggak cuma ngurusin hidup orang aja!”

 

“Kamu!?” Bellina menunjuk wajah Yuna sambil menahan amarah.

 

Yuna tersenyum sinis. “Lihat tuh!” Yuna menunjuk Lian dengan dagunya. “Daripada kamu sibuk ngata-ngatain aku, mending kamu sibuk jagain tunangan kamu yang kegatelan itu!”

 

Bellina langsung menoleh ke arah Lian yang sedang berbincang dengan salah satu model fashion show. Kepalanya langsung panas begitu melihat Lian bersama dengan wanita cantik. Ia menghentakkan kaki dan langsung menghampiri Lian.

 

“Dasar, provokator!” Lili mendengus ke arah Yuna.

 

Yuna tertawa kecil. “Apa bedanya sama kamu?” Ia menjulurkan lidahnya. Yuna berbalik sambil mengibaskan rambutnya di depan Lili dan berlalu pergi.

 

“Eh, busyet! Berasa kayak model iklan shampoo kali ya?” celetuk Lili kesal melihat tingkah Yuna. “Sok cantik banget!”

 

“Emang cantik kali, Li.” Sofi menimpali.

 

“Kamu belain dia?” dengus Lili sambil menatap Sofi.

 

“Nggak belain. Namanya perempuan kan emang cantik, gak mungkin ganteng,” sahut Sofi meringis.

 

“Alesan!” dengus Lili sambil berlalu pergi.

 

Sofi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Apa aku salah ngomong?” tanyanya sambil mengikuti langkah Lili.

 

Sementara itu, Bellina menghampiri model yang bersama Lian.

 

“Eh, ngapain kamu deket-deket sama laki orang!?” sentak Bellina sambil menarik lengan Lian.

 

“Bel, kamu ini kenapa?” tanya Lian sambil mengernyitkan dahinya. “Bisa jaga sikap atau nggak?”

 

“Kamu belain cewek ini!?” seru Bellina makin kesal. “Jelas-jelas dia berusaha buat deketin kamu!”

 

“Maaf, Mbak ... jangan nuduh sembarangan ya! Saya sama Pak Lian cuma ...”

 

“Halah ... alasan!” sentak Bellina. “Kamu sengaja deketin laki orang. Model kayak kamu itu cuma bisa jual badan aja buat ngerayu pengusaha muda kayak Lian!”

 

“Bel, kamu bisa nggak sih jaga sikap?” sentak Lian sambil menarik Bellina pergi.

 

Bellina melangkah mengikuti Lian, tatapannya tak lepas dari wajah model yang berseteru dengannya.

 

“Bel, kamu ini kenapa sih? Aku cuma ngobrol biasa aja. Nggak enak sama yang lain kalau sikap kamu kayak gini,” tutur Lian sambil merangkul pinggang Bellina.

 

“Kamu juga yang bikin aku kayak gini,” sahut Bellina. “Ngapain sih ngobrol sama model segala?”

 

Lian menghela napas. “Nggak enak lah. Mereka kan udah mau bantu perusahaan kita. Masa aku mau cuek gitu aja?”

 

Bellina mengerutkan bibirnya.

 

“Eh, kamu bilang ... mau periksa kandungan ke dokter kan?”

 

Bellina menganggukkan kepala.

 

“Aku antar kamu. Gimana?”

 

“Mmh ...” Bellina menggigit bibirnya.

 

“Kenapa?”

 

“Aku janjian sama dokter masih dua jam lagi. Aku bisa pergi sendiri, kok. Kamu urus aja kerjaan yang di sini!”

 

“Huft, ntar kamu cemburu lagi. Sembarang aja ngelabrak orang.”

 

“Enggak, kok,” sahut Bellina sambil tersenyum. “Aku minta maaf soal sikapku yang tadi. Aku bener-bener nggak berpikir dan nggak bisa mengendalikan diriku.”

 

Lian tersenyum sambil mengusap pundak Bellina.

 

Bellina balas tersenyum. Ia tidak akan membiarkan Lian mengantarnya ke rumah sakit san mengetahui kebenaran tentang kehamilannya.

 

(( Bersambung ... ))

Terima kasih sudah baca Perfect Hero sampai di sini. Jangan lupa kasih star vote biar aku makin semangat update cerita terbarunya. Thank you so much yang udah ngasih hadiah. I Love you ...

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas