Saturday, February 2, 2019

Review Novel | Arok Dedes | Parmoedya Ananta Toer


Resensi Buku “Arok Dedes”
Komunitas Suka Baca Buku



Judul                     : Arok Dedes
Penulis                   : Pramoedya Ananta Toer
Isi                          : xiv + 561 halaman
Penerbit               : Lentera Dipantara
ISBN                     : 978-979-3820-14-9
Tahun Terbit        : Juli 2009
Harga                    : Rp -


Sinopsis :
Buku Roman Politik “Arok Dedes” ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dan diterbitkan pertama kali pada Desember 1999. Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia.  Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara. Penjara tak membuatnya berhenti sejengkal pin menulis. Baginya, menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan ia konsekuen terhadap semua akibat yang ia peroleh.  Berkali-kali karyanya dilarang dan dibakar. Dari tangannya yang dingin telah lahir lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Sampai akhir hidupnya, ia adalah satu-satunya wakil Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam daftar kandidat Pemenang Nobel Sastra.

Buku ini menceritakan tentang roman politik yang begitu apik. Pergulatan batin seorang wanita cantik bernama Dedes. Dan pergelutan politik dengan kecerdikan Arok dalam menjatuhkan kekuasaan Tunggul Ametung.
***
Roman Arok Dedes bukan roman mistika-irasional (kutukan keris Gandring tujuh turunan). Ini adalah roman politik seutuh-utuhnya. Berkisah tentang kudeta pertama di Nusantara. Kudeta ala Jawa. Kudeta merangkak yang menggunakan banyak tangan untuk kemudian memukul habis dan mengambil bagian dari kekuasaan sepenuh-penuhnya. Kudeta licik tapi cerdik. Berdarah, tapi para pembunuh yang sejati bertepuk dada mendapati penghormatan yang tinggi. Melibatkan gerakan militer (Gerakan Gandring), menyebarkan syak wasangka dari dalam, memperhadapkan antarkawan, dan memanasi perkubuan. Aktor-aktornya bekerja seperti hantu. Kalaupun gerakannya diketahui, namun tiada bukti paling sahih bagi penguasa untuk menyingkirkannya.

Arok adalah simpul dari gabungan antara mesin paramiliter licik dan politisi sipil yang cerdik-rakus (dari kalangan sudra/agrari yang merangkakkan nasib menjadi penguasa tunggal tanah Jawa). Arok tak mesti memperlihatkan tangannya yang berlumur darah mengiringi kejatuhan Ametung di Bilik Agung Tumapel, karena perang politik tak selalu identik dengan perang terbuka. Politik adalah permainan catur di atas papan bidak yang butuh kejelian, pancingan, ketegaan melempar umpan-umpan untuk mendapatkan peruntungan besar. Tak ada kawan dan lawan. Yang ada hanya takhta di mana seluruh hasrat bisa diletupkan sejadi-jadinya yang dimau.
Pada akhirnya roman Arok Dedes menggambarkan pera kudeta politik yang kompleks yang “disumbang” Jawa untuk Indonesia.


Kelebihan Buku:
Alur yang sederhana dan mudah dipahami, terutama tentang birokrasi dan politik kerajaan. Penggambaran tokoh, tempat dan kejadian ditulis secara detail sehingga pembaca ikut terbawa masuk ke zaman kerajaan di mana kerajaan Kediri masih berdiri. Ada banyak kejutan dalam buku ini. Arok yang awalnya berada di medan pertempuran untuk menghadapi Tunggul Ametung, ia berpindah ke medan siasat untuk bisa menggulingkan Tunggul Ametung. Juga tentang pergulatan batin Paramesywari Ken Dedes yang jatuh cinta pada Arok dan tidak ingin kedudukannya sebagai Paramesyari Tumapel digantikan oleh Umang, istri pertama Arok yang kastanya jauh lebih rendah daripada dirinya.


Kekurangan :
Kekurangan yang terdapat dalam Novel Arok Dedes adalah gaya bahasa yang digunakan masih ejaan lama dan sulit dimengerti untuk pembaca masa sekarang. Hal ini termasuk wajar karena novel ini diterbitkan pada tahun 1999 dan ditulis pada masa dahulu dengan gaya bahasa sesuai dengan zamannya.










0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas