Wednesday, March 15, 2023

PENGEN BERHENTI NULIS

 



“Pengen Berhenti Nulis”

 

Huft …!

Tulisan ini aku tulis untuk menggambarkan kegelisahanku selama ini. Dari dulu, aku pengen banget berhenti nulis. Rasanya … otak dan tubuh sudah lelah untuk terus mencari ide. Belum lagi terdistraksi dengan kegiatan anak-anak. Pengen bisa berhenti nulis, apalagi kalau tulisan yang kita buat nggak ada yang baca. Bikin mental down karena aku ngerasa sudah mencurahkan tenaga dan pikiranku untuk membuat cerita yang menarik, tapi ternyata nggak bisa menarik. Karena yang bisa menarik itu cuma tangan.

Di sela-sela pergantian malam, aku sering termenung sendirian di deket kulkas. Kenapa harus deket kulkas? Yah, karena aku nggak punya AC buat ngadem. Terpaksa dah jadiin kulkas sebagai alat untuk mendinginkan hati dan pikiran ini.

Aku sering banget merenung dan bingung mau bikin ide apa lagi untuk ceritaku. Kadang, aku sampai mengabaikan dan melupakan kegiatan penting karena waktuku habis kupake buat ngelamun.

Sambil duduk menatap diri sendiri yang nggak kelihatan, aku terus berpikir untuk berhenti menulis. Pengen aja netralin otak dan pikiran. Pengen bisa hidup seperti wanita-wanita yang lain yang bisa bersantai tiap hari tanpa beban. Tapi, balik lagi sih sial sawang sinawang yang kerap aku dengar dalam nasihat orang jawa.

Terlalu banyak hal yang terjadi sama aku sejak tujuh tahun belakangan ini. Aku harus menanggung banyak penderitaan dan rasa sakit yang orang lain nggak pernah mengetahuinya. Karena semua itu masih aku simpan sendiri dengan begitu rapat. Aku cuma nggak mau ditertawakan sama orang yang nggak suka sama aku, saat aku lagi ada dalam penderitaan.

Ketika aku memutuskan untuk menjadi seorang single mom sejak satu tahun lalu, aku harus siap dengan segala konsekuensinya. Harus siap menanggung masa depan anak-anak dan keluargaku. Menjadi single fighter tidaklah mudah. Butuh effort yang lebih karena harus bisa menjadi ibu yang bertanggung jawab pada rumah dan anak-anak, sekaligus menjadi ayah yang harus mencari nafkah dan memastikan kalau besok keluargaku masih punya makanan.

Semua rasa sakit itu … nggak bisa aku gambarkan dengan kata-kata. Mungkin, akan butuh naskah berjilid-jilid hanya untuk menggambarkan apa yang telah terjadi dalam hidupku.

Setiap malam … aku nggak bisa tidur nyenyak. Saat diri ini mulai berselimut sepi dalam kelapnya malam, aku selalu dihantui banyak ketakutan. Ketakutan tentang masa depan anak-anakku, ketakutan tentang kegiatan-kegiatan sosial yang selama ini lakukan, ketakutan tentang bagaimana menjalani hubungan kembali dengan seseorang.

Sungguh, aku ingin lepas dari ini semua. Tapi aku nggak sanggup. Bagiku, tengah malam adalah pintu yang selalu membawaku pada ingatan masa laluku. Setiap kali aku lihat pintu itu … aku melihat diriku sendiri yang terluka di masa laluku. Rasanya sakit, pilu dan sulit untuk aku gambarkan dengan kata-kata.

Aku sedih bukan karena membenci orang yang melukaiku selama ini. Aku sedih karena aku bisa melihat diriku sendiri yang masih berusaha keras berdiri kuat meski seluruh tubuhnya tersayat dan berdarah-darah.

Aku takut aku dilukai lagi.

Aku takut aku dikecewakan lagi.

Aku takut aku tidak bisa bahagia lagi.

Dan masih banyak rasa takut yang menghantui pikiranku setiap malamnya.

Setiap aku terjaga di tengah malam, aku selalu bersedih. Kesunyian dan kegelapan malam itu sungguh-sungguh hal yang sempurna untuk menggambarkan sebuah penderitaan. Air mata ini selalu menetes untuk menangisi nasib diriku sendiri.

Di tengah kekalutan hatiku, rasanya aku pengen nulis. Karena aku tahu, aku nggak akan sanggup memenuhi keinginan pembacaku yang harus update setiap hari, sementara aku sibuk bertahan hidup dan mempertahankan kewarasanku.

Aku pengen berhenti nulis. Tapi aku sadar kalau aku nggak akan bisa melakukannya. Bagiku, menulis seperti healing atas semua rasa sakit yang aku alami selama ini. Kalau aku tidak menulis, mungkin semua yang aku rasakan akan lebih sakit. Karena saat malam hari dan aku nggak bisa tidur, aku selalu nulis untuk mengalihkan semua kesedihan dan penderitaanku. Meski aku pengen berhenti menulis, menulis menjadi bagian dari healing (penyembuhan) atas semua rasa sakit yang sedang aku pikul.

Aku selalu pengen berhenti nulis, tapi aku selalu gagal. Karena menulis adalah bagian dari kebutuhan dan bagian dari rutinitasku yang nggak bisa aku tinggalin. Setiap kali aku nggak nulis, kepalaku rasanya mau pecah. Tapi … mau nulis juga selalu nggak ada waktu untuk melakukannya. Jadi, aku pilih berhenti menulis sejenak saja. Mengatur suasana hatiku dan aku akan menulis apa yang ingin aku tulis saja. Karena terkadang … aku nggak bisa bahagia ketika aku sedang membahagiakan orang lain.

 

 

 

 

 



0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas