Tadi selepas salat Isya, Gugun dan Tedy lewat di depan rumahku sambil berteriak.
"Mbak, nggak ke acara penutupan MTQ kah?"
"Nggak. Mbak Rina capek. Masih banyak jahitan," jawabku. Lagipula aku tidak begitu percaya diri akan dapat juara karena aku tahu lawan-lawanku karyanya jauh lebih baik dari yang aku buat.
Aku langsung masuk rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasa yakni melipat pakaian dan beres-beres.
Sekitar jam sembilanan, Bu Misna datang ke rumah dan mengajakku ke acara penutupan MTQ. Mau alasan takut hujan nggak mungkin karena dia ngajak pakai mobil. Akhirnya aku bilang saja kalau aku lagi capek. Selain tadi pagi aku dipanggil Pak Kades untuk mengisi berkas seleksi Pemuda Pelopor. Aku juga mempersiapkan kegiatan yang akan diadakan oleh BUMDes. Setelahnya, aku ngebut membuat baju couple family.
Aku putuskan untuk di rumah saja. Istirahat di kamar. Sebelum tidur, aku masih menyempatkan diri untuk video call dengan keluarga yang ada di Pulau Jawa.
Aku sama sekali nggak kepikiran dengan acara penutupan MTQ. Aku pikir nggak bakalan juara. Jadi, aku juga nggak banyak berharap. Malah aku bakalan malu kalau aku datang dan nggak dapat juara sama sekali. Akhirnya, aku tidur nyenyak seperti biasa.
Aku tiba-tiba mendengar keramaian suara yang memanggil namaku.
"Bibi ...!" Sayup-sayup aku dengar suara yang membuat mataku terbuka perlahan-lahan.
Tiga gadis cantik (Esti, Evi, Aisyah) sudah berdiri di samping ranjangku memberi kejutan dengan riang gembira.
Yang terpikir saat itu adalah, "Aku mendapat kejutan ulang tahun". Padahal, aku sedang tidak ulang tahun. Sampai akhirnya aku benar-benar sadar saat aku sudah bangkit dari pembaringan.
Esti membawakan piala, piagam dan amplop. Di situ tertera kalau aku mendapat juara 3. Wait! Ini serius? Aku masih bingung. Kok, bisa ya? Kan baru pertama kali ikut lomba kaligrafi dan aku tahu yang lain hasilnya jauh lebih bagus.
"Semua dapet juara semua, Bi," tutur Aisyah.
"Seriusan?"
"Iya. Kak Nito daper juara harapan dua ...," ucap Aisyah yang kalimat selanjutnya tidak bisa aku ingat. Maklum, aku masih angop banget.
Ini sepertinya harus aku tanyakan lagi besok. Karena aku masih setengah sadar. Jadi susah sekali mencerna pembicaraan di antara kami.
"Juara satunya siapa?" tanyaku.
"Yang pake cadar itu, Bi," jawab Aisyah.
"Sudah kuduga. Dia gambarannya emang keren banget itu. Layak jadi juaranya."
"Kalo yang cowok, yang gambarnya biru itu nah," tutur Aisyah lagi.
"Oh ... ya ya ya. Tau aku. Itu juga keren banget gambarannya itu. Saingannya Nito itu kan? Nito dapet juara nggak?"
"Dapet juara harapan 2."
Mereka kemudian mengoceh nggak jelas. Sebenarnya jelas sih. Cuma aku aja yang nggak ngeh karena aku masih angop, hiks ... hiks ...!
Mereka langsung pamit pulang karena waktu memang sudah larut malam.
Aku langsung meletakkan pialaku di ruangan taman baca.
Aku berharap, semoga tahun depan ada generasi baru yang akan meraih juara 1 di lomba MTQ berikutnya.
Ini pengalaman pertama kami. Belajar tanpa guru kaligrafi. Terlebih aku yang memang bisanya cuma menbuat sketsa wajah.
Mungkin, inilah cara Allah menuntunku untuk benar-benar hijrah dengan caraNya. Agar aku tetap menggambar yang bukan gambar makhluk hidup.
Walau sebenarnya, aku sudah mendengar ceramah dari ustadz Abdul Somad yang menyatakan kalau gambar manusia masih diperbolehkan apabila digambar di atas kertas atau kain kanvas. Hanya saja, lebih banyak ulama yang mengatakan kalau gambar manusia hukumnya haram.
Hijrah memang butuh waktu ... dan Allah ada di antara waktu-waktu itu untuk menuntun kita ke jalan yang benar atas ijin-Nya.
Semoga ini bisa menjadi penyemangat untuk adik-adik yang lain agar lebih giat lagi berlatih dan berkarya. Terima kasih untuk seluruh masyarakat yang telah mendukung kegiatan-kegiatan yang ada di taman baca. Semoga bisa memberikan manfaat dan dampak positif bagi Desa Beringin Agung.