Hai, temen-temen ...!
How are you?
Maaf banget kalo aku jarang nulis buat blog aku sendiri.
Bukan karena aku nggak nulis sama sekali atau berhenti nulis.
Tapi, karena aku lagi nulis project novel adaptasi dari salah satu perusahaan.
Yah, lumayan lah bisa buat beli susu anak.
Karena tulisanku seringkali dipinang oleh beberapa perusahaan. Aku tuh jadi sering dapet pertanyaan, gimana sih caranya biar admin itu bisa fall in love sama tulisan kita?
Hmm ... aku sendiri juga nggak tahu kenapa para mimin banyak yang hubungin aku buat ngasih job nulis. Dan pastinya, ada honor dari nulis itu sendiri. Kalo ditanya kayak gitu, aku selalu nggak bisa jawab. Mungkin takdir, mungkin itu jalan Allah kasih aku rezeki.
Nah, ada beberapa yang nanya sama aku ... gimana sih caranya bikin kerangka karangan atau outline biar cerita kita itu runtun sampai akhir. Nggak ngegantung-gantung dan saat kita nggak punya ide, tulisan itu bakal jadi sampah yang nggak tahu mau kita apain lagi.
Buatku, saat menulis novel, bagian paling penting yang harus kita lakukan adalah menyusun kerangka karangan atau outline.
Aku sendiri nggak pernah bikin outline yang baku banget. Kayak kerangka karangan yang ditulis beberapa artikel. Entah kenapa, aku tuh suka baca tapi gampang bosen. Mungkin karena cara penulisannya yang baku banget dan hampir semua artikel yang aku baca, isinya sama. Ya iyalah, namanya juga artikel. Kalo tema yang diangkat sama, pasti isinya nggak jauh beda. Yang bikin beda itu gaya penulisan si penulis itu sendiri.
Nah, kan ... aku malah ngoceh panjang lebar kayak gini. Padahal, aku cuma mau ngasih tahu ke kalian gimana caranya bikin outline yang baik, benar dan mudah dipahami.
Oke ...
Let's go!
Pertama-tama ... kamu harus tahu dulu tema yang mau kamu buat itu tentang apa. Misal, tentang percintaan dunia remaja, percintaan dewasa atau cerita-cerita lainnya. Karena, pemilihan tema itu hal pertama yang harus kamu lakukan sebelum kamu memilih sebuah judul.
Kedua, kamu harus nentuin di mana setting (tempat) dari cerita yang akan kamu buat. Misalnya, kamu mau setting di Jakarta atau di Toraja. Dua tempat ini punya budaya, bahasa dan kearifan lokal yang berbeda. Misalnya, kamu mau ambil setting tempat itu daerah pantai. Otomatis, kamu harus bikin cerita itu tentang orang yang suka banget sama air atau berenang. Jangan ambil peran pendaki karena nanti nggak akan nyambung sama tempat dan tokoh yang kamu buat. Setting/latar tempat ini adalah hal yang paling lama prosesnya karena aku juga melakukan riset yang lumayan panjang.
Ketiga, kamu harus bikin karakter tokoh atau penokohan. Biasanya, aku bikin list sendiri tentang tokoh yang mau aku munculkan. Mulai dari ciri-ciri fisik, hobi dan kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oleh si tokoh. Poin yang satu ini bakal jadi acuan ketika si tokoh menghadapi masalah atau konflik.
Keempat, kamu harus bikin outline atau kerangka karangan per chapter atau per bab. Tulis secara singkat saja. Cukup satu atau dua kalimat yang bisa mewakili atau menggambarkan cerita yang akan kamu kembangkan. Misal, di Chapter 1, si A dan si B bertemu. Di Chapter 2, kamu harus bikin si A dan si B ini ada kelanjutan ceritanya. Misalnya, melakukan hobi mereka bersama atau apa saja. Begitu juga seterusnya ...
Yang kelima ... hmm, tentunya ini sama aja sama tips dari semua penulis-penulis senior. Seringlah baca buku-buku berkualitas. Karena, dengan membaca buku, kosa-kata kita akan terus bertambah. Yah, walau untuk seorang penulis yang sudah sibuk mengembangkan idenya setiap hari, pasti tidak ada waktu untuk membaca. Kadang, aku juga ngerasa kayak gitu. Nggak asyik banget rasanya, pengen baca tapi waktu buat baca buku nggak ada.
Buat adik-adik, selagi punya banyak waktu, pergunakanlah untuk belajar dan membaca. Membaca tidak akan kamu rasakan saat ini, tapi puluhan tahun ke depan.
Nah, itu dia tips singkat dari Kak Rin. Mudahan gampang dipahami ya!
Kalau mau tanya-tanya, bisa langsung komen di bawah.
Maaf, bukannya aku nggak bisa nulis pake bahasa baku. Tapi aku lebih nyaman santai kayak gini.
Terima Kasih ...
Rin Muna