Nanda menggandeng tangan Ayu
sembari melangkah memasuki Chel’s Modista. Salah satu butik yang paling
terkenal di kota Surabaya. Hari ini, ia sengaja membawa Ayu untuk memilih
sendiri gaun pengantin yang akan mereka kenakan untuk acara pernikahan.
“Ay, kamu suka yang mana?”
tanya Nanda sambil mengedarkan pandangannya. Menatap gaun-gaun pengantin yang
terpajang indah di sana.
“Selamat sore, Mbak, Mas ...!”
sapa seorang pegawai sambil menghampiri Nanda dan Ayu. “Ada yang bisa kami
bantu? Mau pilih gaun pengantin yang seperti apa?”
Ayu tersenyum saat pegawai
butik itu menyambutnya dengan ramah. “Mmh ... saya mau gaun yang sederhana aja.
Nggak terlalu ramai dan ... nuansa budaya jawanya tetap terlihat meski gaunnya modern,”
jawabnya.
“Oh. Silakan lihat di lorong
sebelah sini, Mbak!” Pegawai itu
langsung menunjuk lorong yang ada di sayap kanan bangunana tersebut.
Ayu mengangguk dan segera
mengikuti langkah pegawai tersebut. Ia mengedarkan pandangannya dan tersenyum
menatap design gaun pengantin bernuansa moden yang dipadukan dengan motif
tradisional, tapi tetap terlihat cantik dan elegan.
“Suka yang mana?” tanya Nanda
sambil menatap wajah Ayu.
“Suka semuanya,” jawab Ayu
sambil menahan senyumannya.
Nanda langsung menatap serius
ke arah Ayu. “Di sini ada puluhan gaun dan kamu mau pakai semuanya? Mau resepsi
setiap hari selama setahun?”
Ayu tertawa kecil. “Kapan malam
pertamanya kalau resepsi mulu?”
“Eh!? Barusan kamu ngomong
apa?” tanya Nanda sambil merangkul tubuh Ayu dan mengendus telinga wanita itu.
“Udah centil, ya?” bisiknya.
Ayu tertawa kecil sambil menatap
wajah Nanda yang menempel tepat di pipinya. “Kamu suka sama yang centil-centil
‘kan?”
Nanda tersenyum sambil menarik
dagu Ayu dan mengecup lembut bibirnya.
“Lihat tempat! Main cium-cium
aja!” dengus Ayu sambil melepaskan tubuh Nanda dan kembali melihat-lihat gaun
pengantin yang akan ia kenakan.
“Mbak, aku suka model yang ini.
But, motifnya bisa diganti pakai motif batik Solo?” tanya Ayu sambil menunjuk
salah satu gaun warna putih yang dihiasi motif batik Borneo yang dibordir dengan
benang warna keemasan di bagian bawahnya.
Juga dihiasi oleh kristal swarovski di bagian dada dan pinggangnya.
“Bisa banget, Mbak. Ini salah
satu model favorite beberapa pengantin. Terlihat lebih bersih dan elegan. Cocok
untuk hari pernikahan yang sakral. Akan saya catat dan sampaikan ke
designernya. Ada lagi yang diminati?”
Ayu menggeleng. “Satu aja,
Mbak. Mmh, budgetnya kira-kira berapa, ya?”
“Nggak terlalu mahal, kok. Yang
ini cuma sekitar delapan puluh jutaan aja,” jawab pegawai itu sambil tersenyum
manis.
Ayu mengangguk dan tersenyum
lega. Meski Nanda sanggup membayar gaun pengantin itu, tapi ia juga tidak ingin
memberatkan pria itu karena ia tahu kalau kondisi keuangan Nanda tidak begitu
baik. Hanya mengandalkan harta dari orang tua karena saat ini ia harus memulai
semuanya dari nol. Jika ia memilih gaun yang lebih mahal lagi, Nanda mungkin
akan membatalkan pernikahan mereka karena menganggap Ayu terlalu materialistis.
“Kamu mau pilih setelan jas
yang mana?” tanya Ayu sambil menatap wajah Nanda.
“Apa pun yang kamu pilih, aku
ikut aja,” jawab Nanda sambil memainkan ponselnya.
“Kamu ngapain, sih!?” Ayu
langsung menyambar ponsel Nanda dan melihat game online yang sedang dimainkan
oleh pria itu. “NANDA ...! Yang mau nikah itu kita berdua. Kenapa yang mikir
cuma aku doang!?” serunya protes.
“Aku udah kasih modal, Ay. Kamu
pilih aja mana yang kamu suka. Aku nggak ngerti beginian,” sahut Nanda sambil
menarik kembali ponselnya dari tangan Ayu.
Ayu mendengus kesal sambil
melipat kedua tangannya di depan dada. “Ya udah, nggak usah nikah. Kalau cuma
aku yang mikir, mending aku nikah sama tiang listrik.”
Nanda langsung mematikan ponsel
dan menyimpan di saku jasnya. “Jangan ngambek, dong!”
“Pulang aja, deh!” ucap Ayu
menahan kesal sambil melangkahkan kakinya.
“Jangan, Ay! Belum selesai,
kan?” Nanda langsung menghadang langkah kaki Ayu.
“Kalau udah tahu belum selesai,
kamu jangan main game, dong! Apa susahnya sih diskusi bareng? Aku nggak suka
kalau cowok itu ngomong ikut aja – ikut aja! Ngeselin tahu, nggak!?” sahut Ayu.
“Hehehe. Iya, iya.” Nanda
langsung merangkul tubuh Ayu. “Pilih, deh! Kamu sukanya yang mana?”
“Aku udah pilih, Nanda! Tinggal
cari baju untuk kamu. Kamu sukanya yang mana?” seru Ayu menahan kesal.
“Apa pun pilihan kamu, aku
pasti suka, Ay. Kamu aja yang pilih, ya! Sesuaikan aja sama baju pengantin
kamu,” jawab Nanda sambil menatap wajah Ayu.
“Ntar kamu nggak suka, Nan.
Kalau warnanya putih juga, bagus atau nggak, sih? Kayak gimana gitu, ya?”
“Yang ini aja, deh!” Nanda menunjuk
salah satu jas berwarna cream dengan lis cokelat keemasan.
Ayu mengangguk. “Oke. Ambil
yang ini aja.”
Nanda tersenyum sambil menatap
Ayu yang sedang berbincang dengan pegawai butik tersebut. Hal sederhana yang
kerap dipermasalahkan oleh wanita hanyalah ketika pria mengalihkan perhatiannya
pada hal lain. Meski jawaban sama dari pertanyaan sama, akan menjadi berbeda
saat moment-nya pun berbeda. Mood wanita memang mudah berubah, bahkan hanya
karena hal sepele saja.
Di saat bersamaan ...
Nia tersenyum lebar saat
melihat kotak seserahan dan mahar pernikahan untuk puteranya sudah tersusun
rapi dan cantik di ruang keluarga. Ia menoleh pada Yuna, Icha dan Mira, sahabat
sejak masih muda dan kini ikut membantunya mempersiapkan pernikahan puteranya.
“Makasih ya, kalian udah
repot-repot bantu aku mempersiapkan ini semua,” ucap Nia sambil tersenyum
manis.
“Nggak papa, kami senang karena
bisa membantumu. Pernikahan sebelumnya, kamu tidak melibatkan kami,” ucap Yuna
sambil menatap wajah Nia.
“Tapi ... aku nggak bisa ikut
ke Solo, Nia. Pernikahan Nanda dan Roro Ayu akan digelar di Solo? Beneran nggak
bikin resepsi di Surabaya juga?” tanya Mira sambil menatap wajah Nia.
Nia menggelengkan kepala. “Cukup
di sana aja, Mir. Kesehatanku juga nggak sebaik dulu. Kalau harus gelar resepsi
lagi, aku nggak mampu.”
“Kamu beneran nggak dateng,
Mir? Nggak penasaran sama pernikahan ala keraton?” tanya Icha.
“Lumayan penasaran. But, aku
tetep nggak bisa datang karena bertepatan dengan upacara kematian suamiku,
Cha,” jawab Mira. “Eh, si Ayu kenapa pesen gaun modern mix tradisional gitu? Di
keraton, nggak harus pakai baju khas sana, ya?” tanya Mira.
“Pakai. Mungkin, ada beberapa
yang sudah disiapkan sama keraton dan dia menginginkan gaun khusus untuk dia
sendiri.”
“Oh. I see.” Mira mengangguk-anggukkan
tanda mengerti.
Yuna tersenyum sambil duduk
kembali di sisi Nia. “Kalau ada almarhumah Jenny, dia pasti yang paling
bersemangat menyiapkan pernikahan anak-anak kita,” ucapnya. Ia selalu tersenyum
sambil menitikan air mata saat teringat pada salah satu sahabat mereka yang
harus pergi lebih dahulu.
Nia tersenyum sambil mengelus
lembut pundak Yuna. Dari mereka semua, Yuna dan Jheni adalah sahabat yang
berteman paling lama karena teman sejak kecil. Sedang ia adalah wanita paling
terakhir yang dekat dengan mereka karena hubungannya dengan Andre. Ia merasa
sangat bahagia karena mendapatkan dunia baru. Meski terkadang, Andre lebih
banyak menghindari interaksinya dengan Yuna. Walau bagaimana pun, suaminya itu
pernah menjadi pria yang begitu mencintai Yuna. Jika tidak ada Yeriko yang
begitu kuat, mungkin Yuna akan bersanding dengan suaminya.
Nia kembali melanjutkan
menyiapkan keperluan pernikahan Nanda bersama dengan teman-teman lamanya sambil
bercanda tawa bahagia. Ia harap, pernikahan puteranya kali ini mendapat restu
dari langit dan kehidupan rumah tangganya bisa bahagia.
((Bersambung...))