Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, May 21, 2025

Perfect Hero Bab 227 - Best Love for Loved || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Chan, makasih ya udah temenin aku!” tutur Amara saat ia terbangun dari tidurnya.

 

Chandra mengangguk kecil. Ia menatap keluar jendela. Sinar bulan di langit telah berganti menjadi sinar mentari yang menghangatkan. Ia teringat pada Jheni yang telah ia abaikan semalam.

 

“Mau ke mana?” tanya Amara saat melihat Chandra mulai beranjak.

 

“Mau pulang. Aku masih ada urusan penting.”

 

“Chan!” Amara menahan lengan Chandra.

 

“Umh.”

 

“Maafin aku!” pinta Amara.

 

“Masa lalu kita, nggak perlu dibahas lagi,” tutur Chandra lirih.

 

“Chan, aku bener-bener nyesel sama apa yang udah aku lakuin ke kamu selama ini. Cuma kamu yang selalu ada buat aku di saat aku susah. Kamu yang selalu melindungi aku. Selalu maafin aku setiap kali aku bikin kesalahan.”

 

Chandra tersenyum kecil. “Semuanya sudah terlambat. Kita emang nggak jodoh. Sekuat apa pun aku berusaha mempertahankan hubungan kita. Akhirnya, tetap berpisah juga.”

 

“Chan, ini semua salahku. Hidup aku jadi berantakan kayak gini, karena kesalahanku sendiri. Please, maafin aku!”

 

“Aku nggak pernah nggak maafin kamu, Amara,” sahut Chandra. Ia bangkit dari kursi.

 

“Chandra!” Amara langsung memeluk tubuh Chandra. “Bisakah kita kembali kayak dulu lagi?”

 

Chandra berusaha melepas pelukan Amara.

 

Amara semakin mengeratkan pelukannya. “Chan, aku janji bakal memperbaiki semuanya. Izinkan aku menebus kesalahanku di masa lalu!” pinta Amara sambil melirik ke arah pintu ruangan. Ia tersenyum melihat wajah Jheni ada di balik kaca pintu tersebut.

 

Chandra melepas pelukan Amara perlahan. “Aku sudah maafin kamu, bukan berarti kita bisa punya hubungan kayak dulu lagi.”

 

Amara menatap wajah Chandra dengan mata berkaca-kaca.

 

Chandra tersenyum dan berbalik.

 

“Chan, kasih aku kesempatan sekali lagi!” pinta Amara sambil memeluk Chandra dari belakang. “Kalau memang nggak bisa kembali kayak dulu lagi. Bisakah kita berteman?”

 

Chandra menoleh ke belakang. Semua masa lalu baginya terlalu menyakitkan tapi juga sulit untuk dilupakan. Saat ini, ada Jheni yang selalu mendukungnya dalam banyak hal.

 

Chanda menarik napas dalam-dalam. “Amara, kamu sudah menikah. Seperti apa pun suamimu, dia tetap pria yang kamu pilih. Hormatilah dia!”

 

“Chan, aku udah nggak sanggup nahan ini semua. Aku cuma butuh seseorang yang mau dengerin aku, meringankan semua permasalahan yang sedang aku hadapi.”

 

Chandra menghela napas. Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi Amara kali ini. Ia melepaskan pelukan Amara perlahan. “Sebagai teman, aku pasti bantu kamu. Tapi kita tetap punya batasan. Kamu sudah menikah dan aku tidak akan mencampuri urusan rumah tangga kamu.”

 

“Aku tahu, Chan. Aku bakal nyelesaikan urusanku sama Harry. Tapi, aku mohon sama kamu supaya kamu bisa bantu aku. Setidaknya, preman-preman itu nggak terus-terusan ngejar aku.”

 

Chandra mengangguk kecil. Ia melangkah perlahan keluar dari ruang rawat Amara.

 

 

 

Sementara itu ...

 

Jheni terduduk lemas di salah satu balkon rumah sakit sambil memeluk kotak bekal yang sengaja ia buat untuk Amara. Ia pikir, Chandra akan memilih tetap berada di sisinya dan sama-sama memperdulikan Amara yang sedang sakit.

 

“Chan, kenapa kamu sejahat ini sama aku? Kenapa aku bener-bener nggak berdaya menghadapi Amara?” gumam Jheni sambil terisak saat mengingat Chandra dan Amara berpelukan di dalam ruang pasien tersebut.

 

“Aargh ...! Jheni, kenapa kamu sepayah ini sih?” teriak Jheni. Ia menunduk lemas.

 

Banyak hal yang telah ia lakukan untuk Chandra. Sampai di saat ia mengetahui Chandra juga mencintainya, di saat yang bersamaan masa lalunya kembali dan membuat Jheni kembali tidak berdaya. Ia belum bisa mendapatkan hati Chandra sepenuhnya.

 

Jheni mengambil ponsel dan langsung menelepon Yuna.

 

“Halo ...!” sapa Yuna begitu panggilan teleponnya tersambung.

 

“Yuna ...!” seru Jheni sambil terisak.

 

“Kamu kenapa, Jhen?” Suara Yuna terdengar sangat panik.

 

“Chandra, Yun. Chandra ...”

 

“Chandra kenapa?”

 

“Chandra ... balik sama Amara lagi. Huuuaaa!” Tangis Jheni semakin menjadi-jadi.

 

“Jhen, nggak mungkin dia balik sama Amara lagi. Amara udah nikah sama Harry.”

 

“Tapi, aku baru aja lihat mereka pelukan. Kayaknya, Chandra emang belum bisa ngelupain Amara. Aku harus gimana?”

 

“Udah, jangan nangis! Kamu tenang dulu! Sekarang, kamu ada di mana?”

 

“Aku masih di balkon lantai tiga rumah sakit,” jawab Jheni sesenggukkan.

 

“Oke. Aku ke sana sekarang! Kamu jangan ke mana-mana! Tunggu aku di sana! Jangan nekat ya! Lompat dari lantai tiga nggak bakal bikin kamu mati, tapi bikin kamu cacat seumur hidup! Awas sampai macem-macem! Aku udah keluar kantor nih, langsung ke sana.”

 

Jheni terisak menanggapi ucapan Yuna. “Aku sama sekali nggak kepikiran buat lompat dari sini. Tapi, kata-kata kamu bikin aku jadi kepikiran buat lompat dari sini!” seru Jheni.

 

“Astaga! Kamu jangan nekat, Jhen! AKU KE SANA SEKARANG!” Yuna langsung mematikan ponselnya.

 

Jheni menghapus air matanya. Ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya sendiri. “Nggak boleh sedih, Jhen! Kamu pasti bisa dapetin hati Chandra sepenuhnya, nggak boleh nyerah!” tegasnya menghibur diri sendiri.

 

Beberapa menit kemudian, Yuna datang dan membawanya keluar dari rumah sakit.

 

“Yun, apa aku emang nggak pantes buat dicintai?” tanya Jheni sambil memeluk Yuna saat mereka sudah berada di dalam taksi.

 

“Siapa yang bilang begitu? Aku kan selalu mencintai kamu sepenuh hati. Kamu nggak lihat cinta sahabat kamu ini besar banget, hah!?”

 

Jheni menengadahkan kepalanya menatap Yuna. Ia tersenyum kecil. “Aku juga cinta sama kamu. Tapi kita nggak akan bisa menikah, huuaaa ...” Jheni mulai terisak lagi.

 

“Iya, iya. Aku tahu.” Yuna mengelus lembut pundak Jheni. “Lagian, kenapa sih kamu harus jatuh cinta sama cowok bodoh kayak Chandra itu. Kan masih banyak cowok lain.”

 

“Yun, kalo bisa milih cowok lain, aku udah pilih. Tapi perasaan nggak bisa dibohongi. Aku udah coba buat mikirin cowok lain, tapi tetep aja si Chandra yang selalu ada di pikiranku. Kenapa sih nasib percintaanku nggak sebaik kamu?” tutur Jheni.

 

“Jhen, urusan percintaanku juga nggak mulus. Kamu tahu sendiri kalau banyak yang harus aku hadapi. Refina yang terang-terangan mau balik ke Yeriko lagi dan orang-orang yang menginginkan hubungan kami berakhir. Kamu harus tanya sama hati kamu sendiri. Kalau emang cinta, jangan menyerah! Kalau nggak bener-bener cinta, lebih baik lepaskan daripada kamu sakit!” tutur Yuna lirih.

 

Jheni menatap Yuna dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu apa yang sudah dilewati oleh sahabatnya itu dan Yuna tetap berdiri tegar.

 

“Jhen, hubunganku dan Yeriko jauh lebih rumit. Saat kami berantem, kami nggak bisa bilang putus dengan mudah seperti orang yang lagi pacaran. Awalnya, aku nggak yakin sama pernikahan yang aku jalani. Nggak yakin akan bertahan lama. Tapi ... sikap Yeriko yang bikin aku yakin kalau kita bisa bertahan walau awalnya kami tidak saling mencintai. Sekarang, banyak hal yang harus kami hadapi bersama. Jadi menantu keluarga Hadikusuma ternyata nggak mudah.”

 

“Jhen, kamu nggak perlu sesedih ini. Chandra udah ngungkapin perasaannya ke kamu. Kalau emang dia cinta sama kamu. Dia pasti balik ke kamu lagi, Jhen.”

 

Jheni mengangguk kecil.

 

“Bukannya kamu pernah bilang kalau kita harus melakukan banyak kebaikan untuk orang yang kita cintai sampai orang itu nggak bisa menemukan orang lain lagi yang lebih baik dari kita?”

 

Jheni tersenyum menatap Yuna. “Kamu masih ingat, Yun?”

 

“Selalu ingat!” jawab Yuna sambil tersenyum. “Karena ... Bunda juga selalu mengajarkan banyak kebaikan. Aku nggak akan pernah lupa.”

 

Jheni tersenyum. “Iya, Yun. Itu juga alasanku kenapa aku selalu melakukan banyak hal untuk Chandra. Kalau suatu saat kami memang nggak berjodoh. Setidaknya, aku bisa jadi satu-satunya orang yang akan selalu dia ingat seumur hidupnya.”

 

“Kalo gitu, jangan sedih lagi ya! Aku yakin Chandra nggak akan balik lagi sama Amara. Aku bakal bantu kamu memperbaiki hubungan kalian.”

 

Jheni mengangguk. Ia sangat beruntung memiliki sahabat seperti Yuna. Melakukan banyak hal untuknya.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Salam hangat dari persahabatan penuh cinta...

Ikuti terus keseruan kisah Chan & Jhen ya!

Thank you so much... I Love you double-double

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

Perfect Hero Bab 226 - Kuat Bercinta || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Jhen, kamu kenapa kayak gini sih!?” tanya Yuna kesal.

 

“Huft, kamu nggak akan ngerti, Yun. Aku nggak bisa maksain perasaan orang,” jawab Jheni sambil menatap lantai yang kosong.

 

“Siapa bilang maksain? Jelas-jelas Chandra baru aja ngungkapin perasaannya ke kamu. Kamu mau ngelepasin dia gitu aja?”

 

Jheni tersenyum menatap Yuna. “Yun, aku juga nggak mau kayak gini. Aku suka sama Chandra sejak dia masih tunangan sama Amara. Ini semua bukan salah dia. Aku yang salah, aku yang nekat masuk ke kehidupan mereka,” tuturnya sambil terisak.

 

Yuna langsung memeluk tubuh Jheni. “Jhen, jangan nyalahin diri kamu sendiri!” pintanya lembut sambil mengelus pundak Jheni. “Mmh ... kamu cewek yang baik, lebih pantes buat dapetin cowok yang baik. Bukan yang plin-plan kayak Chandra.”

 

Lutfi dan Yeriko saling pandang. Mereka juga merasa tindakan Chandra tidak benar. Tidak seharusnya Chandra memilih menemani Amara di rumah sakit dan mengabaikan Jheni begitu saja.

 

“Aku kesel banget sama Chandra!” Yuna menghentakkan kaki sambil mondar-mandir.  “Jheni itu kurang apa sih? Udah baik, sabar, nggak marah dan nggak egois. Eh, dianya malah milih cewek jahat itu!” serunya kesal.

 

“Yun, aku jadi senewen kalo lihat kamu uring-uringan gini,” celetuk Icha.

 

Yuna mengerutkan bibirnya. Ia menarik napas panjang. “Okelah. Daripada aku buang-buang energi buat mikirin Chandra sama Amara, lebih baik kita cari makan yuk! Aku laper.”

 

Yeriko tertawa kecil melihat tingkah Yuna.

 

“Kakak Ipar, kamu masih ingat aja kalau soal makanan,” sahut Lutfi sambil tertawa kecil.

 

“Nomer satu. Aku udah buang banyak energi hari ini. Lagian, ini udah tengah malam dan aku belum makan. Harusnya perutku udah kenyang dan udah tidur nyenyak,” tutur Yuna lemas.

 

Yeriko tersenyum sambil merangkul tubuh Yuna. “Ayo, kita cari makan!”

 

“Cari makan di mana jam segini?” tanya Jheni.

 

“Banyak restoran dua puluh empat jam,” sahut Yeriko. Ia langsung melangkah meninggalkan rumah sakit bersama Yuna dan yang lainnya.

 

 

 

Sesampainya di restoran, mereka memilih untuk tidak membahas hubungan Jheni dan Chandra agar suasana hati Jheni bisa lebih baik.

 

“Kakak Ipar, malam ini bukannya acara nikahannya sepupu kamu itu? Kamu nggak datang ke sana?” tanya Lutfi.

 

Yuna mengedikkan bahunya. “Hari ini ulang tahun Jheni. Nggak mungkin aku mengabaikan hari penting sahabatku sendiri.”

 

“Duh, Yun. Aku jadi terhura ... eh, terharu,” sahut Jheni dengan mata berbinar.

 

Yuna tersenyum bangga. “Kamu harus ingat, Jhen. Nggak ada orang lain yang mencintai kamu selain aku!” tegasnya sambil tersenyum ke arah Jheni.

 

“Iya, Sayangkuh!” sahut Jheni sambil mencubit gemas kedua pipi Yuna. “Makan yang banyak!” perintahnya.

 

Yuna tertawa bahagia melihat Jheni yang telah kembali ceria.

 

“Mmh ... aku nggak masuk ya?” tanya Icha. “Aku juga kan sayang sama kalian.”

 

“Uch ... iya, dong!” sahut Jheni sambil memeluk Icha yang duduk di sampingnya. “I love you so much! Betewe, makasih banyak ya hadiahnya.”

 

Icha mengangguk sambil tersenyum.

 

“Iih ... kamu ngasih hadiah apa ke Jheni?” tanya Yuna penasaran.

 

“Ada, deh. Kepo!” sahut Jheni.

 

“Iih ... kok, gitu sih?” Yuna merengut ke arah Jheni dan Icha yang ada di hadapannya.

 

Jheni dan Icha tertawa bersama.

 

“Emangnya kamu ngasih kado apa buat Jheni?” tanya Icha.

 

“Mmh ... ada, deh.”

 

“E-eh, dia nggak ngasih aku kado, Cha. Dia malah sibuk nyari boneka beruang buat dirinya sendiri,” sahut Jheni. “Kamu tahu nggak, dia ngajak aku muter-muter selama dua jam. Kurang ajar nggak tuh!?” dengus Jheni.

 

“Hahaha.” Yuna tergelak menanggapi ucapan Jheni. “Icha loh yang suruh!” tuturnya sambil menunjuk wajah Icha.

 

“Oh, jadi kalian sekongkol buat ngerjain aku?”

 

“Kalo nggak sekongkol, mana bisa ngasih kejutan buat kamu.” Yuna menjulurkan lidahnya ke arah Jheni.

 

“Sialan banget! Dia bawa aku keluar, katanya mau belanja bahan masakan. Sekalinya, muter-muter cuma beli boneka sebiji. Harusnya, aku udah curiga dari awal. Nggak jelas banget!” tutur Jheni sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

 

Yuna terkekeh mendengar ucapan Jheni.

 

Mereka menikmati hidangan tengah malam sambil terus bercanda. Usai makan, mereka kembali ke rumah masing-masing.

 

Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari saat Yuna dan Yeriko tiba di rumah.

 

“Huuaa ... ngantuk banget!” Yeriko langsung merebahkan tubuhnya ke kasur.

 

Yuna tersenyum jahil, ia menjatuhkan tubuhnya ke dada Yeriko.

 

“Aw ...!” Yeriko langsung melebarkan kelopak matanya sambil menahan sakit di perut dan dadanya. “Yun, bisa nggak kalo ngasih aba-aba dulu biar aku siap?”

 

“Siap apa?” tanya Yuna sambil tersenyum dan menggigit bibir bawahnya.

 

“Siap nerima kamu jatuh di pelukanku,” jawab Yeriko sambil tersenyum.

 

“Iih .. kuat ngegombal ya sekarang!?” dengus Yuna sambil memukul dada Yeriko.

 

“Aku bukan cuma kuat ngegombal, tapi juga kuat bercinta,” sahut Yeriko sambil menggenggam kedua pergelangan tangan Yuna dan balik menekan tubuh Yuna.

 

Yuna tertawa kecil. “Yer, makasih ya!”

 

“Untuk?”

 

“Hmm ... karena kamu selalu bikin aku bahagia, bikin aku nyaman. Selalu jagain aku dan ... mau menerima aku yang rewel dan merepotkan ini,” tutur Yuna sambil tersenyum. Ia terus menatap Yeriko dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa sangat beruntung memiliki suami yang begitu hebat dalam segala hal, termasuk menyingkirkan cinta pertamanya demi Yuna.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil mengetuk dahi Yuna. “Kamu baru sadar kalau kamu rewel dan merepotkan, hah!?”

 

Yuna meringis. “Kenapa bisa sayang sama perempuan yang merepotkan?”

 

“Mmh ... harusnya aku nggak suka sama cewek rewel kayak kamu. Tapi ...” Yeriko mengamati wajah Yuna.

 

“Tapi apa?”

 

“Aku suka sama kamu yang genit,” jawab Yeriko sambil tersenyum.

 

“Iih ... aku gak genit!”

 

“Udah genit gini, masih aja nggak mau ngaku,” sahut Yeriko.

 

“Genitnya kan sama suami doang,” tutur Yuna sambil tersenyum.

 

“Mmh ... waktu kita pertama kali ketemu, kamu yang nyium aku duluan kan?”

 

Yuna menyembunyikan bibir, menahan senyuman yang tetap saja terlihat di mata Yeriko. “Hmm ....jangan diungkit lagi!” pinta Yuna. “Waktu itu, aku bener-bener bodoh karena baru aja putus sama Lian dan aku sakit hati banget. Jadi, aku pake kamu buat bikin dia cemburu.”

 

“Oh ... jadi, selama ini kamu manfaatin aku biar Lian cemburu?” Yeriko bangkit dari tubuh Yuna.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Cuma sekali itu aja. Suer!”

 

Yeriko tersenyum sinis. Ia berkacak pinggang dan berbalik membelakangi Yuna.

 

Yuna langsung bangkit, menarik tubuh Yeriko kembali ke atas kasur. “Nggak perlu diungkit lagi ya!” bisik Yuna. “Sekarang, kita berusaha untuk bikin Ye kecil aja, gimana?”

 

“Huft, kamu memang yang paling pintar bikin aku nggak berdaya,” jawab Yeriko sambil menenggelamkan tubuh Yuna ke dalam pelukannya. 

 

(( Bersambung ... ))

 

Scene kali ini bakal bikin senam jantung.

So, ikuti terus keseruan kisah Chan & Jhen ya!

Thank you so much... I Love you double-double

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 225 - Berbesar Hati || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Chan, tolongin aku!” pinta Amara dengan langkah tertatih menghampiri Chandra.

Di belakang Amara, muncul beberapa orang preman bertubuh kekar yang sedang mengejar Amara.

“Chan, tolongin aku, please!” Amara berlutut di hadapan Chandra sambil memegang tangan Chandra. Ia menatap Iba, berharap Chandra bisa menolongnya.

Chandra menarik napas perlahan saat melihat luka yang ada di punggung Amara. Sementara, Jheni tak bisa berkata-kata. Ia melepaskan tubuhnya dari pelukan Chandra. Amara kembali dalam keadaan terluka seperti ini, apakah Chandra akan menolongnya dan kembali ke pelukan Amara?

“Heh, kalian siapa?” tanya Lutfi sambil menatap preman yang ada di hadapannya.

“Kami mau nagih hutang. Dia berhutang banyak sama kami dan sampai sekarang belum bisa bayar. Orang tua dia sangat kaya, kenapa nggak mau bayar hutang ke kami!?” sentak preman tersebut sambil menatap Amara.

“Chan, aku nggak tahu kalau Harry pinjam uang atas namaku. Mereka selalu ngejar-ngejar aku. Aku nggak tahu harus minta perlindungan ke siapa lagi. Cuma kamu yang bisa nolongin aku sekarang. Please, Candra!” pinta Amara yang semakin lemah.

Yeriko tersenyum kecil menatap beberapa preman yang ada di dalam ruangan tersebut. Ia tetap duduk santai tanpa ada keinginan untuk menanganinya.

Chandra menatap pimpinan preman yang ada di hadapannya. Wajah itu tak asing lagi, ia sangat mengenal David, raja judi se-Asia. Memiliki beberapa tempat judi offline dan online. Ia tidak tahu bagaimana Amara bisa berhubungan dengan preman-preman mengerikan tersebut.

“Dav, kasih aku waktu buat ngembalikan hutangnya Amara!” pinta Chandra.

Semua orang yang ada di ruangan itu langsung menatap Chandra.

“Bodoh!” maki Yeriko dalam hati. Ia menahan kesal karena Chandra justru membela Amara yang sengaja ia buat susah untuk memberinya pelajaran.

David tertawa kecil. “Aku bukan mau uang kamu. Aku mau uang dia!” tegasnya sambil menunjuk Amara.

Amara menunduk ke lantai. Matanya berkunang-kunang, tubuhnya terhuyung ke lantai, pandangannya semakin gelap. Suara-suara di ruangan itu samar-samar menghilang dari pendengarannya.

“Amara!” Chandra langsung mengangkat tubuh Amara. “Amara, bangun!” pintanya sambil menepuk pelan pipi Amara.

Amara tidak bereaksi, Chandra memeriksa denyut nadi Amara dan langsung menggendong tubuh Amara keluar dari ruangan tersebut.

“Dav, soal ini kita bicarakan nanti!” pinta Chandra sambil melewati tubuh David. “Aku harus bawa dia ke rumah sakit.”

Jheni sangat kecewa melihat sikap Chandra yang masih begitu memperdulikan Amara. Tapi, ia juga tidak bisa menyalahkan Amara jika melihat kondisi gadis itu memang sangat buruk.

 Yuna berdiri sambil berkacak pinggang menatap semua preman yang ada di ruangan itu. “Kalian udah ngerusak acaraku. Kenapa harus sekarang sih?” Yuna geram. Ia sendiri sangat bingung mengungkapkan kalimat apa yang tepat untuk memaki preman-preman tersebut.

Yeriko menarik lengan Yuna, memintanya untuk duduk di sisinya.

“Kalian pergi dari sini! Masalah ini, bisa kita bicarakan besok lagi,” perintah Yeriko.

David langsung membawa orang-orangnya keluar dari ruangan tersebut.

“Jhen, maaf ya! Aku bener-bener nggak nyangka kalau bakal kayak gini. Aku ... aku ...”

“Yun, kamu nggak salah, kok.” Jheni tersenyum sambil menatap Yuna. Perasaannya kini tak karuan, ia tidak tahu harus bahagia atau sedih. Ia sangat bahagia karena Chandra telah menyatakan cinta untuknya. Tapi di saat yang bersamaan, Amara muncul kembali dalam kehidupan Chandra dan membuat perasaannya tak karuan.

Icha dan Lutfi hanya saling pandang. Mereka juga tidak tahu bagaimana menghibur Jheni agar suasana hatinya menjadi lebih baik. Walau terus tersenyum, mereka bisa memahami kalau Jheni sangat kecewa terhadap Chandra.

“Jhen ...!” Yuna menghampiri Jheni, memeluk tubuh Jheni dengan mata berkaca-kaca. Walau terlihat baik-baik saja, ia tahu bagaimana kesedihan yang dialami oleh sahabatnya itu.

Jheni tersenyum, tapi ia tidak bisa menahan air matanya jatuh membasahi pipi.

Yuna menarik napas dalam-dalam. “Udah, jangan sedih ya!” pintanya sambil mengusap air mata Jheni. “Be positif! Mungkin, Chandra cuma mau nolong Amara doang.”

Jheni mengangguk sambil tersenyum.

“Ya udah, kita lanjutin acara ulang tahun kamu walau tanpa dia. Gimana?” tanya Yuna.

“Mmh ... lebih baik, kita susul mereka. Aku juga kepikiran sama keadaan Amara.”

“Eh!?” Yuna menatap semua orang bergantian. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. “Oke. Kita ke rumah sakit sekarang!”

Lutfi dan Yeriko saling pandang. Mereka enggan beranjak dari tempatnya.

Yuna merasa suasana menjadi sangat canggung. Yuna melangkah perlahan menghampiri Yeriko. “Ayo!” ajaknya sambil menarik lengan baju Yeriko.

“Kamu yakin, Jhen?” tanya Yeriko sambil menatap Jheni.

Jheni mengangguk sambil tersenyum.

“Oke.” Yeriko bangkit, mereka semua bergegas keluar dari ruangan dan langsung menuju ke rumah sakit tempat Chandra membawa Amara untuk mendapatkan perawatan.

“Chan, gimana keadaan Amara?” tanya Jheni begitu ia sampai di rumah sakit.

 

“Masih diperiksa sama dokter.”

 

Jheni tersenyum kecil. Ia duduk di kursi tunggu bersama Yuna dan yang lainnya.

 

Chandra menyandarkan kepalanya ke dinding.

 

Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruang pemeriksaan.

 

“Gimana keadaannya, Dok?” tanya Chandra.

 

“Baik-baik saja. Hanya shock sementara. Lukanya tidak terlalu parah. Tapi, tetap harus menginap untuk kami pantau perkembangannya.”

 

Chandra mengangguk tanda mengerti.

 

Dokter tersebut bergegas pergi.

 

Chandra dan Jheni masuk ke dalam ruangan untuk melihat keadaan Amara, diikuti oleh Yuna dan yang lainnya.

 

Amara langsung tersenyum begitu membuka mata begitu melihat Chandra ada di hadapannya.

 

“Chandra ...!” panggil Amara lirih.

 

Chandra tersenyum dan langsung menghampiri Amara. “Kamu udah sadar?”

 

Amara mengangguk. Matanya tertuju pada Jheni yang berdiri di belakang Chandra. Perasaannya sangat sakit saat melihat Chandra sudah memilih untuk bersama wanita lain.

 

“Kenapa bisa kayak gini?” tanya Chandra sambil menatap Amara.

 

“Aku nggak tahu kalau Harry pinjam uang atas namaku. Dia punya banyak hutang dan aku harus ikut bertanggung jawab sama hutang-hutang dia karena dia pakai namaku. Beberapa hari ini mereka terus ngejar-ngejar aku. Bahkan sampai bikin aku kayak gini. Mereka bener-bener mengerikan,” jelas Amara sambil menangis.

 

Yuna mengernyitkan dahi melihat cara Chandra menatap Amara. Sepertinya, Chandra masih belum bisa melupakan Amara. Terlebih saat melihat Amara menangis. Ia merasa kalau Amara sengaja membuat Jheni cemburu.

 

“Amara, kenapa kamu malah cari Chandra? Kenapa nggak minta perlindungan suami kamu tercinta itu? Kamu kayak gini, itu hukuman buat kamu karena kamu udah nyakitin Chandra,” tutur Yuna. Ia semakin tidak tahan melihat sahabatnya terus terluka.

 

“Aku tahu aku salah. Aku bener-bener nyesal sama keputusanku memilih Harry,” sahut Amara lirih. “Please, maafin aku, Chan!” Amara menatap pilu ke arah Chandra.

 

Chandra tersenyum sambil mengangguk kecil.

 

Yuna geram dengan sikap Chandra yang mudah luluh dengan permintaan Amara. Ia terus menatap Jheni yang terlihat sangat tenang. Ia benar-benar tidak mengerti dengan situasi yang terjadi saat ini.

 

“Chan, tolong temenin aku malam ini!” pinta Amara.

 

Chandra menatap semua orang yang ada di ruangan tersebut. Ia bimbang menjawab pertanyaan Amara. Ia tidak  tega meninggalkan Amara yang sedang terluka, juga tak ingin menyakiti hati Jheni yang dengan setia menemaninya bangkit dari keterpurukan.

 

“Amara, kamu ini nggak punya perasaan dan nggak tahu diri!” sahut Yuna kesal. “Kamu udah nikah sama cowok lain. Sekarang kamu minta Chandra nemenin kamu. Kalian udah nggak asa hubungan apa-apa lagi,” cerocos Yuna.

 

“Aku tahu, Yun. Aku cuma minta temenin malam ini aja. Aku takut, preman-preman itu bakal nyari aku ke sini.”

 

Yuna mengerutkan hidungnya. Ia hampir saja menyemprot Amara, namun Jheni justru menahannya.

 

“Udah, Yun. Nggak baik berdebat di sini. Aku nggak papa, kok. Biar Chandra temenin Amara,” tutur Jheni.

 

Yuna mengernyitkan dahi menatap Jheni. “Kamu ...!?”

 

Jheni tersenyum sambil menarik lengan Yuna. “Chan, kami pulang dulu ya!” pamit Jheni sambil tersenyum.

 

Chandra tersenyum sambil mengangguk. “Hati-hati ya!”

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Scene kali ini bakal bikin senam jantung.

So, ikuti terus keseruan kisah Chan & Jhen ya!

Thank you so much... I Love you double-double

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas