Tuesday, October 6, 2020

Terus Terendam Banjir, Warga Desa Beringin Agung Gotong Royong Membersihkan Parit

 

Minggu, 04 September 2020

 

Warga Desa Beringin Agung bergotong royong serempak membersihkan selokan-selokan dan parit dari RT.01 hingga RT.11. Pasalnya, hujan deras yang mengguyur desa seminggu sebelumnya menyisakan kegelisahan bagi warga desa.

Rumah-rumah warga yang berada di daerah rendahan, terendam banjir walau intensitas hujan deras sama seperti hujan-hujan sebelumnya. Beberapa titik memang menjadi langganan banjir di desa ini saat intensitas hujan yang turun sangat deras. Namun, banjir kali ini mulai membuat warga gelisah karena lebih parah dari biasanya dan begitu cepat merendam rumah-rumah warga.

Kepala Desa, Ketua BPD, Ketua LPM, Karang Taruna dan semua warga terus meninjau banjir di beberapa titik untuk mengetahui penyebab banjir kali ini. Dari peninjauan yang dilakukan, memang Desa Beringin Agung tidak memiliki sistem drainase yang baik. Banyak parit yang sudah dangkal bahkan sudah tidak seperti parit lagi. Sehingga, kondisi parit yang ada tidak mampu menampung curah hujan yang berlebih. Akibatnya, meluap dan merendam rumah-rumah warga di beberapa titik.


 

Tidak hanya rumah warga, sawah-sawah penduduk juga menjadi korban dari intensitas hujan yang padat.

Oleh karena, hari Minggu lalu ... semua warga bergotong-royong membersihkan parit-parit di setiap RT agar warga desa bisa beristirahat dengan tenang saat hujan deras mengguyur Desa Beringin Agung.


 

Selain karena parit yang tidak berfungsi sebagai sistem drainase yang baik, penggundulan hutan juga menjadi salah satu penyebab cepatnya air masuk-masuk ke dalam rumah warga. Karena saat ini, hutan-hutan yang ada di sekitar Desa Beringin Agung sudah beralih menjadi lahan pemukiman dan tambang batu bara.


 

Harapannya, warga Desa Beringin Agung bisa memilih solusi yang baik agar tidak mengakibatkan banjir yang lebih parah lagi saat hujan deras. Hal ini, tentunya menjadi PR semua pihak. Bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi menjadi tanggung jawab semua warga untuk menjaga lingkungannya.

Pemerintah bisa mengatur sistem drainase yang baik, warganya juga harus bisa menjaga infrastruktur yang telah diupayakan oleh pemerintah. Saling bersinergi untuk kebaikan bersama agar Desa Beringin Agung tetap menjadi desa yang aman dan nyaman untuk warganya.

 

 

/Picture taken by : Toto Prayogo (Ketua LPM Desa Beringin Agung)

 

 

_________________________________________________________

©Copyright

Dilarang copy paste, screenshoot atau menyebarkan postingan ini tanpa izin dari penulis.

Penulis Sampah dan Tulisan-Tulisan Sampahnya


 

 


 

Hari ini aku dibuat kecewa, bahkan lebih kecewa dan sakit hati karena seorang penulis senior mengatakan aku adalah penulis sampah hanya karena aku memilih menaruh tulisan-tulisanku dalam bentuk digital, bukan melalui buku cetak lagi.

Aku bahkan baru tahu kalau ada kasta senior-junior di dunia literasi yang jaraknya begitu jauh. Bahasaku yang teramat santai di media sosial, dianggap tidak sopan dan tidak menghormati penulis senior. Kenapa? Karena aku sudah mengikuti semua postingannya selama berhari-hari yang terus-menerus menyerang penulis platform dalam dalih diskusi. Kemudian, aku dianggap membela platform tempatku bernaung karena aku adalah salah satu Ambassador di platform tersebut.

Penulis senior itu mengatakan kalau beliau tidak hanya membahas satu platform saja. Namun, dari sebutan “Ambassador” saja, semua penulis platform sudah tahu kalau hanya ada satu platfom menulis yang memiliki Ambassador.

Banyak tulisan di sana yang memancing emosiku sebagai penulis sampah. Sebagai penulis senior, mereka tidak segan mengatakan saya penulis sampah, karya-karya sampah, saya bodoh karena terlalu menggebu-gebu membela platform. Sebenarnya, yang membuat saya terpancing bukanlah masalah platform-nya. Tapi ada kata “Ambassador” di sana yang akhirnya membuat jari ini gatal untuk berkomentar. Yang pada akhirnya, kami sebagai penulis platform dijuluki sebagai penulis sampah yang hanya menulis tentang esek-esek. Tidak ada faedah dan manfaatnya sama sekali.

 

Dulu, saya pernah ada dalam posisi yang sama. Menganggap penulis yang menuliskan konten 21+ adalah orang yang seharusnya disingkirkan. Tapi, lama-kelamaan ... saya masuk ke dalamnya karena saya mendapatkan pesan yang ingin disampaikan oleh seorang penulis. Ada orang yang dianggap kotor di masyarakat, dikucilkan, dihina ... kemudian dia menjadi sosok yang berbeda.

 

Aku bukan tidak menghormati senior. Aku sangat menghormati mereka. Bahkan, banyak tulisan-tulisan mereka yang aku baca. Tulisan-tulisan berkualitas yang aku gunakan sebagai role-model dan belajar. Membacanya, memahami maknanya dan mengaguminya. Tapi, kekagumanku itu seketika sirna, berubah menjadi kekecewaan yang mendalam bahkan sakit hati yang entah sampai kapan bersarang dalam diriku. Membuatku merasa, bahwa dunia literasi itu sangat kejam. Mereka akan menganggap orang yang masih berproses adalah sampah. Sampah yang seharusnya dilenyapkan dari muka bumi ini.

 

Aku tahu ... tidak semua penulis di platform memiliki kualitas yang baik. Banyak mereka yang sedang belajar, berusaha mencintai baca-tulis dan semangatnya patut untuk diapresiasi. Seburuk apa pun tulisannya, orang itu pasti sedang berusaha. Seperti beberapa tahun lalu saat aku bertemu seorang penulis difable. Dia begitu bersemangat menulis, tulisan yang masih berproses itu ... kini ia menjadi penulis yang kualitas tulisannya sudah meningkat. Ketika membaca tulisannya yang berantakan, aku menangis. Bukan karena tulisannya yang tidak berkualitas, tapi karena kegigihan dan semangatnya untuk belajar padahal dia seorang tuna netra. Aku tidak tahu bagaimana proses dia menulis di sana, menggunakan braile dalam bentuk digital atau bagaimana. Aku tak pernah menanyakan itu karena takut melukai perasaannya.

Dari kejadian kecil itu ... aku belajar menghargai tulisan orang lain seburuk apa pun. Mungkin, mereka sedang belajar. Mungkin ... mereka sedang berusaha di belakang sana untuk melahirkan tulisan yang lebih baik lagi.

Aku pikir, kasta senior-junior dalam dunia literasi tak separah ini. Dan sasaran empuknya adalah penulis platform karena tulisan-tulisan mereka (yang masih berproses) dapat diakses oleh siapa saja dan dari mana saja.

Kalau dalam kasta kehidupan, penulis platfom digital sepertiku dianggap sampah. Mungkin setara dengan pengemis, pemulung dan preman-preman di jalanan yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Tidak ada manfaatnya dan tidak menghasilkan manfaat sama sekali. Kami dianggap semak belukar, pohon yang berduri dan bergetah yang seharusnya dibasmi.

Jujur, aku menangis membaca tulisan-tulisan itu ... merasa bagaimana kehadiranku sebagai penulis era digital yang dianggap sampah dan bodoh. Karena kebodohanku, aku tidak bisa menghasilkan tulisan lain selain tulisan sampah. Tapi, aku masih bisa menggunakan hatiku untuk memungut sampah-sampah yang berceceran walau dengan air mata.

Kini, aku tak bisa menyebut diriku sebagai penulis yang dulu begitu bangga nama itu tersemat dalam diriku. Aku tidak bisa menghasilkan tulisan yang berkualitas, hanya sampah-sampah yang berserakan di mana-mana. Sebutlah saja aku ini tukang sampah atau pemulung kata-kata. Karena kata-kata yang aku dapat dari memulung adalah sampah, maka jadilah aku sempurna sebagai pemungut sampah saja. Aku kini menyadari kalau aku tak layak disebut penulis, sama halnya dengan aku yang tak layak disebut manusia dalam kehidupan bermanusia.

Aku menulis ini bukan karena aku membela platform yang menaungiku dan telah memberikan begitu banyak hal berharga untukku. Aku menulis ini sebagai seorang manusia biasa yang sedang belajar. Gelar “Ambassador” yang tersemat di namaku juga bukan semata-mata aku yang menginginkannya. Ini semua aku lakukan karena aku ingin membalas kebaikan platform, orang-orang di dalamnya yang mau menerimaku yang masih berproses.

Aku ini cuma gelandangan, yang berjalan ke sana ke mari tak tentu arah. Berkelana tanpa tahu ke mana tujuanku. Saat aku bertemu dengan platform yang memberikan aku pakaian, memberiku makan dan memberikan ilmu untukku. Alangkah tak tahu dirinya aku jika tak mengabdi pada sosok yang telah menganggapku seperti anaknya sendiri.

Aku hanya ingin merangkul para penulis baru, mereka yang pernah jadi gelandangan sepertiku. Yang beli satu bungkus nasi dimakan orang sepuluh. Yang hanya bisa beli satu gelas teh hangat untuk dinikmati beramai-ramai. Bahkan tak jarang minum air hujan hanya untuk bertahan hidup.

Kini, aku mulai ragu dengan diriku sendiri yang dulunya disebut penulis. Sebutan “Penulis Sampah” itu terus terngiang di kepalaku. Mungkin, seumur hidupku aku hanya bisa menghasilkan sampah yang berserakan. Tidak memberikan manfaat sama sekali. Atau, sebagai tumbuhan liar yang seharusnya dibasmi oleh orang-orang Yang Mulia itu.

Tiba-tiba aku menangis pada mawar-mawar yang berduri, pada kaktus-kaktus yang berduri, apakah mereka bisa memilih terlahir tidak berduri? Agar bisa dianggap layak untuk hidup?

Tiba-tiba aku menangis pada pohon nangka yang bergetah, pohon pepaya yang bergetah, apakah mereka bisa memilih terlahir tanpa getah? Agar bisa dianggap layak untuk ada?

Tiba-tiba aku menangis pada semak-semak yang tumbuh liar, pada puteri malu yang entah untuk apa diciptakan. Dia merayap di tanah, berduri, menjadi semak yang tak akan dianggap layak untuk hidup.

Aku memang penulis sampah, karya-karyaku adalah sampah. Sampah-sampah yang akan terus menggunung, memenuhi jalanan, memenuhi selokan, memenuhi sungai, memenuhi lautan, memenuhi tempat-tempat yang bau dan kotor.

Aku tidak tahu bagaimana caranya menjadi penulis bermanfaat. Aku tidak tahu bagaimana cara menghasilkan tulisan yang bermanfaat. Maka biarlah aku menjadi penulis sampah yang akan menghasilkan sampah-sampah setinggi gunung Semeru.

 

Terima kasih untuk pelajaran berharga dari para senior yang telah mengatai aku sebagai penulis ‘sampah’ dan ‘bodoh’.

Dari dua kata itu aku belajar banyak hal. Belajar bagaimana menghargai mereka yang terlahir dari jalanan, menghargai mereka yang tinggal di kolong jembatan. Sebab ... mereka tak bisa memiliki pilihan lain untuk berdiri sejajar dengan orang-orang Yang Mulia itu.

 

Terima kasih telah berkenan membaca tulisan sampahku ini.

 

My Quote :

"Jika suatu hari namamu terbang setinggi langit. Ingatlah, bahwa kakimu selalu berpijak di bumi."

 

 

Salam Manis,

 

Vella Nine a.k.a Rin Muna

 

 _____________________________________________________________

©Copyright.

Dilarang copy paste, screenshoot atau membagikan postingan ini tanpa mencantumkan nama penulis.

Tuesday, September 29, 2020

Ambassador Novelme dan Ki Jagat Alit dalam Buku Geger Kitab Serat Jiwa

 


 

Hai, teman-teman ...!

Apa kabar?

Udah lama banget aku nggak menyapa kalian semua yang suka berkunjung di blog aku.

Terima kasih sudah mau membaca tulisanku yang receh ini.

Terima kasih sudah mau menjadi teman bercerita dan berbagi.

 

Nah, kali ini aku mau berbagi soal kesibukan aku sebagai penulis dan juga Ambassador di Novelme.

Ambassador itu apa sih?

Kalau dalam KBBI, Ambasador artinya Duta Besar. Terus, apa Ambasador di Novelme juga seorang Duta Besar?
Mmh ... sebenarnya nggak juga sih. Semua orang bisa mengajukan diri menjadi seorang Ambassador di Novelme, akan diseleksi dan jika sesuai persyaratan akan diberi kesempatan untuk menjadi seorang Ambassador.


Nah, kalau di Novelme ... Ambassador itu kayak salah satu pintu masuk kamu ke Dunia Novelme. Jadi, ada banyak pintu yang bisa kamu pilih untuk masuk ke dunia penulisan di Novelme. Ambassador tugasnya membimbing penulis baru untuk terbitkan buku di Novelme. Yah, gitu deh pokoknya.


Sampai saat ini, sudah ada puluhan penulis yang aku bimbing untuk menulis di Novelme. Di tengah kesibukan aku, aku tetap menyempatkan diri untuk mengajak penulis baru bergabung dengan grup ambasadorku. Tentunya, aku tidak bekerja sendirian. Ada banyak Ambasador yang juga melakukan hal yang sama. Mrekrut dan membimbing penulis baru, menjawab pertanyaan terkait teknis menulis di Novelme dan memberikan informasi seputar dunia kepenulisan. Ah, kalau kata kerennya mah sales. Iya, aku sales di Novelme. Anggap saja lah seperti itu biar keren. Hehehe.

Nah, kali ini aku mau ceritain salah satu anggota Ambasadorku yang dibilang udah senior kalau dibanding sama aku. Secara dunia kepenulisan, dia adalah seniorku. Hanya secara teknis di Novelme saja, aku yang membantu beliau untuk mendapatkan penghasilan di Novelme. Karena, ada banyak orang yang tidak percaya dengan kehadiran platform ini.


Yah, percaya atau nggak percaya ... itu bukan tugasku untuk memaksa orang lain masuk ke dalam Novelme. Tentunya, butuh kerja keras juga agar bisa masuk dunia kepenulisan. Menjadi penulis platform yang harus bekerja keras dan memiliki jam terbang yang tinggi. Kenapa? Karena tuntutan dari pembaca juga sangat tinggi. Penulis di Novelme bisa updat 3-10 bab dalam sehari. Bayangin aja gimana kerja keras penulisnya. Makanya, pembaca Novelme juga sangat menghargai kerja keras penulisnya.


Nah, kalian yang masih ragu dengan pendapatan di Novelme. Bisa langsung tanya sama Pakde Iwan alias Ki Jagat Alit.

Yang paling aku suka dari beliau adalah semangat belajarnya yang tinggi walau ilmunya sudah tinggi. Beliau juga sangat ramah dan menyenangkan. Tulisan beliau juga unik karena beliau menulis cerita silat dan itu laku di Novelme. Banyak yang bilang kalau yang laku di Novelme hanya cerita romance saja. Padahal, ada banyak genre di Novelme yang bisa dipilih. 

Soal selera pembaca, penulis tidak bisa mengendalikan sepenuhnya. Tinggal penulisnya aja, mau jadi penulis idealis atau yang mengikuti selera pembaca.

Menurut aku, setiap tulisan sudah memiliki pembacanya sendiri. Seperti Ki Jagat Alit yang sudah lama menjadi penulis Cerita Silat. Di Novelme, genre yang beliau angkat pun mendapatkan sambutan dari banyak pembaca di Novelme. So, jangan insecure hanya karena tulisan kamu nggak dihargai pembaca. Akan ada saat di mana pembaca menghargai karya tulis kamu. Mereka tidak akan pernah protes atau keberatan saat harus membeli bab buku kamu dengan koin. 


Sebagai penulis yang ingin mendapatkan penghasilan, kita juga harus bisa menyajikan tulisan yang berkualitas dan layak dihargai oleh pembaca kita. Itulah sebabnya di Novelme selalu ada bimbingan dan materi kepenulisan dari orang-orang yang Expert seperti A. Fuadi, Hilman Hariwijaya dll.



Buat kamu yang mau baca tulisan unik dari penulis yang satu ini. Kamu bisa search Geger Kitab Serat Jiwa di aplikasi Novelme. Buat yang nggak punya aplikasinya, bisa langsung akses lewat web dengan alamat m.novelme.com



 

 Cukup sampai di sini dulu curhatan dari aku.

Semoga bisa menginspirasi dan bikin kamu semangat berkarya.



Much Love,


Rin Muna ( Vella Nine )








Thursday, September 17, 2020

From Zero to be Perfect Hero

 


 

Hai, sobat ...!

Udah lama banget aku nggak curhat nih...

Mmh ... enaknya bahas apa ya?

Artikel kali ini, aku kasih judul From Zero to be Hero aja, deh. Obrolan pagi yang aku lakukan bersama Rapunzel di grup Ambassadorku. Entah kenapa, aku jadi ingin berbagi pengalamanku di sini.

 

Why?

Karena ada banyak hal yang kita capai, semuanya berawa dari nol. Nggak ada yang instan.

Akhir-akhir ini, banyak yang membicarakan soal pencapaianku sebagai seorang penulis novel Best Seller dan juga Ambassador di Platform Novelme.

Sebagai orang yang hobi nulis, pasti nggak akan pernah menyangka akan dapet penghasilan belasan juta setiap bulannya dari menulis novel. Awalnya cuma iseng ... mmh, kalau dibilang iseng. Nggak juga, sih. Karena keisenganku yang aku lakukan belasan tahun lalu, sudah berubah menjadi sesuatu yang aku seriusi.

 

Ya, aku benar-benar serius ingin menjadi seorang novelis ketika aku duduk di bangku SMA. Konyol ya? Buat orang yang kayak aku (selalu dinilai sebagai badgirl di sekolah) punya cita-cita ingin menjadi seorang novelis. Ngerti novelis aja saat itu nggak tahu. Cuma ngerasa, bisa nulis sebuah novel itu keren. Udah, gitu aja. Nggak pernah belajar soal cara menulis novel.

 

Walau nggak pernh belajar, tapi aku seneng banget sama pelajaran Bahasa Indonesia. Kelas 3 SD, aku udah seneng banget nulis. Saat itu, aku sudah mengikuti sebuah kompetisi antar sekolah. Dulu, namanya lomba sinopsis dan aku dapet juara. Saat itu, aku menceritakan dan mengembangkan kembali cerita yang sudah aku baca. Biasanya, dikasih waktu lima belas menit untuk baca naskahnya dan kita menceritakan kembali naskah yang kita baca. Aku seneng banget saat itu. Sejak itu, aku emang  jadi hobi nulis. Nulis  apa aja dan di mana aja. Makanya, sejak SD aku sudah paham dengan sudut pandang cerita, hanya saja belum bisa mendalami teknik kepenulisan yang lebih dalam lagi.


Saat lulus SMA, aku menyerah mengejar cita-citaku sebagai seorang novelis. Why? Karena aku sibuk dengan pekerjaan yang mengambil waktuku sejak pagi hingga pagi. Tapi, aku tidak benar-benar menyerah saat itu. Bagiku, sedikit saja asal tetap menulis. Akhirnya, aku memilh untuk terus menulis sambil bekerja. Setidaknya, aku tetap menjalani hobiku walau hanya menghasilkan satu puisi dalam seminggu. Oleh karenanya, aku bisa menerbitkan 23 buku antologi cerpen dan puisi hanya dalam waktu dua tahun.


Bagiku, menulis itu hobi ... sesibuk apa pun, aku pasti senang melakukannya. Melepas penat dan lelah saat bekerja dengan menulis.


Aku juga menjelajah platform menulis di beberapa tempat. Mungkin, kalian semua sudah baca artikel aku sebelumnya tentang 5 Situs Penulis Novel Populer dan Bisa Menghasilkan Uang . 

Aku akan menulis sesuai dengan kemampuanku. Oleh karenanya ada beberapa platform yang tidak aku masuki karena beberapa persyaratan yang memberatkan buatku.

Aku termasuk beruntung karena bertemu dengan Novelme sejak NTW Season 1. Sehingga, saat ini proses panjang yang sudah aku alami bisa membuahkan hasil yang sesuai.

 

Tak ada yang instan, semuanya butuh proses yang panjang. Kalau kamu masih belajar setahun, dua tahun atau tiga tahun di dunia kepenulisan. Kamu jangan merasa puas dulu, ada banyak hal yang belum kamu alami dan semuanya butuh proses.

 

Aku suka menulis sejak kelas 3 SD. Kalau karyaku dikumpulin semua seperti zaman sekarang ini, karyaku mungkin udah ribuan. Sayangnya, zaman dulu cuma nulis tangan di kertas, kemudian hilang begitu saja. Aku mulai hobi menulis sejak usia sembilan tahun. Kalau di usia 29 tahun karyaku baru bisa Best Seller, artinya aku sudah menghabiskan waktu 20 tahunku untuk belajar menulis dan tidak menyerah saat semua orang menganggap kalau menulis tidak menghasilkan apa-apa.

 

"Kerja keras dan konsistensi adalah perahu terbaik yang akan membawamu ke tempat tujuan yang kamu inginkan."

 

 Banyak penulis yang baru belajar menulis, tapi mereka sudah insecure karena tidak ada yang mau membaca karyanya. Menurutku, bukan tidak mau ... hanya belum mengenal saja. Sama seperti dirimu sendiri, jika tak pernah menyapa orang lain. Orang lain tidak akan mengenalmu.

 

Anggap saja, sebuah platform adalah sekolah. Tempat kamu belajar, menimba ilmu dari guru (editor) dan juga bersosialisasi dengan teman-teman lainnya. Ada murid yang memiliki karakter dan gaya tersendiri sehingga bisa menjadi murid populer. Begitu juga seorang penulis. Penulis harus memiliki gaya penulisan sendiri. Karena semua punya pasar pembacanya sendiri-sendiri.


Kalau kita hanya menulis, menyimpannya seorang diri alias nggak mau promosi ... terus, mau karya kita dibaca banyak orang? Gimana caranya? Nggak mungkin, kan? Menulis dengan cara diam-diam saja, itu seperti kita menulis di buku diary, menyimpannya di laci, tapi menginginkan banyak orang untuk membacanya.

Sebelum memilik karya Best Seller, aku sudah berjuang keras dan berusaha keras di platform yang saat ini menjadi tambatan hati karena sudah menghasilkan banyak pundi-pundi dari kerja kerasku selama 20 tahun belakangan ini. Bukan proses yang mudah dan instan begitu saja. Bukan sesuatu yang hanya sekedar ikut-ikutan semata karena melihat penulis lain sukses di dunianya.

Saat aku menulis di platform Novelme, penuh dengan kerja keras karena aku berusaha untuk survive di platform tersebut seorang diri. Tak ada penulis yang aku kenal, tak ada editor yang aku kenal, tak ada ambassador yang aku kenal seperti sekarang ini. Buatku, sekarang nulis di platform Novelme jauh lebih mudah karena dapet banyak bimbingan untuk berkembang lebih baik lagi. Tergantung bagaimana kamu berkembang di platform tersebut.

Awalnya, Novelme adalah sebuah platform untuk kompetisi menulis cerpen yang kemudian berkembang menjadi sebuah platform menulis novel. Di kompetisi pertama tahun 2019, kita harus mengumpulkan banyak Star untuk bisa masuk ke Top 100 Rank Populer. Buat dapetin 1 buah Star aja susah banget. Aku sampai japri semua temen-temenku buat minta dukungan dan cuma bisa masuk ke Top 100 doang. Nggak bisa juara. Alluna Wedding Party, menjadi karya novelku pertama di Novelme. Juga menjadi sebuah pencapaian yang membanggakan untuk diriku sendiri karena aku bisa menyelesaikan 1 buah novel dalam waktu 1 bulan. Biasanya, sampai setahun nggak kelar-kelar.


Di novelku yang kedua, aku baru mengerti konsep platform Novelme yang mengusung konsep webnovel dengan cerita yang mengandung ratusan bab. Berbeda dengan novel konvensional yang hanya terdiri dari 15 sampai 20 bab. Akhirnya, aku mulai mempelajari bagaimana sistem di Novelme bekerja.

Awalnya, dapetin uang di Novelme cuma ngandalin menang kompetisi aja. Berat banget kan? Tapi, aku selalu mengikuti pembicaraan di komunitas dan Novelme terus berkembang. Sekarang, bukan cuma bisa dapet uang dari kompetisi aja. Bisa dapet uang dari penjualan bab berbayar (karena pembaca di Novelme benar-benar menghargai karya dan kerja keras penulis kesayangannya), bisa dapet uang dari hadiah yang dikasih pembaca. Ada bonus Rp 400.000 setiap bulannya kalau kita rutin update selama sebulan full. Pokoknya, di Novelme ... penulis benar-benar dimanjakan. Bukan cuma dikasih uang bertubi-tubi, tapi juga dikasih ilmu yang harganya tak bisa dinilai dengan uang yang kita dapat di Novelme.


Kalau penulis baru mengeluhkan menulis di Novelme itu berat, buatku ringan banget sih daripada nulis di platform lain. Lagian, Novelme menghargai penulis yang benar-benar bekerja keras. Sama aja kayak kamu kerja di perusahaan, kalau kerjaan kamu bagus ... pasti akan dihargai dan dikasih bonus sama perusahaan. Karena buat dapetin 400K sebulan, syaratnya nggak susah. Beda dengan di awal-awal saat kami baru gabung di Novelme. Untuk dapetin 400K, harus masuk Top 50 dulu. Kalau sekarang, semuanya bisa dapet asal kita sudah terikat kontrak dengan Novelme.


Sistem untuk mendapatkan bab berbayar juga sangat mudah. Berbeda dengan platform lain. Di salah satu platform, bukuku sudah dibaca 2rb kali, tapi waktu ngajukan bab berbayar, langsung ditolak oleh platform tanpa dikasih tahu alasannya apa. Aku kan jadi kayak orang bego. Rasanya, kayak nembak cowok ... terus ditolak aja gitu tanpa sebab. Sakit kan?

Kalau di Novelme, naskah yang nggak lolos review selalu dikasih tahu alasannya supaya bisa diperbaiki. Jadi, penulis juga semakin lama semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Yang paling aku suka adalah ini. Platform melindungi penulis-penulisnya dari plagiasi dan memberikan banyak materi untuk berkembang.

 

Makanya, aku lebih nyaman ada di Novelme karena semuanya sudah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan aku senang karyaku dilindungi oleh Novelme secara hukum. Berbeda dengan platform lain yang nggak ada ikatan apa pun. Aku justru nyaman dengan perusahaan yang mengikat aku secara hukum.

Seperti yang udah aku bilang, platform ini udah kayak sekolahan. Sebaik apa pun gurunya, kesuksesan akan tetap bergantung pada kemampuan murid itu sendiri, kerja kerasnya dalam belajar dan sebagainya.

Kalau semua berpikir kesuksesanku di Novelme itu instan, aku rasa enggak. Karena aku punya waktu yang begitu panjang untuk membaca dan belajar, terlalu lambat. Aku justru bangga dengan mereka yang sudah bisa memiliki karya-karya bagus di usia muda.

So, buat kalian yang masih belajar ... jangan pernah menyerah begitu saja. Sebab semua hal perlu proses. Perjuangan yang dilakukan dari nol, rasanya akan jauh lebih berharga. Sampai saat ini, aku pun masih terus belajar. Sebab dunia kepenulisan semakin berkembang seiring perkembangan zaman. Kita juga tidak bisa menolak perubahan, tetap harus berjalan seiring dengan perubahan zaman supaya karya kita tetap diterima dengan baik oleh banyak orang.

 

Sampai di sini tulisan dari aku. Aku masih harus nulis novel yang on going setiap hari nih...

Semoga menginspirasi ..



Much Love,


Rin Muna


 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas