Monday, July 15, 2019

Cerpen | Kekasih Gelapmu Simpananmu


www.pixabay.com

Sore ini aku pergi jalan-jalan bersama dengan anak-anak remaja yang ada di taman bacaku. Tak banyak yang kita lakukan. Yah, hanya jalan-jalan mencari hiburan saja sesekali. Karena bagiku, mereka adalah sahabat. Walau usia kami memang terpaut lumayan jauh. Selama mereka nyaman berada bersamaku, ya nggak ada salahnya juga jalan bareng anak-anak remaja. Biar berasa muda terus kan ya? Hihihi...

Seperti biasa, setelah menghabiskan waktu jalan-jalan dan foto selfie di salah satu tempat wisata. Kami langsung pulang. Eh, nggak langsung pulang. Aku ngajak mereka dulu mampir ke warung Bakso. Mau ngapain? Ya, mau makan Bakso. Masa cuci mangkok?

Saat kami sudah selesai makan. Tiba-tiba datang seorang laki-laki paruh baya yang sudah tak asing lagi bagi kami. Laki-laki itu datang bersama seorang cewek cantik dan seksi. 
Tak ada kecurigaan dalam benak kami. Yang kami pikir, cewek itu adalah rekan kerja beliau.
Namun, entah kenapa bapak itu justru memperlihatkan gelagat aneh. Dia mencolek kami satu per satu sambil membisikkan sesuatu. Aku juga bingung, what happen?

Ternyata, dia bilang, "jangan kasih tahu anakku kalau aku jalan sama dia." sambil menunjuk ke arah cewek yang dia bawa.
Jelas saja kami justru curiga saat dia bilang seperti itu. Ada banyak persepsi di kepala kami. Kenapa kami tidak boleh bilang? Kalau hanya rekan bisnis atau rekan kerja, rasanya tidak akan menjadi masalah.

Oh, mungkin karena dia bilang juga kalau cewek itu "tamunya."
Tamu dalam hal apa ya?
Ah, entahlah ...
Makna tamu di zaman sekarang itu luas sekali. Apalagi tamunya ketemu di warung bakso, bukan di rumah. Jelaslah itu tamu yang istimewa.

"Siapa ya cewek yang dibawa bapak itu?" tanya Mira setelah kami keluar dari warung bakso.
"Nggak tahu." Rasya mengedikkan bahunya.
"Temen kerjanya kali," sahut Mega.
"Tadi bapak itu bilang tamunya." Dara menimpali.
"Iya, kalau teman kerja, buat apa bapak itu repot-repot klarifikasi ke kita? Pake acara nggak boleh kasih tahu si Ardhi. Kalau nggak ada hubungan apa-apa ya nggak perlu sibuk bisikin kita." Aku ikut berkomentar.
"Nggak tahu, Mbak. Pacar gelapnya kali," sahut Rasya sambil tertawa kecil.
"Sephia - Kekasih gelapku," lanjut Mega berbisik.
"Sst ...jangan keras-keras ngomongnya!" pintaku. "Dan jangan kasih tahu, Ardhi ya!"
"Tapi, kasihan tahu mba si Ardhi kalo nggak dikasih tahu. Kelakuan bapaknya begitu," sahut Mega.
"Sst ... nggak semua hal harus kita ungkapin. Biar aja, kita nggak usah ikut campur. Biar Tuhan yang menunjukkan suatu hari nanti kalau emang beliau salah. Mudahan nggak seperti yang kita pikirkan," tuturku.
"Jadi, nggak usah dikasih tahu, Mbak?" tanya Dara.
"Iya. Nggak usah!"
"Kalau kita keceplosan gimana?"
"Jangan sampai, lah!"
"Namanya aja keceplosan, Mbak."
"Ya nggak usah dibahas. Kalau emang kira-kira perlu, nanti Mbak yang ngomong sama Ardhi pelan-pelan. Dia juga sudah besar. Bisa bedain mana yang baik dan enggak. Lagian, selama semuanya baik-baik saja. Kita pura-pura nggak tahu saja. Anggap saja kita hari ini tidak melihat apa-apa." pintaku. "Ayo, pulang!"

Kami langsung bergegas pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan aku terus berpikir. Ternyata, laki-laki memang tidak akan pernah puas. Walau istri setia di rumah, dia masih bisa keluar jalan-jalan sama perempuan lain. Entah siapa yang menggoda dan siapa yang digoda. Yang jelas, hal ini membuatku berpikir bahwa perempuan emang nggak seharusnya di rumah terus. Karena saat di dalam rumah terus, bisa jadi suaminya malah main gila sama perempuan lain. 
Memang tak semua laki-laki seperti itu. Tapi, untuk laki-laki setengah baya yang masih punya kekasih gelap? What do you think?
Ah, aku pilih tidur...



Ini cerita hanya fiksi. Jangan ditanya bener atau enggaknya. Please, ini cuma naskah fiksi yang hanya khayalanku semata. Yang nyata adalah makan bakso bareng anak-anak remaja taman baca. But, nggak ada hal lain yang terjadi.
Cerita ini dibuat untuk memenuhi tantangan clue "Kekasih Gelap" dari PenAFriends.

Terima kasih untuk teman-teman yang selalu menginspirasi.

Saturday, July 13, 2019

Pembekalan Panitia Pilkades Serentak 2019

www.rinmuna.com
Kamis, 11 Juli 2019 di gedung BPU Kecamatan Samboja dilaksanakan Pembekalan Panitia Pilkades Serentak 2019 Kecamatan Samboja.
Acara ini dihadiri oleh 3 desa, yakni Desa Beringin Agung, Desa Bukit Raya, dan Desa Tani Bakti.
Acara dibuka oleh Camat Samboja, Bapak Ahmad Nurkhalis, S.Sos, M.Si. Kemudian pembekalan disampaikan oleh narasumber, Ibu Rinda R., M.Si dari Kesbangpol dan Bapak Rudi dari Dinas PMD Kab. Kutai Kartanegara.
Acara pembekalan berlangsung dari jam 10 pagi sampai jam 13.00 WITA.

Thursday, July 11, 2019

AKU, SAMPAH!!!

www.pixabay.com


Pagi ini aku melihat salah satu berita dari media lokal kota Balikpapan kalau ada penyu yang mati di Pantai Kemala dalam keadaan perut yang penuh dengan sampah plastik.
Miris sekali karena penyu merupakan binatang yang langka dan kehidupannya di laut terusik dengan keberadaan sampah-sampah plastik yang merupakan hasil dari kebutuhan masyarakat sehari-hari.

Tanpa kita sadari kalau sampah-sampah plastik yang kita buang berakhir di lautan. Lebih tepatnya menjadi santapan hewan-hewan penghuni lautan.
Beberapa orang berkomentar untuk tidak membuang sampah di sekitar pantai. Hal itu tentunya sangat bagus dan merupakan upaya untuk menyadarkan masyarakat bahwa sampah yang hanya satu buah bisa berakibat fatal. Sebenarnya, bukan hanya di pinggir pantai saja. Kita juga harus bisa lebih bijak mengolah sampah walau tidak tinggal di tepi pantai. Sebab, sampah yang ada di gunung pun akan tetap bermuara ke lautan ketika terbawa air hujan, banjir, arus yang deras dan sebagainya.

Sudah sepantasnya kita bersyukur terhadap apa yang sudah lautan berikan kepada manusia. Laut memberikan banyak kehidupan untuk manusia. Hampir setiap hari laut memberikan ikan-ikan untuk menjadi bahan pangan manusia, membuat manusia tetap hidup, berkembang biak dan memiliki kecerdasan. Seiring dengan kecerdasan manusia yang terus berkembang, sudah seharusnya kita bersyukur terhadap apa yang diberikan alam dan kita bisa menjaganya, bukan merusak alam karena kita terlena oleh kenikmatan yang disuguhkan oleh alam.
Jika lautan memberikan pangan untuk manusia, lalu kenapa kita sebagai manusia yang punya pikiran justru memberikan SAMPAH yang akhirnya dimakan oleh hewan-hewan penghuni lautan. Layakkah kita melakukan itu? Di mana rasa terima kasih kita sebagai manusia? Di mana rasa peduli kita terhadap lingkungan yang telah memberikan kita banyak manfaat?

Tanpa kita sadari, kita telah banyak menzholimi alam yang telah menyuguhkan keindahan dan kenikmatan.
Aku tahu, manusia akan terus berbuat kerusakan. Sadar atau tidak, kita sebagai manusia memang sedang menyiapkan kehancuran peradaban manusia itu sendiri.
Kalau kamu pernah nonton film "AQUAMAN", kamu pasti bisa menangkap pesan moral dari film tersebut, salah satunya adalah sampah-sampah yang dikembalikan ke daratan karena penghuni laut marah dengan perbuatan manusia yang selalu merusak kehidupan laut. Dari situ kita seharusnya menyadari bahwa manusia seharusnya menjaga dan melindungi kehidupan lautan dengan baik.
Atau kalau kamu pernah nonton film "IO", kamu akan tahu bagaimana kehidupan manusia di masa depan. Ketika oksigen menjadi sumber kehidupan yang sulit untuk ditemui, semua orang mati, binatang mati dan semua tanaman mati. Itulah yang akan dirasakan oleh anak cucu kita ketika kita sendiri tak mampu menjaga alam dengan baik.

Aku sendiri, membiasakan diriku untuk membuang sampah pada tempatnya. Kalau tidak ada tempat sampah, ya simpan saja dahulu sampahnya di kantong atau di tas sampai menemui di mana letak tempat sampahnya. Sekalipun aku membiasakan diri membuang sampah di tempatnya, tidak dipungkiri kalau aku juga terkadang membuang sampah sembarangan. Yang terpikir dalam benakku, "ah, paling juga entar kalo kebawa banjir bakal bersih sendiri." tanpa aku sadari kalau aku telah membiarkan sampah-sampah itu berakhir di selokan, di sungai bahkan di lautan. Aku yang berusaha untuk bisa menjaga alam dan lingkungan sekitar, ternyata sesekali masih juga khilaf dan salah bertindak.

Jam sepuluh pagi tadi aku sudah ada di kantor kecamatan Samboja untuk mengikuti pembekalan Panitia Pilkades yang akan dilaksanakan serentak di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sembari menunggu yang lain datang, aku pergi ke kantin untuk membeli makanan dan cemilan ringan. Usai memakan cemilan yang aku makan, aku sibuk mencari tempat sampah karena aku sudah tolah-toleh dan nggak dapet tempat sampah. Ada seorang bapak yang duduk dipojokan dan berkata kalau aku memiliki sikap baik yang jarang sekali ditemui karena orang yang mencari tempat sampah artinya peduli terhadap lingkungannya. Aku sudah terbiasa sejak kecil untuk tidak membuang sampah sembarangan. Apalagi di perkotaan atau daerah yang dekat dengan pantai. Kebiasaan itulah yang masih terbawa sampai aku dewasa dan aku tanamkan pula kebiasaan itu pada anakku. Walau dia belum tahu kenapa membuang sampah sembarangan itu dilarang. Suatu hari dia akan tahu apa saja akibatnya kalau dia membuang sampah di sembarang tempat.

Entah kenapa ... hari ini aku dihadapkan dengan banyak peristiwa yang berhubungan dengan sampah. Sore hari ketika aku membuka email, ada sebuah petisi tentang sampah-sampah yang ada di pulau Bali. Sampah-sampah plastik yang menumpuk dan menjadi sebuah pemandangan berbeda di Pulau Dewata yang terkenal dengan keindahannya itu.
Aku masih tidak mengerti kenapa pemerintah tidak menghadirkan teknologi pengolahan sampah di setiap perumahan atau perkotaan agar sampah-sampah rumah tangga dapat diolah dengan baik menjadi pupuk kompos atau barang yang memiliki nilai guna kembali. Padahal, di luar negeri sudah ada teknologi tersebut dan Indonesia sepertinya belum menempatkan pengolahan sampah sebagai prioritas. Mungkin masih kalah dengan program-program lain seperti pengembangan sumber daya manusia dan lain-lain.
Ini juga salah satu hal yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berbudaya. Budaya membuang sampah pada tempatnya dan memanfaatkan sampah menjadi produk daur ulang. Budaya membuang sampah pada tempatnya juga belum berjalan dengan baik di Indonesia. Sehingga, banyak masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan. Salah satu sebabnya juga belum ada tempat pengolahan sampah yang baik di setiap daerah sehingga sampah menjadi barang yang tidak akan disentuh masyarakat apalagi untuk mengolahnya menjadi produk daur ulang yang memiliki nilai guna.

Mendaur ulang sampah adalah salah satu upaya untuk mengurangi dampak sampah di lingkungan sekitar. Mengurangi konsumsi makanan yang menggunakan bungkus plastik juga merupakan upaya untuk bisa mengurangi volume sampah yang ada di kota maupu  daerah.

Inilah salah satu uneg-uneg yang bisa aku tulis hari ini. Semoga saja ada pelajaran yang bisa aku ambil hari ini dan menjadikan aku manusia yang lebih baik lagi dan bisa bersahabat dengan alam.

Tuesday, July 9, 2019

Puisi Akrostik | Asmilah | Kupeluk Peluh

Judul “Kupeluk Peluh”

Source : www.pixabay.com

Andaikan waktu mampu kutempuh dalam jenuh
Suasana hati yang kadang dilanda rasa gemuruh
Mungkin hatiku tak kan menjadi rusuh
Ikatan hati antara kita jangan sampai gaduh
Lalui jalan hidup tanpa mengeluh
Aku kan tetap berdiri memeluk berjuta peluh
Hingga hari-hari indah kan mampu kita rengkuh
~Rin Muna~
Kalimantan Timur, 6 Desember 2018

Puisi Akrostik | Suramen | Rindu

Judul "Rindu"

Source : pexels.com

Simfoni rindu menusuk kalbu
Untukmu yang kukenang tak mampu kusentuh
Rindu-rindu yang begitu dalam
Akankah kusampaikan mata ini melihatmu lagi
Mengenangmu saja sudah membuat hatiku bergetar
Engkaulah yang selalu kurindukan
Namun tak sedetikpun kulihat indah senyummu

Samboja, 2017

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas