Sunday, June 9, 2019

Belajar Berhitung 3 Bahasa (Indonesia Jawa Inggris)



Entah kenapa tiba-tiba si kecil minta dibuatkan video untuk youtube. Aku sendiri tidak begitu percaya diri untuk muncuk di depan layar. Karenanya, ada si kecil yang selalu ingin tampil di depan layar. Dia selalu marah kalau minta dibuatkan video tapi mamanya lagi males.

Dengan modal kemampuan bermain dan belajar setiap hari. Livia mulai belajar berhitung menggunakan 3 bahasa yakni Bahasa Jawa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Livia termasuk tipe anak yang lebih mudah menerima pelajaran secara visual ketimbang teks. Jadi, aku selalu mengajarkannya beberapa pelajaran dari kegiatan sehari-hari yang ada di dalam rumah. Mulai dari dapur sampai ke teras rumah. Setiap harinya selalu ada yang ia pelajari.

Kemampuan Livia sebenarnya tidam begitu bagus. Terlebih lagi saat mamanya punya banyak kesibukan. Kadang dia bermain sendirian saja. Dari sana ia banyak belajar hal. Dia suka nonton video edukasi dan tentunya langsung ingin meniru apa yang ia dengar, ia lihat dan ia rasakan.

Itulah sebabnya Livia bisa belajar dengan mudah dan cepat. Sebab ia tak memiliki aturan yang mengurangi kebebasan anak dalam berekspresi.

Friday, June 7, 2019

Rengginang Jimpit Khas Beringin Agung



Hai guys...!
Gimana lebaranmu tahun ini?
Semoga bisa berkumpul dengan keluarga besar ya.
Sebelumnya, aku mau ngucapin Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin apabila ada tulisan-tulisanku yang kurang berkenan di hati pembaca.

Lebaran kali ini merupakan momen yang akan aku ingat sepanjang hidupku. Pasalnya, ini pertama kali aku lebaran di rumah mertua dan keluarga besar suami. Aku merasa sangat bahagia karena punya mama mertua yang menyayangi aku seperti anaknya sendiri. Begitu juga denganku, yang selalu menyayangi keluarga suami seperti keluargaku sendiri.
Selain momen bersama keluarga ... ada juga hal menarik tahun ini. Yakni, salah satu cemilan favorite kekinian di momen lebaran. Kali ini aku lagi seneng banget sama bola-bola rengginang, orang di sinj menyebutnya rengginang jimpit.
Rengginang jimpit ini punya cerita menarik sebelum akhirnya jadi cemilan lebaran yang enak banget.
Malam itu, bibiku main ke rumah. Di bulan ramadan, biasanya dia akan kebanjiran orderan rengginang mentah. Dia bisa membuat 10kg rengginang setiap harinya. Sebenarnya, tidak hanya bulan puasa dia mendapat pesanan rengginang. Tapi, di bulan-bulan biasa juga pesanan rengginangnya tak pernah sepi. Kenapa? Karena rengginang buatan Bibi dan Mbahku itu rasanya sangat berbeda dengan rengginang yang lainnya. Rasanya benar-benar gurih karena bumbu yang digunakan sangat pas.
Kebetulan, Mbahku sengaja menanam padi ketan khusus untuk memenuhi pesanan rengginang dari pelanggannya. Selain beras yang ditanamnya sendiri, bumbu yang digunakan juga dari hasil kebun sendiri, contohnya kemiri. Aku pernah membantu produksi rengginang dan melihat sendiri bagaimana membuat bumbu untuk rengginangnya. Aku percaya, yang membuat rengginang ini berbeda adalah berasnya yang masih fresh alias baru keluar dari penggilingan. Kamu tahu kan gimana pulennya nasi dari padi yang baru saja digiling? Seperti itulah enak dan gurihnya rengginang buatan mbah dan bibiku.
Hampir setiap tahun, setiap momen lebaran, acara syukuran, acara nikahan atau sekedar makan-makan, rengginang ini selalu jadi cemilan andalan keluarga dan warga desa Beringin Agung.
Awalnya, rengginang yang dibuat mbahku ukurannya memang standar saja saat mentah. Tapi, ketika digoreng, rengginangnya mekar banget. Jadi gede-gede gitu. Alhasil, aku harus nyiapin toples yang berukuran besar juga dong buat si renyah ini. Lama kelamaan, ada yang pesan rengginang dengan ukuran yang lebih kecil, alasannya supaya bisa masuk ke dalam toples. Pesanan dari pelanggan selalu saja dipenuhi oleh mbahku. Kemudian, ia mulai memproduksi rengginang yang bentuknya lebih kecil juga dengan varian rasa dan warna. Hmm... yummy..! (Btw, aq nulis ini sambil makan rengginang jimpit loh. Asyik!)
Aku juga ikut berpikir gimana caranya rengginang bisa masuk ke dalam toples lebaran. Tahu kan kalo toples lebaran zaman sekarang itu ukurannya gak gede-gede amat. Gimana caranya rengginang itu bisa masuk ke dalam toples yang diameternya cuma 10-15 cm?
Hari itu,  aku tak sengaja melihat bola-bola rengginang warna-warni yang diletakkan mertuaku di atas lemari piring saat aku menaiki tangga ke kamarku. Alhasil, aku bertanya dengan ibu dan dia menjawab pertanyaanku dengan baik. Terlintas dipikiranku kalau aku juga pengen banget makan itu rengginang. Kayaknya asyik buat dicemilin sambil nonton tv atau sambil nulis cerpen.
Di malam bibiku ke rumah. Aku langsung bercerita tentang bola-bola rengginang itu dan sedikit memaksa dia untuk mencoba membuatnya.
“Aku beliin deh!” pintaku saat itu. Aku masih melihat keraguan di wajahnya karena dia menanggapi keingnanku sambil cengengesan. Pasti dia mikir, kalau nggak ada yang beli gimana? Soalnya kan blm pernah coba bikin begitu.
Beberapa hari kemudian, ternyata dia memenuhi permintaanku. Aku melihat postingannya di Facebook kalau rengginang jimpitnya udah jadi. Alhasil langsung aq komen dan pesan dong. Eh, malam harinya dia tiba-tiba datang dan mengantar tester rengginang yang sudah matang. Dari wajahnya sih terlihat kalau dia puas dengan hasil karyanya kali ini. Tanpa pikir panjang, aku langsung comot aja tuh rengginang dan rasanya .... ADUH! Aku tepok jidat karena rasanya itu nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Lebih dari enak, lebih dari gurih, lebih dari sekedar cemilan.
Dan karena aku yang agak memaksakan diri ini. Bibi memproduksi rengginang jimpit lagi karena banyak juga yang berminat saat melihat rengginang jimpit itu. Alasannya, mudah masuk toples dan mudah sekali untuk dijadikan cemilan. Nggak rontokan karena ukurannya yang pas masuk mulut. Anak-anak juga nggak berantakan atau berceceran makannya. Praktis banget deh pokoknya.
Rencananya, usai lebaran aku dan Mamuja akan mengemas rengginang jimpit dan dipasarkan ke masyarakat yang lebih luas. Karena, rengginang jimpit ini cocok banget buat cemilan. Kebetulan, aku membina komunitas ibu-ibu muda kreatif yang diberi nama Mamuja. Mamuja (Mama Muda Samboja) adalah salah satu club dari Taman Bacaan Bunga Kertas yang fokus ke pengembangan Literasi Finansial. Jadi, Taman Bacaku itu bukan sekedar ruang baca semata. Tapi, ada banyak cabang literasi yang akan dijalankan di sana. Salah satunya Literasi Financial, di samping Literasi Digital, Literasi Baca-Tulis dan literasj lainnya. Jujur, aku memang kewalahan mengelola taman baca ini sendirian. Tapi, aku tidak boleh menyerah memberikan motivasi dan kegiatan-kegiatan untuk warga sekitar walau aku tak punya uang. Sebab, hanya itu yang bisa aku berikan untuk warga sekitar. Aku tak bisa memberikan sumbangan uang. Maka, aku lakukan yang aku bisa.
Harapan ke depannya, aku bisa membawa nama Mamuja sebagai wadah ibu-ibu berkreatifitas dan menjadikan masyarakat desa yang mandiri dari segi financial. Aku bisa, kamu bisa, kita bisa ... semua bisa. Asalkan masyarakat tetap mendukung setiap program yang ingin aku jalankan di taman baca. Pasti semuanya bisa berjalan dengan baik apabila seluruh warga dapat bekerja sama dengan baik. Sebab, yang aku lakukan bukan untuk diriku sendiri, tapi untuk kesejahteraan banyak orang.
Buat pembaca, jangan lupa cobain rengginang jimpit buatan Mamuja Desa Beringin Agung. Yah, itung-itung sekalian berdonasi untuk pengadaan buku di Taman Bacaan Bunga Kertas. Selain enak, kamu juga sekalian beramal untuk kegiatan sosial di taman baca, hehehe.
Sampai di sini dulu tulisanku ya... kalau ada yang mau tanya-tanya soal taman bacaku silakan komen di bawah ya! Boleh tanya apa aja dari 6 pola literasi dasar yang ada di taman baca atau yang lainnya.


Thursday, June 6, 2019

Puisi | Rasa yang Tiba-Tiba


pixabay.com


Tiba-tiba aku rindu.
Pada kamu yang aku bilang ... entah ...

Tiba-tiba aku rindu.
Pada kamu yang selalu bilang ... rindu... 

Tiba-tiba aku takut.
Hilang sapamu di setiap hariku...

Tiba-tiba aku takut.
Hilang canda tawamu di sela sedihku.

Haruskah kucari cara menghapusmu dari hariku ... dari hatiku...
Agar aku lupa ... aku pernah mengenalmu.
Agar aku tak tahu bagaimana rasanya takut kehilanganmu.
Walau hanya sekedar kehilangan kata "Hai...!"

Rasanya aneh ... tapi bukan dusta.
Rasanya aneh ... tapi ini nyata.
Walau kau hadir jauh di mata.
Menyapaku dengan kata-kata.
Mencipta rindu di antara kita.
Walau tak saling jatuh cinta ...

Ditulis oleh Rin Muna
Kutai Kartanegara, 29 Mei 2019

Wednesday, June 5, 2019

Puisi | Malam-Malamku

Source: pixabay.com

Aku tak tahu bagaimana harus mengakhiri.
Aku tak memulai tapi aku dimulai.
Ribuan hari kujalani penuh luka.
Tapi aku harus berpura bahagia.

Setiap malam ku terjaga.
Hanya untuk memastikan
Menitikan air mata menatap pekatnya malam.
Malam gelap tanpa cahaya...
Aku selalu bertanya, apa aku punya mimpi?
Sebab di sana hanya ada hitam.
Tak kudapati satu warna untuk melukis mimpi.

Kenapa kau jebak aku dalam pekat malam?
Kenapa kau jebak aku dalam ruang kelam?
Pernah kudengar ucapan manis tentang mimpi-mimpi.
Namun semua mimpi-mimpi telah sirna dalam kegelapan.
Hingga aku tak tahu rasanya punya mimpi.
Kemudian genggaman tanganmu lepas.
Biarkan ku sendiri dalam kegelapan ...
Hingga membuat senyum-senyumku hampa,
Membuat tawa-tawaku kosong ...
Membuat harapan-harapanku sirna ...



Ditulis oleh Rin Muna untuk Kompasiana
Kutai Kartanegara, 02 Juni 2019

Tuesday, May 28, 2019

Jingga Delapan Belas


Ku dengar caci maki yang meluruh hati
Ku berlari... ke tempat di mana aku bisa merindu
Ku berlari ... ke tempat di mana aku bisa tersenyum dalam kesendirian.

Di ujung jalan panjang...
Di tepi lautan yang padang...
Kau hadir beriku secercah harapan.
Kau hadir memberi warna pada seulas senyum...

Jingga... setiap pukul delapan belas aku berdiri di sini.
Menanti hadirmu dalam bias-bias hati.
Menanti hadirmu yang selalu ku nanti-nanti.

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku berlari.
Mengejar cahyamu yang pernah jadikan aku berarti.
Mengejar cinta kasihmu yang pernah terikir di hati.

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku di sini.
Menanti seorang kekasih yang tak kunjung kembali.
Sebab dia punya kekasih hati lain yang mendampingi. 
Menyerahkanku pada kepalsuan cinta yang tak bisa kuhindari.

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku datang kemari.
Agar kamu dengar bisikan hati ini.
Bisakah kau sampaikan padanya?
Pada dia yang pernah sama-sama mengagumi keindahanmu.
Aku rindu ... sangat rindu...

Jingga ... setiap pukul delapan belas aku ke sini.
Berdiri memandang indahnya jinggamu.
Berharap dia lakukan hal yang sama.
Walau kami ada di tempat yang berbeda.
Sebab aku tahu, aku merindunya karena dia rindukan aku ... dan semua cerita tentang kita.
Cerita yang harus kami akhiri walau tidak kami ingini.
Jingga ... sampaikanlah padanya...
Aku tetap mencintainya dari jauh ... sampai jauh ... sangat jauh ...
JINGGA ...




Ditulis oleh Rin Muna untuk Kompasiana
Kutai Kartanegara, 27 Mei 2019

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas