Wednesday, November 1, 2017

Puisi "Kosong"

Ruang yang dulu ramai kini kosong
Canda tawa yang pernah ada kini tiada
Kursi-kursi yang indah telah lama usang
Kasih setia berpadu kini entah kemana

Lama ku pergi tak pernah kembali
Lama ku rindukan ruang kebahagiaan kami
Lama ku tinggalkan kenangan ini

Saat ku kembali semuanya terasa sepi
Saat ku kembali semua telah usang
Saat ku kembali semuanya menyayat hati
Saat ku kembali semua terasa kosong

Walrina
Kutai Kartanegara, 19 Juli 2016

Puisi "Lilin Kecil" Dalam Buku Antologi Puisi "Yang Membuka Pintu Surga"

“LILIN KECIL”



Aku rindu pada lilin kecil yang membuatku merasa berarti
Aku rindu pada lilin kecil yang membuatku selalu tersenyum
Aku rindu pada lilin kecil yang mengingatkanku tentang kebahagiaan
Kebahagiaan sederhana yang kini tak pernah kurasa
Kebahagiaan kecil yang dulu damai bersemayam di hati ini
Tak kusesali lilin kecil itu terbakar habis
Yang kusesali aku tak bisa bersinar terang lagi
Semakin lama semakin meredup dan berada dalam kegelapan
Berharap lilin kecilku bersinar lagi
Berikan aku sedikit sinar agar aku dapat melihat indahnya sekitarku


Walrina
Kutai Kartanegara


Telah diterbitkan oleh FAM Publishing Maret 2016 dalam buku antologi puisi berjudul "Yang Membuka Pintu Surga".

Puisi "Lambaian Sang Pinus" Dalam Buku Antologi Puisi "Menghempas Karang"

“LAMBAIAN SANG PINUS”

pixabay.com



Ku langkahkan kaki ini pada pasir yang sedang bermandi air laut
Ku bentangkan tangan ini dan kurasa deras angin meniup tubuhku
Ku nikmati pandanganku pada sang pinus yang melambai membawa senyum indah di bibirku

Lambaian Sang Pinus
Beriku kabar tentang bahagia
Lambaian Sang Pinus
Ajari aku lupakan kepedihan
Lambaian Sang Pinus
Ajakku mengerti tentang perbedaan
Lambaian Sang Pinus
Ajari aku tentang cinta dan kasih sayang
Ajari aku menjadi kokoh dan kuat walau diterpa jutaan angin kencang
Ajari aku bagaimana menjadi diriku sendiri
Ajari aku bagaimana aku punya arti

Jemari Sang Pinus
Tunjukkan bagaimana kokohnya karang di terjang ombak
Jemari Sang Pinus
Tunjukkan bagaimana luasnya lautan yang penuh rahasia
Jemari Sang Pinus
Tunjukkan indahnya Sang Mentari tenggelam di ufuk barat
Jemari Sang Pinus
Tunjukkan bahwa aku tak hidup seorang diri
Ada yang selalu jadi penyemangatku
Ada yang selalu kuatkan aku
Ada yang selalu indahkan aku
Ada yang selalu setia mendampingiku
Dan ada yang jadi pengobat rasa sakitku


Walrina
Kutai Kartanegara

Telah diterbitkan oleh FAM Publishing Mei 2016 dalam Buku Antologi Puisi "Menghempas Karang".




______________________________
🅒 Copyright.
Karya ini dilindungi undang-undang.
Dilarang menyalin atau menyebarluaskan tanpa mencantumkan nama penulis.

Puisi "Kartini Kecilku"

PUISI “KARTINI KECILKU”

pixabay.com


Kau kartini kecilku
Ajarkan kelembutan dalam ketegaran
Ajarkan kekuatan dalam kelemahan
Ajarkan kebahagiaan dalam jerit tangismu
Ajarkan keindahan dalam senyum tawamu

Kau kartini kecilku
Yang menguji nilai kesabaranku
Yang menguji nilai ketegaranku
Yang menguji nilai kelembutanku
Yang menguji nilai ilmu pengetahuanku

Kau kartini kecilku
Bagai pelangi antara terik dan gerimis
Bagai lentera dalam gelap angan-anganku
Bagai api yang membakar semangatku
Bagai air yang meredam ego dan emosi

Wahai engkau kartini kecilku
Indah senyummu sejukkan kalbuku
Jerit tangismu menggetarkan jiwaku
Sentuhan jemari kecilmu membangkitkan semangatku

Walrina
Kutai Kartanegara



______________________________
🅒 Copyright.
Karya ini dilindungi undang-undang.
Dilarang menyalin atau menyebarluaskan tanpa mencantumkan nama penulis.

Puisi "Jerit Tangis Si Buah Hati"

JERIT TANGIS SI BUAH HATI

pixabay.com


Jerit tangis yang pertama kudengar dari bibir mungilmu
Berikan aku sejuta semangat saat aku tak berdaya menahan jutaan rasa sakit
Berikan aku sejuta senyuman indah yang tak pernah kudapati sebelumnya
Jerit tangis indahmu
Bagai ribuan bidadari menari indah di pelupuk mataku
Jerit tangis suaramu
Hapus semua duka dan derita dalam hidup ini

Jerit tangismu beri harapan baru dalam hidupku
Jerit tangismu beri sejuta impian yang ingin ku raih
Jerit tangismu lukiskan keindahan abadi di hariku
Jerit tangismu jadikan aku wanita sempurna
Jerit tangismu jadikan aku pemimpin para bidadari
Jerit tangismu jadikan aku karang yang tak kikis diterpa badai

Jerit tangis si buah hati
Membuka pintu surga yang lama tak pernah terbuka
Jerit tangis si buah hati
Membuka pintu harapan yang telah lama tertutup
Jerit tangis si buah hati
Membuka jendela mimpi-mimpi yang siap untuk diraih
Jerit tangis si buah hati
Membuka pintu kebahagiaan yang lama kurindukan
Jerit tangis si buah hati
Membuka galeri lukisan sejuta keindahan

Karya: Walrina
ID FAM3345U Kutai
Kutai Kartanegara, 18 Desember 2015



______________________________
🅒 Copyright.
Karya ini dilindungi undang-undang.
Dilarang menyalin atau menyebarluaskan tanpa mencantumkan nama penulis.


Puisi "Masa Senjamu" dalam Buku Antologi Puisi Berjudul "Ayah, di Bahumu Aku Bersandar"

“MASA SENJAMU”

pixabay.com



Setiap ku lihat guratan di wajahmu
Kurasakan betapa beratnya beban yang pernah kau pikul
Di usia senjamu kini
Terlihat goresan perjuangan di wajah rentamu
Perjuangan tentang bagaimana buatku tersenyum
Di usia rentamu kini
Terlihat goresan pengorbanan di masa lalumu
Pengorbanan tentang bagaimana buatku bahagia

Setiap ku tatap kedua matamu
Kulihat sejuta perjuangan yang tak pernah kau keluhkan
Mata senjamu pertanda bahwa kau pernah jadi hebat dalam hidupku
Mata senjamu pertanda bahwa kau sandaran terkuat dalam hidupku
Mata senjamu pertanda bahwa kau pelita terindah dalam hidupku
Pelita hidupku yang semakin lama semakin meredup
Pelita hidupku yang semakin lama semakin pudar dan menua
Pelita hidupku yang ku ingini tetap bersinar selamanya
Pelita hidupku yang takkan pernah mati walau nyawa tak lagi di raga

Kini biarlah aku yang jadi pelita di usia senjamu
Biarlah aku yang jadi matamu
Biarlah aku yang jadi telingamu
Biarlah aku yang jadi penopang langkahmu
Biarlah aku yang jadi sandaranmu

Karena dulu aku pernah bersandar di bahumu walau menahan sejuta pilu

Karya : Walrina, Kutai Kartanegara

Telah diterbitkan oleh Penerbit FAM Publishing Februari 2016 dalam buku antologi puisi berjudul "Ayah, di Bahumu Aku Bersandar"



______________________________
🅒 Copyright.
Karya ini dilindungi undang-undang.
Dilarang menyalin atau menyebarluaskan tanpa mencantumkan nama penulis.

Puisi "Ayah" dalam Buku Antologi Puisi "Ayah, di Bahumu Aku Bersandar"

PUISI
“AYAH”

pixabay.com


Ayah...
Di lenganmu aku letakkan masa depanku
Di lenganmu aku letakkan asa dan harapanku
Di lenganmu aku letakkan jalan hidupku
Di lenganmu aku letakkan lentera hatiku
Aku bangga padamu        
Yang tak pernah mengeluh menahan berat beban
Aku bangga padamu
Hiasi keluarga penuh keindahan
Ayah...
Di tanganmu aku belajar arti cinta dan kehilangan
Di tanganmu aku belajar arti asa dan perjuangan
Di tanganmu aku belajar arti semangat dan pengorbanan
Di tanganmu aku belajar arti kehidupan
Aku bangga padamu
Yang selalu buatku tersenyum dalam kepiluan
Aku bangga padamu
Hiasi keluarga penuh kebahagiaan
Ayah....
Di bahumu aku teteskan air mataku
Di bahumu aku teteskan peluhku
Di bahumu aku teteskan bebanku
Di bahumu aku teteskan keluh kesahku
Aku bangga padamu
Yang tak pernah goyah jadi sandaran
Aku bangga padamu

Hiasi keluarga penuh kasih sayang


Karya : Walrina, Kutai Kartanegara

Telah diterbitkan dalam Buku Antologi Puisi berjudul "Ayah, di Bahumu Aku Bersandar" oleh Penerbit FAM Publishing Februari 2016. No. ISBN : 978-602-335-120-6. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.

Cerpen "Aku Anak Haram"

AKU ANAK HARAM ...?

pixabay.com


Namaku Sarah, aku terlahir dari rahim seorang pelacur dan ayahku seorang Mafia. Aku terlahir bukan dari keluarga baik-baik. Tapi aku selalu berusaha menjadi yang terbaik, walau tak satupun orang percaya padaku. Sampai saat ini aku tidak pernah tahu siapa ayahku sebenarnya. Semua orang menyebutku "Anak Haram". 
Lalu, apakah semua yang aku lakukan akan jadi haram? Sholatku jadi haram? Dzikirku jadi haram? Sedang aku punya Tuhan. Aku terlahir dari rahim seorang pelacur itu bukan kemauanku. Kalau bisa memilih, aku ingin terlahir dari rahim seorang ibu yang Sholehah. Ibu yang bisa ajari aku sholat. Ibu yang bisa ajari aku membaca Al-Qur'an. 
Tapi, Tuhan membuat takdirku berbeda. Aku dihina, aku di kucilkan dan aku tak di akui. Sampai pada akhirnya aku bertemu dengan seorang wanita yang tak peduli dengan latar belakang keluargaku. Dia menyayangiku seperti anaknya sendiri. 
Dia yang dengan sabar mengajariku tentang apa itu kebaikan. Dia yang mengenalkanku pada Tuhan. Dia yang memberiku semangat untuk terus berjuang dan semangat walau hari-hariku di terpa cacian. Sampai pada hari ini, aku merasa punya kehidupan yang lebih baik dan masa depan yang selalu aku dambakan.
            "Braakk....!" Bantingan pintu kamar mama membuyarkan lamunanku.
Hampir setiap hari kedua orang tuaku bertengkar. Ku intip papa yang terduduk di sofa ruang tamu sambil menghisap rokoknya. Wajahnya terlihat seram karena memendam emosi. Aku coba menghampirinya perlahan.
            "Papa...!" Panggilku dengan penuh hati-hati.
Papa langsung memandang ke arahku, sedang mama masih berteriak mencaci maki dari balik pintu kamarnya.
            "Lihat kelakuan Mama kamu itu!" Teriak papa sambil menunjuk ke arah pintu kamar.
Aku nggak tahu apa yang selama membuat mereka tidak berhenti berkelahi dan berdebat.                         "Bukannya setiap hari memang seperti itu? Papa baru sadar? Apakah tidak bisa diselesaikan dengan baik-baik Pa? Sarah capek dengar Papa dan Mama kelahi tiap hari," sahutku dengan lembut.
            "Gimana bisa Papa bicara baik-baik kalau Mama kamu aja kelakuan kayak gitu! Dasar perempuan gila!" Maki Papa.
            "Sudah lah Pa, Mama itu butuh seseorang yang membimbing dia untuk jadi baik. Sedangkan Papa sama sekali nggak pernah ngajarin kita tentang kebaikan, tentang moral, tentang agama."
            "Ah... Kamu ini kebanyakan ceramah! Nda usah sok suci jadi anak. Kamu masih kecil, tau apa kamu soal keluarga!?"
            "Aku tau semuanya Pa. Aku punya Papa yang nggak pernah peduli sama keluarga. Aku punya Mama yang setiap malam nggak pernah di rumah. Aku punya orangtua yang setiap hari cuma mabuk-mabukkan. Bahkan sampai saat ini Papa nggak tau kan umur aku sebenarnya berapa? Papa selalu anggap aku anak kecil," ucapku sambil meneteskan air mata. 
"Sekarang umurku udah 22 tahun Pa, aku bukan anak kecilnya Papa lagi. Apa papa pernah tanya gimana nilai-nilai di sekolah? Papa nggak pernah peduli sekalipun aku lulus dengan nilai terbaik. Papa dan Mama terlalu sibuk dengan dunia masing-masing. Sampai-sampai kalian juga nggak tahu kalau bulan depan aku wisuda Pa."
            "Kamu mau wisuda? Kapan masuk kuliahnya?" Tanya Mama yang tiba-tiba sudah ada di sampingku.
            "Mama dan Papa itu sama saja, terlalu sibuk dengan kesenangan kalian sendiri. Sampai nggak tau sama sekali kalau aku sudah kuliah, bahkan aku sudah lulus S1. Mama juga nggak tau kan besok hari apa?" tanyaku balik pada Mama sambil berlinang air mata.
            "Mama tau kok. Besok hari minggu kan?" Jawabnya.
            "Bukan itu yang aku maksud Ma, besok itu hari ulang tahun aku. Ulang tahun aku yang ke-23, dan selama 23 tahun Mama dan Papa sama sekali nggak pernah ngucapin 'Happy Birthday' buat aku Ma. Aku pengen kayak temen-temenku yang lain. Punya orang tua yang normal, yang baik, yang selalu memberi kasih sayang untuk anak-anaknya. Kenapa Mama dan Papa nggak pernah jadi orang tuaku? Justru orang lain yang lebih peduli sama aku," ucapku sambil terisak dan berlalu pergi dari rumah.
Kulangkahkan kakiku menuju sebuah rumah di ujung jalan. Masih di hiasi air mata dan isakku, ku ketuk pintu rumahnya.
            "Kamu kenapa Nak?" tanya Bunda melihatku terisak.
            "Bunda,,, Papa dan Mama..." Ucapanku terhenti oleh dekapan Bunda. Orang yang begitu menyayangiku tanpa perduli latar belakang orang tuaku. Dialah yang jadi malaikatku dalam keadaan apapun. Dia yang membelaku mati-matian saat aku di caci masyarakat hanya karena aku anak haram.
            "Bunda,,, apa aku tak layak ada di masyarakat hanya karena aku bukan dari keluarga baik-baik. Semua orang bilang aku anak haram. Orang tuaku sama sekali nggak pernah peduli sama aku. Bahkan mereka nggak sadar kalau aku sebentar lagi wisuda." Isakku di pelukkan Bunda. 
"Aku pengen mereka hadir dan lihat aku pake toga. Aku pengen kayak temen-temen yang lain."
            "Sarah, dengar bunda baik-baik. Sudah ratusan kali bunda bilang sama Sarah kalau sarah itu bukan anak haram. Semua anak terlahir suci dan tak berdosa Nak. Kamu sama dengan bayi-bayi lain yang baru lahir. Yang haram bukan kamu, tapi perbuatan orang tua kamulah yang haram. Jadilah sesuatu yang membanggakan. Buktikan bahwa kamu layak ada di masyarakat." Bisik bunda lirih di telingaku.

            1 bulan kemudian...

Ini adalah hari yang selalu aku tunggu. Aku melihat sosokku di cermin. Hari ini aku pakai toga. Toga ini adalah harapan dan masa depanku. Aku ingin jadi lebih baik. Aku tak ingin jadi apa yang sudah dilakukan oleh orang tuaku. Kulangkahkan kakiku menuju gedung wisuda, di dampingi Bunda yang selama ini selalu ada untukku.
            "Bund, apa Papa dan Mama akan datang kesini? Aku gugup banget hari ini." Ucapku ketika duduk di kursi.
Acara pelantikan kelulusan mahasiswa berjalan dengan baik dan hikmat.
            "Kami akan mengumumkan mahasiswa yang lulus dengan nilai terbaik. Dan yang mendapat predikat nilai tertinggi adalah...."
Semua orang terdiam menunggu ucapan selanjutnya.
            "Mahasiswa terbaik adalah.... Sarah Ayunda dari fakultas kedokteran!"
Tiba-tiba jantungku seperti lepas entah kemana. Aku jadi mahasiswa terbaik? Masih belum percaya. Apa masih ada nama Sarah Ayunda yang lain. Tapi semua mata tertuju padaku.
        "Kepada Sarah Ayunda dimohon maju ke depan untuk menerima sertifikat penghargaan serta memberikan sepatah dua patah kata untuk pencapaian Anda kali ini." Pembawa acara mempersilahkan aku untuk maju ke depan.
"Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh..." sapaku setelah menerima piala dan piagam penghargaan. "Saya nggak tau harus bicara apa saat ini. Yang jelas saya ingin berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang telah Dia berikan kepada saya." 
"Terima kasih untuk Bunda Ina yang selama ini jadi pelita dalam hidup saya. Berkat bantuan beliau, saya bisa mendapatkan beasiswa untuk masuk di fakultas kedokteran ini. Dia bukan ibu kandung saya, dia bukan siapa-siapa saya. Tapi dia jadi malaikat yang tak pernah berhenti aku cintai. Dia yang selalu memelukku saat semua orang membenciku. Terima kasih untuk Bunda Ina. Terima kasih banyak untuk semuanya," ucapku sambil berlinang air mata. 
"Saya juga berterima kasih pada kedua orang tua saya. Berkat kalian aku punya semangat untuk jadi yang lebih baik. Penghargaan ini aku persembahkan untuk kedua orang tuaku yang sangat berharga. Sekalipun mereka tak seperti orang tua lainnya. Kalian semua tahu siapa saya dan siapa orang tua saya. Aku hidup dengan latar belakang keluarga yang tidak baik. Tapi, bukan berarti aku tidak bisa menjadi anak yang baik. Terima kasih!" ucapku sambil berlalu pergi.
Aku tak bisa menahan air mataku untuk jatuh. Jauh di dalam lubuk hatiku, aku ingin ada orang tuaku. Aku ingin mereka di sini. Aku ingin mereka bangga melihatku. Tapi semuanya semu, mereka takkan pernah perduli dengan apa yang aku lakukan, dengan apa yang aku hasilkan.
        "Sarah...!" Panggilan seseorang menghentikan isak tangisku. Aku membalikkan tubuhku dan kulihat samar-samar dua orang berdiri di hadapanku.
            "Mama? Papa? Kalian ada di sini?"

Mama mengangguk sambil tersenyum dan kemudian memelukku erat. "Maafin Mama dan Papa ya sayang. Mama dan Papa nggak pernah peduli dengan apa yang kamu lakukan. Hari ini, kamu menyadarkan Mama dan Papa. Mama janji akan jadi ibu yang baik buat kamu. Mama akan berusaha."

            "Papa juga akan jadi Papa yang baik buat Sarah. Papa udah tinggalin semua dunia kelam Papa. Papa dan Mama bangga punya kamu," tutur Papa menambahkan.

            Tuhan, terima kasih untuk hari ini. Setidaknya hari ini membuktikan bahwa aku layak ada di masyarakat. Walau mereka bilang aku anak haram, tapi kehidupanku tidak haram. Aku buktikan aku bisa lebih baik dari orang tuaku dan bisa membuat orang tuaku jadi lebih baik.






______________________________
🅒 Copyright.
Karya ini dilindungi undang-undang.
Dilarang menyalin atau menyebarluaskan tanpa mencantumkan nama penulis.




Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas